- Senin, 22 Desember 2025
Gulai Pisang Pakandangan: Jejak Kreativitas Kuliner Dalam Tradisi Minangkabau
Gulai Pisang Pakandangan: Jejak Kreativitas Kuliner dalam Tradisi Minangkabau
Oleh: Andika Putra Wardana
Di tengah kekayaan kuliner Minangkabau yang identik dengan rendang, gulai daging, dan olahan protein hewani, Nagari Pakandangan menghadirkan sebuah pengecualian yang menarik, yaitu gulai pisang. Hidangan ini menjadikan pisang sebagai bahan utama, sesuatu yang relatif jarang ditemui dalam tradisi gulai di Sumatera Barat.
Menurut penuturan masyarakat setempat dan berbagai catatan media lokal, gulai pisang telah lama dikenal di Pakandangan dan dipercaya sebagai makanan warisan turun-temurun. Tidak ada tahun pasti kapan gulai ini pertama kali dimasak, namun keberadaannya sudah menyatu dalam memori kolektif masyarakat nagari. Hal ini menunjukkan bahwa gulai pisang bukan inovasi baru, melainkan bagian dari tradisi lama yang terus dipertahankan.
Pisang yang digunakan bukan pisang matang, melainkan pisang batu dalam kondisi setengah muda (dikenal sebagai manih jao). Pemilihan ini penting karena teksturnya yang masih kokoh dan rasanya yang tidak terlalu manis, sehingga mampu menyerap bumbu gulai dengan baik. Pisang dipotong-potong, lalu dimasak bersama santan dan bumbu rempah khas Minangkabau seperti cabai, bawang, kunyit, jahe, serai, daun kunyit, dan daun jeruk.
Proses memasak gulai pisang serupa dengan gulai pada umumnya, namun membutuhkan ketelatenan agar santan tidak pecah dan pisang tidak hancur. Dalam beberapa versi tradisional, gulai pisang juga ditambahkan ikan teri goreng sebagai penguat rasa gurih. Hasil akhirnya adalah gulai berkuah kental dengan aroma rempah yang kuat, menghadirkan perpaduan rasa gurih, pedas, dan sedikit manis alami dari pisang.
Secara sosial, gulai pisang kerap hadir dalam konteks rumah tangga dan acara adat berskala kecil. Ia bukan makanan sehari-hari yang selalu tersedia, melainkan dimasak pada momen tertentu, terutama ketika bahan baku pisang melimpah. Inilah yang menjadikan gulai pisang memiliki nilai simbolik, makanan yang lahir dari kecukupan alam dan kebersamaan.
Hingga kini, gulai pisang masih sangat identik dengan Pakandangan. Di luar nagari ini, hidangan serupa hanya ditemukan secara terbatas dan tidak menjadi menu umum rumah makan. Namun, dalam beberapa festival budaya dan kuliner Sumatera Barat, gulai pisang mulai diperkenalkan sebagai bagian dari kekayaan kuliner lokal Padang Pariaman.
Dengan demikian, gulai pisang bukan sekadar makanan unik, melainkan representasi dari cara masyarakat Pakandangan membaca alam, merawat tradisi, dan menegaskan identitas nagari mereka di tengah arus homogenisasi kuliner Minangkabau.
Editor : melatisan
Tag :Gulai Pisang, Pakandangan, Jejak Kreativitas, Kuliner, Tradisi, Minangkabau
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
NAGARI PAKANDANGAN: RUANG HIDUP TRADISI DI JANTUNG PADANG PARIAMAN
-
DESA WISATA SICINCIN: JALUR SEJARAH, CAGAR BUDAYA, DAN RUANG KREATIF ENAM LINGKUNG
-
NAGARI SICINCIN: SIMPUL SEJARAH, ADAT, DAN DINAMIKA SOSIAL MINANGKABAU
-
NAGARI SINTUAK SEBAGAI PUSAT SEJARAH PERANG DAN MUSEUM JUANG MILIK MASYARAKAT
-
PASA TALAOK BARUAK: KEARIFAN LOKAL DAN WISATA BUDAYA UNIK NAGARI SINTUAK
-
“TEMBAK PATUIH”: MITOS EDUKATIF DALAM UNGKAPAN LARANGAN ULAKAN TAPAKIS
-
CHERRY CHILD FOUNDATION BERSAMA BERBAGAI KOMUNITAS SALURKAN BANTUAN KE WILAYAH TERDAMPAK BANJIR BANDANG DI PADANG
-
MENANAM POHON, MENUAI KESELAMATAN: KONSERVASI LAHAN KRITIS UNTUK KETAHANAN HIDUP KOMUNITAS.
-
MUSIBAH
-
KEMANA BUPATI TAPSEL