- Jumat, 24 Oktober 2025
Tak Cuma Sala Lauak, Inilah Sala Baraia: Masakan Berkuah Khas Malalo Yang Legendaris
Tak Cuma Sala Lauak, Inilah Sala Baraia: Masakan Berkuah Khas Malalo yang Legendaris
Oleh: Andika Putra Wardana
Jika kamu pernah mencicipi Sala Lauak dari Pariaman, gorengan ikan yang renyah di luar, gurih di dalam, dan menjadi simbol kuliner pesisir Minangkabau, maka bersiaplah mengenal “saudaranya” yang lahir dari tanah daratan dan air tawar yaitu Sala Baraia. Sekilas namanya mirip, tapi rasanya, sejarahnya, dan maknanya benar-benar berbeda. Sala Baraia bukan gorengan seperti yang banyak disangka, ia adalah masakan berkuah pedas-gurih khas Nagari Padang Laweh Malalo, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar, sebuah nagari yang dikelilingi sawah, sungai, dan udara sejuk dari kaki Bukit Barisan.
Nama “Sala Baraia” sendiri punya makna yang sederhana namun filosofis. Dalam bahasa Minangkabau, “sala” berarti sambal goreng, sementara “baraia” berarti diberi air. Jadi, Sala Baraia secara harfiah berarti sambal yang disiram atau dimasak ulang dengan air. Seperti namanya, hidangan ini berasal dari kebiasaan ibu-ibu nagari yang tak ingin membuang makanan sisa. Saat sambal goreng yang dibuat beberapa hari sebelumnya mulai mengering, mereka menambahkannya dengan sedikit air dan bahan-bahan baru dari kebun atau dapur seperti terong, jengkol, daun kelor, pucuk ubi, atau batang singkong muda. Proses itu mengubah sambal kering menjadi masakan baru yang berkuah, segar, dan kaya rasa. Dari sinilah lahir salah satu kuliner paling otentik di Tanah Datar.
Menurut penuturan Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Padang Laweh Malalo, seperti dikutip dari sejumlah laporan lokal dan festival kuliner daerah, Sala Baraia bukan sekadar resep turun-temurun, tapi juga simbol kearifan lokal masyarakat Minangkabau dalam mengelola bahan pangan secara bijak. Mereka hidup di daerah yang tidak dekat laut, bergantung pada hasil sawah dan sungai kecil yang berair sepanjang tahun. Dari keterbatasan bahan itulah muncul kreativitas, menciptakan hidangan lezat dari apa yang ada, tanpa menyia-nyiakan sedikit pun rezeki yang sudah tersedia di meja.
Ketika kamu berjalan di pasar nagari Padang Laweh pada pagi hari, aroma bumbu tumis, daun jeruk, dan cabai merah menyebar di udara. Di beberapa warung kecil, ibu-ibu memasak Sala Baraia dalam kuali besar di atas tungku kayu. Warnanya merah keoranyean, kuahnya kental namun tidak bersantan, dengan minyak cabai yang mengapung di permukaannya. Saat disendok, potongan terong dan jengkol tampak menggoda di antara kuah pedasnya. Rasanya kompleks, pedas menyengat tapi hangat, gurih tapi tidak berat. Dihidangkan bersama nasi panas dan sambal lado hijau, perpaduan ini terasa begitu membumi seperti rasa yang lahir dari tangan ibu di rumah sendiri.
Sala Baraia bukan sekadar menu sehari-hari. Ia punya tempat khusus dalam kehidupan sosial masyarakat Malalo. Setiap kali ada alek nagari (pesta adat), gotong royong, atau acara keluarga besar, Sala Baraia hampir selalu muncul di meja makan. Di sana, orang-orang duduk bersila di lantai, makan bersama dari satu talam besar, berbagi cerita sambil menikmati suapan nasi dan kuah hangat. Tradisi ini bukan hanya tentang makan, tapi tentang menjaga kebersamaan, menghormati hasil kerja, dan merawat rasa syukur kepada alam.
Keunikan Sala Baraia membuatnya diangkat menjadi ikon kuliner nagari. Pada tahun 2023, Dinas Pariwisata Tanah Datar bersama masyarakat menggelar “Festival Pesona Sala Baraia” sebagai bagian dari program Satu Nagari Satu Event. Dalam acara itu, puluhan dapur komunitas menampilkan versi mereka masing-masing, dengan bahan dan gaya masak yang sedikit berbeda, tapi cita rasa pedas-gurihnya tetap jadi ciri utama. Festival ini tidak hanya mengenalkan makanan, tapi juga menegaskan bahwa kekayaan budaya bisa menjadi kekuatan ekonomi nagari jika dikelola dengan baik.
Kini, Sala Baraia mulai menarik perhatian wisatawan yang datang ke kawasan Danau Singkarak dan Batipuh Selatan. Banyak pengunjung yang sengaja singgah ke Padang Laweh Malalo untuk mencicipinya langsung di rumah makan lokal, menikmati sepiring nasi dengan kuah hangat dan aroma bumbu yang kuat. Bahkan, beberapa perantau Malalo mencoba memperkenalkan Sala Baraia di luar daerah melalui kegiatan kuliner dan media sosial.
Jika Sala Lauak mewakili kekayaan rasa pesisir pantai yang asin, gurih, dan renyah, maka Sala Baraia adalah wajah daratan yang menenangkan, kuah pedas yang lembut, sayur kampung yang segar, dan rasa yang tumbuh dari air tawar dan kerja keras tangan-tangan perempuan nagari. Keduanya menunjukkan satu hal yang sama, bahwa Minangkabau punya sejuta cara untuk mengolah alam menjadi rasa, dan rasa menjadi budaya.
Jadi, jika suatu hari kamu melewati Tanah Datar. Cicipilah Sala Baraia, hiruplah aromanya, dan rasakan bahwa dalam satu sendok kuahnya ada perjalanan panjang dari dapur tradisional, keindahan danau, dan jiwa Minangkabau yang tidak pernah kehilangan kreativitasnya, bahkan dari hal yang paling sederhana sekalipun.
Editor : melatisan
Tag :#Masakan Berkuah
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
KERIPIK SANJAI: DARI KAMPUANG WISATA SANJAI KE WARISAN BUDAYA INDONESIA
-
DADIAH: YOGURT TRADISIONAL MINANGKABAU YANG MENYATUKAN ALAM DAN RASA
-
DENDENG PUCUAK UBI: CITA RASA TRADISI DARI NAGARI KOTO RANAH, DHARMASRAYA
-
NAGARI CANDUANG: LERENG GUNUNG MARAPI & WARISAN RASA YANG BERTAHAN
-
BERAS AMPEK ANGKEK & TRADISI KULINER NAGARI BALAI GURAH: WARISAN RASA DI LEMBAH AGAM
-
BERMULA DARI LUHAK KE NEGERI ORANG MEMAKNAI SUMPAH PEMUDA ALA PERANTAU MINANGKABAU
-
ILUSI KEBEBASAN; MEMBACA ULANG RUANG DIGITAL DAN RELASI TERSELUBUNGNYA
-
PENSIUNKAN SEMUA JENDERAL POLISI
-
KONFLIK POLITIK DI INDONESIA: CERMIN KETEGANGAN SOSIAL ATAU KEGAGALAN DEMOKRASI?
-
UPAYA MELINDUNGI BAHASA ABORIGIN DI TENGAH ARUS GLOBALISASI