HOME VIRAL UNIK

  • Rabu, 22 Oktober 2025

Dadiah: Yogurt Tradisional Minangkabau Yang Menyatukan Alam Dan Rasa

Dadiah: Yogurt Tradisional Minangkabau yang Menyatukan Alam dan Rasa

Oleh: Andika Putra Wardana

Di dataran tinggi Sumatera Barat, di antara hamparan sawah Tanah Datar, perbukitan Agam, dan lembah hijau Lima Puluh Kota, hidup sebuah tradisi kuliner yang sederhana namun sarat makna yaitu dadiah. Orang Minangkabau menyebutnya dengan lembut, seolah menyebut sesuatu yang akrab di hati. Ia bukan sekadar makanan, tapi kisah panjang tentang bagaimana manusia belajar hidup selaras dengan alam. 

Dari susu kerbau segar, bambu sebagai wadah, dan daun pisang sebagai penutup, lahirlah sebuah hasil fermentasi alami yang dikenal luas sebagai yogurt tradisional Minangkabau. Tidak ada mesin, tidak ada bahan tambahan. Alam yang bekerja, manusia yang menunggu. Dalam 24 hingga 48 jam, susu berubah menjadi krim lembut beraroma khas, asam, segar, dan menenangkan.

Tradisi membuat dadiah sudah berlangsung ratusan tahun. Di masa lalu, masyarakat Minangkabau memanfaatkan hasil perahan kerbau mereka yang melimpah untuk diolah menjadi pangan tahan lama. Susu yang baru diperah dituang ke dalam potongan bambu sepanjang dua jengkal, lalu ditutup dengan daun pisang atau daun waru. Proses ini dibiarkan alami tanpa bantuan ragi industri. Mikroba baik dari bambu, daun, dan udara nagari berperan melakukan fermentasi, menghasilkan tekstur lembut dan rasa asam yang khas. Hingga kini, cara membuatnya hampir tak berubah, sebuah bukti bahwa kearifan lokal sering kali lebih kuat daripada teknologi.

Cara menyantap dadiah pun bervariasi. Di banyak nagari, ia disantap pagi hari bersama ampiang (keripik beras ketan) dan siraman gula aren, dikenal dengan sebutan ampiang dadiah. Ada pula yang menikmatinya bersama nasi hangat, sambal, dan sedikit garam, kombinasi sederhana yang menyehatkan. Rasa asam alami dari fermentasi berpadu dengan manis gula atau gurih nasi, menciptakan keseimbangan yang memanjakan lidah.

Lebih dari sekadar kuliner, dadiah adalah simbol keseimbangan antara alam, manusia, dan waktu. Susu diambil dari kerbau yang merumput bebas di sawah, wadahnya dari bambu yang tumbuh di tepi sungai, dan penutupnya dari daun pisang yang dipetik di halaman rumah. Semua bahan berasal dari sekitar, tak ada yang sia-sia, tak ada yang berlebihan. Nilai ini mencerminkan filosofi Minangkabau, alam takambang jadi guru, alam terbentang sebagai sumber pengetahuan.

Kini, para peneliti menemukan bahwa dadiah mengandung bakteri asam laktat alami yang berfungsi sebagai probiotik, baik bagi pencernaan dan daya tahan tubuh. Namun bagi orang Minang, manfaatnya jauh lebih dalam, ia adalah kenangan masa kecil, simbol gotong royong, dan bentuk penghormatan terhadap alam.

Sayangnya, tradisi membuat dadiah kini menghadapi tantangan. Populasi kerbau menurun, generasi muda mulai beralih pada makanan instan, dan proses fermentasi alami kadang dianggap tidak higienis oleh standar industri modern. Tetapi di banyak nagari, terutama di Tanah Datar dan Agam, para ibu masih setia menyiapkannya di bambu, membiarkan alam kembali mengambil perannya.

Bila suatu hari kamu berkunjung ke Sumatera Barat, jangan lewatkan kesempatan mencicipi dadiah. Kunjungi pasar tradisional di Batusangkar, Payakumbuh, atau Bukittinggi, cari penjual yang menata bambu-bambu kecil berisi krim putih kekuningan itu. Nikmati satu sendok perlahan. Rasa asamnya mungkin mengejutkan di awal, tapi akan segera berubah menjadi kehangatan yang lembut. Di situ kamu akan merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar makanan, sebuah perjalanan rasa yang menyatukan bumi, manusia, dan waktu.


Wartawan : Andika Putra Wardana
Editor : melatisan

Tag :#Dadiah

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com