HOME VIRAL UNIK

  • Senin, 27 Oktober 2025

Menguak Sejarah Karak Kaliang, Camilan Gurih Dari Singkong Yang Jadi Ikon Bukittinggi

Karak Kaliang
Karak Kaliang

Menguak Sejarah Karak Kaliang, Camilan Gurih dari Singkong yang Jadi Ikon Bukittinggi

Oleh: Andika Putra Wardana


Kalau kamu berkunjung ke Bukittinggi, ada satu aroma khas yang sering tercium dari toko oleh-oleh di sekitar Jam Gadang, wangi singkong goreng yang gurih dan renyah. Itulah Karak Kaliang, camilan sederhana yang namanya lahir dari kisah unik di masa lampau, perpaduan antara lidah lokal Minangkabau dan logat pedagang India Selatan.

Dalam bahasa Minangkabau, kata karak berasal dari kata kerak, yaitu lapisan keras atau hangus yang menempel di dasar periuk atau wajan setelah lama terkena api. Lapisan ini kering, keras, dan berwarna hitam, gambaran yang tepat untuk menggambarkan kerenyahan sekaligus warna keemasan gelap pada camilan ini. Sementara kata kaliang (atau keling) konon berasal dari sebutan masyarakat Minang untuk pedagang India berkulit gelap yang dulu sering berdagang di pasar-pasar Bukittinggi.

Konon, seorang pembeli melihat penjual oleh-oleh yang berasal dari India Selatan dengan kulit sangat hitam, sehingga pembeli tadi menyebut makanan tersebut dengan nama “kerak kaling”. Seiring waktu, sebutan itu berubah pelafalannya di lidah orang Minang menjadi “karak kaliang”, dan begitulah nama ini bertahan hingga kini, sederhana, spontan, tapi penuh cerita.

Camilan ini dibuat dari singkong pilihan yang dikupas, dihaluskan, dan dicampur sedikit bumbu sebelum digoreng hingga kering. Teksturnya renyah dan gurih, sering kali dibentuk menyerupai angka delapan, sehingga di Padang makanan ini juga dikenal dengan nama “lapan-lapan”. Bentuk itu bukan tanpa alasan, praktis untuk digoreng dan mudah digenggam, serta menjadi simbol keunikan tersendiri di antara aneka camilan tradisional Minangkabau.

Dulu, Karak Kaliang hanya dibuat secara rumahan oleh ibu-ibu kampung di kawasan Sanjai, Bukittinggi bagian utara. Mereka menjualnya di Pasar Atas atau di dekat Jam Gadang pada akhir pekan. Namun, seiring berkembangnya pariwisata, Karak Kaliang naik kelas, dari jajanan pasar menjadi ikon oleh-oleh Bukittinggi. Kini, hampir di setiap toko oleh-oleh kamu bisa menemukannya dalam bungkus plastik transparan, dengan label “Asli Bukittinggi” atau “Lapan-Lapan Sanjai”.

Namun di balik kerenyahannya, Karak Kaliang juga menyimpan filosofi yang menarik. Ia adalah simbol kesederhanaan, dari bahan singkong yang murah, diolah dengan sabar, hingga menjadi camilan yang tahan lama dan disukai semua kalangan. Ia juga menggambarkan identitas Minangkabau yang terbuka terhadap pengaruh luar, seperti kisah asal namanya, namun tetap mempertahankan cita rasa dan jati diri sendiri.

Hari ini, Karak Kaliang tak sekadar camilan nostalgia. Ia menjadi bagian dari ekonomi lokal Bukittinggi. Setiap pagi, puluhan pengrajin di sekitar Jalan Sanjai dan Pasar Bawah memproduksi ratusan kilogram Karak Kaliang untuk dijual kepada wisatawan. Dari tukang kupas singkong, penggoreng, hingga penjual oleh-oleh, semuanya hidup dari satu rasa renyah, gurih, dan otentik.

Jadi, kalau suatu hari kamu berada di Bukittinggi, sempatkan mampir di sekitar Jam Gadang atau Pasar Atas. Beli sebungkus Karak Kaliang, buka perlahan, dan rasakan suara “krek” pertama di mulutmu. Di situ ada sejarah dari kisah pedagang kulit legam, hingga tangan-tangan hangat para pengrajin yang menjaga cita rasa Minangkabau tetap hidup hingga hari ini.


Wartawan : Andika Putra Wardana
Editor : melatisan

Tag :#Karak Kaliang

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com