- Rabu, 8 Oktober 2025
Generasi Muda Dan Masa Depan Bahasa Tapan: Antara Kebanggaan Dan Lupa

Generasi Muda dan Masa Depan Bahasa Tapan: Antara Kebanggaan dan Lupa
Oleh: Mutia Fadhilah
Di pesisir selatan Sumatra Barat, tepatnya di kampung Binjai Tapan, bahasa bukan hanya alat bicara, tapi napas identitas. Namun kini, napas itu mulai tersengal, bukan karena hilang, tetapi karena pelan-pelan tergantikan oleh bahasa yang dianggap lebih modern. Bahasa Tapan, yang dulu hidup di setiap sudut warung kopi dan ladang, kini mulai jarang terdengar di ruang sekolah, kantor, bahkan di rumah.
Bahasa yang Mulai Sunyi
Perubahan zaman membuat banyak anak muda Tapan lebih sering menggunakan Bahasa Indonesia, bahkan campuran Indonesia–Inggris dalam percakapan sehari-hari.
Bagi mereka, berbahasa Tapan kadang dianggap “kampungan” atau “kurang keren.”
Padahal, setiap pergeseran bunyi di dalam bahasa itu seperti “i” menjadi “ing” atau “r” menjadi “gh”, adalah hasil perjalanan sejarah panjang yang merekam interaksi manusia, alam, dan budaya di ujung selatan Minangkabau.
Bahasa Tapan bukan hanya soal kata, tapi cara berpikir dan merasakan dunia.
Ketika seorang anak Tapan berkata “iyu” alih-alih “iya,” di sanalah tersimpan kehangatan, intonasi, dan rasa kedekatan sosial yang tidak bisa diterjemahkan begitu saja ke dalam bahasa lain.
Namun jika kata itu berhenti diucapkan, maka hilang pula satu cara khas orang Tapan memandang kehidupannya.
Tantangan di Tengah Globalisasi
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Tapan. Banyak bahasa daerah di Indonesia menghadapi nasib serupa, ditinggalkan oleh penuturnya sendiri.
UNESCO bahkan memperingatkan bahwa Indonesia termasuk negara dengan jumlah bahasa yang terancam punah tertinggi di dunia.
Bahasa Tapan mungkin belum hilang, tapi tanda-tanda pelemahan itu nyata, jumlah penutur aktif berkurang, ruang publik untuk menggunakannya makin sempit.
Ironisnya, semakin sedikit orang yang menggunakan Bahasa Tapan, semakin cepat ia dianggap tidak relevan.
Padahal justru di saat modernitas menekan keseragaman, bahasa lokal adalah benteng terakhir keberagaman.
Tanpa bahasa, masyarakat kehilangan cermin budayanya sendiri.
Anak Muda dan Media Baru
Harapan belum padam.
Beberapa anak muda Tapan mulai menyadari pentingnya bahasa ini dan mencoba memperkenalkannya lewat media sosial.
Mereka membuat konten pendek di TikTok, YouTube, dan Instagram yang menggunakan dialek Tapan, kadang dalam bentuk humor, kadang lewat puisi dan cerita ringan. Langkah kecil ini menjadi cara baru melestarikan bahasa lama.
Melalui dunia digital, Bahasa Tapan menemukan panggung baru: bukan lagi di surau atau ladang, tapi di layar ponsel.
Ia tak lagi terbatas oleh ruang geografis, tapi bisa didengar orang Minang di Padang, rantau, bahkan luar negeri.
Bahasa Tapan tidak butuh diselamatkan oleh lembaga besar, cukup oleh warganya sendiri, dari keluarga yang masih menuturkannya, dari anak muda yang memilih bangga ketimbang malu.
Bahasa ini mungkin kecil di peta linguistik Indonesia, tapi besar dalam makna sosial.
Selama masih ada yang mau berkata “iyu” dengan bangga, selama bunyi “gh” masih terdengar di antara tawa di Binjai Tapan, maka bahasa ini belum mati.
Ia hanya menunggu untuk dihidupkan kembali, dengan cinta, bukan sekadar dokumentasi.
Dan mungkin, di masa depan, ketika dunia semakin sibuk mencari identitas, orang Tapan akan tersenyum dan berkata. “Kami sudah punya satu sejak dulu, dalam bahasa kami sendiri.”
Editor : melatisan
Tag :#Bahasa Tapan
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
BAHASA MINANG DI ERA DIGITAL: STRATEGI REVITALISASI TANPA MENGORBANKAN KERAGAMAN
-
GALA ADAT SEBAGAI AMANAH MORAL DAN CERMIN INTEGRITAS SOSIAL
-
PEREMPUAN DAN ESTETIKA BARU TARI MINANGKABAU
-
PELABUHAN INDERAPURA: KETIKA LAUT MENJADI JALAN KEKUASAAN
-
SALUANG PAUH DI ERA DIGITAL: DARI NAGARI KE YOUTUBE
-
KONFLIK POLITIK DI INDONESIA: CERMIN KETEGANGAN SOSIAL ATAU KEGAGALAN DEMOKRASI?
-
UPAYA MELINDUNGI BAHASA ABORIGIN DI TENGAH ARUS GLOBALISASI
-
SEPAK TERJANG BUPATI ANNISA: MEMBANGUN PERADABAN DHARMASRAYA LEWAT PENDIDIKAN
-
DARI SUMATERA BARAT UNTUK INDONESIA: 80 TAHUN SUMATERA BARAT (1 OKTOBER 1945 - 1 OKTOBER 2025)
-
TENSI POLITIK OLAHRAGA NAIK JELANG MUSORPROV KONI SUMBAR, UPAYA INTERVENSI MENGKRISTAL