- Kamis, 16 Oktober 2025
Sala Lauak, Gorengan Ikan Legendaris Dari Pariaman Yang Tak Pernah Hilang Dari Lidah Minang
Sala Lauak, Gorengan Ikan Legendaris dari Pariaman yang Tak Pernah Hilang dari Lidah Minang
Oleh: Andika Putra Wardana
Kalau kamu berkunjung ke Pariaman, Sumatera Barat, maka aroma gorengan yang gurih dan menggoda pasti segera menyambutmu. Di pinggir jalan, di pasar pagi, hingga di lapau-lapau kopi, tampak wajan besar berisi adonan berwarna keemasan yang sedang mengapung di minyak panas. Itulah sala lauak, gorengan ikan legendaris yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat pesisir Minangkabau sejak puluhan ratusan tahun lalu.
Nama “sala lauak” berasal dari bahasa Minang, sala berarti gorengan, dan lauak berarti ikan. Artinya sederhana, “gorengan ikan.” Tapi di balik kesederhanaan itu, tersimpan kekayaan rasa dan sejarah panjang hubungan masyarakat Minang dengan laut. Makanan ini lahir dari kehidupan nelayan Pariaman yang gemar mengolah hasil tangkapan laut menjadi makanan awet, bergizi, dan mudah dibawa ke ladang atau ke laut.
Bahan utamanya bisa berbeda-beda tergantung musim tangkapan, ikan stuhuak, ikan teri, ikan asin, atau udang rebon. Daging ikan dihaluskan, dicampur tepung beras, cabai, kunyit, bawang, jahe, dan garam, lalu dibentuk bulat pipih sebelum digoreng hingga berwarna cokelat keemasan. Hasilnya? Renyah di luar, lembut di dalam, dengan rasa gurih pedas yang khas, cita rasa laut yang melekat di lidah.
Di Pariaman, ada dua jenis sala lauak yang dikenal luas. Sala lauak lunak, yang dibuat dari ikan berdaging lembut seperti stuhuak, biasanya dimakan hangat-hangat dengan lontong sayur. Sedangkan sala lauak keras, dari ikan teri atau ikan asin, memiliki tekstur lebih padat dan tahan lama, cocok dijadikan bekal perantau atau camilan di perjalanan.
Lebih dari sekadar kudapan, sala lauak punya makna sosial dan budaya. Ia sering hadir dalam acara adat, pertemuan keluarga, atau suguhan bagi tamu jauh. Di banyak rumah tangga Pariaman, membuat sala lauak bukan sekadar urusan dapur, tapi kegiatan kolektif, ibu-ibu mengaduk adonan, anak-anak membantu membentuk bulatan, dan suara gorengan mendesis jadi latar suasana sore yang hangat.
Kini, sala lauak telah melampaui batas geografisnya. Di Padang, Bukittinggi, hingga Jakarta dan Malaysia, banyak perantau membuka usaha sala lauak sebagai cara melestarikan cita rasa kampung halaman. Beberapa bahkan menjual versi beku (frozen sala lauak) agar bisa dikirim ke luar negeri. Tradisi bertemu inovasi, tanpa kehilangan jati diri.
Di era makanan cepat saji sekarang ini, sala lauak tetap bertahan. Bukan hanya karena rasanya yang lezat, tapi karena ia membawa identitas, rasa gotong royong, dan rasa rindu pada rumah. Setiap gigitan mengingatkan kita bahwa kelezatan sejati sering lahir dari kesederhanaan dan ketulusan dalam menjaga warisan rasa.
Editor : melatisan
Tag :#Sala Lauak
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
SATE DANGUANG-DANGUANG: GURIHNYA LIDAH DAN REMPAH DARI NAGARI 50 KOTA
-
SOTO PADANG: SEMANGKUK HANGAT YANG CERITAKAN RANAH MINANG
-
SEKALI CIUM HARUMNYA, KAMU TAK AKAN LUPA: PALAI BADA, KULINER MINANG YANG SEMAKIN LANGKA
-
GULAI BANAK: KUAH SANTAN PEDAS DARI OTAK SAPI YANG JADI IKON MINANGKABAU
-
KATUPEK GULAI TUNJANG: PERPADUAN LEMBUT KETUPAT DAN GURIH KUAH SUMSUM DARI RANAH MINANG
-
PENERAPAN AKUNTANSI MANAJEMEN PADA FURNITURE BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
-
DIMANA MUSEUM KOTA BUKITTINGGI?
-
"ANAK DARO" DIKLAIM KOPI KERINCI JAMBI OLEH ROEMAH KOFFIE, POTENSI PENCAPLOKAN BUDAYA MINANG PICU KONTROVERSI
-
MEMBUMIKAN KOPI MINANG: DARI SEJARAH 1840 HINGGA GERAKAN MENANAM KAUM
-
FWK MEMBISIKKAN KEBANGSAAN DARI DISKUSI-DISKUSI KECIL