- Jumat, 10 Oktober 2025
Gala Adat Sebagai Amanah Moral Dan Cermin Integritas Sosial

Gala Adat sebagai Amanah Moral dan Cermin Integritas Sosial
Dalam budaya Minangkabau, gala adat bukan sekadar simbol kehormatan, melainkan manifestasi nilai moral dan tanggung jawab sosial. Di balik gelar yang tersemat, tersimpan pesan mendalam, bahwa kehormatan sejati tidak ditentukan oleh jabatan atau garis keturunan, tetapi oleh perilaku, kebijaksanaan, dan kesetiaan terhadap adat.
Filosofi di Balik Gelar
Seseorang yang menerima gala adat bukan hanya dihormati karena kedudukannya, tetapi karena kemampuannya menegakkan prinsip adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Ia harus menjadi teladan, penengah, dan pelindung bagi kaumnya. Karena itu, gala adat disebut sako jo pusako, warisan yang tidak bisa dibeli, tetapi diwariskan kepada yang amanah.
Filosofi ini menanamkan kesadaran bahwa kepemimpinan dalam adat Minangkabau selalu berbasis moral. Seorang pemimpin adat harus “tinggi budi dari gunung, dalam hati dari lautan.”
Etika sebagai Fondasi
Etika pemberian gala adat menjadi pondasi agar prosesnya tetap bermakna. Musyawarah kaum, penghormatan terhadap sesepuh, serta tata cara berpakaian dan bertutur adalah simbol penghargaan terhadap nilai-nilai sosial. Etika ini memastikan bahwa gala adat tidak kehilangan maknanya sebagai alat perekat masyarakat.
Agus Salim, seorang Ninik Mamak dari Tanah Datar, menegaskan, “Etika dalam gala adat bukan sekadar formalitas. Ia adalah roh yang menjaga agar adat tetap berwibawa.”
Sayangnya, di era modern, sebagian masyarakat mulai memandang gala adat hanya sebagai simbol status atau gelar seremonial. Proses musyawarah sering kali dipersingkat, bahkan kadang disertai kepentingan politik atau ekonomi. Hal ini berpotensi merusak kesucian adat yang telah dijaga berabad-abad.
Untuk mengembalikan marwahnya, diperlukan upaya kolektif dari ninik mamak hingga generasi muda agar setiap gala yang diberikan melalui proses yang benar, jujur, dan sesuai dengan adat nan sabana adat.
Gala Adat sebagai Warisan Hidup
Lebih dari sekadar penghargaan, gala adat adalah warisan moral yang mengajarkan arti tanggung jawab, kesabaran, dan integritas. Ia menjadi penanda bahwa adat Minangkabau bukan sekadar aturan sosial, melainkan sistem nilai yang membentuk manusia beretika dan berkepribadian kuat.
Seperti pepatah adat menyebutkan:
“Nan sabana tinggi budi, indak malangkiang ka langik, nan sabana dalam hati, indak ka hilang ditimba urang.”
Begitulah makna gala adat yang sejati, kehormatan yang hidup bukan di kepala, tetapi di hati dan tindakan.
Editor : melatisan
Tag :#Annisa Putri #Gala Adat
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
BAHASA MINANG DI ERA DIGITAL: STRATEGI REVITALISASI TANPA MENGORBANKAN KERAGAMAN
-
PEREMPUAN DAN ESTETIKA BARU TARI MINANGKABAU
-
PELABUHAN INDERAPURA: KETIKA LAUT MENJADI JALAN KEKUASAAN
-
GENERASI MUDA DAN MASA DEPAN BAHASA TAPAN: ANTARA KEBANGGAAN DAN LUPA
-
SALUANG PAUH DI ERA DIGITAL: DARI NAGARI KE YOUTUBE
-
KONFLIK POLITIK DI INDONESIA: CERMIN KETEGANGAN SOSIAL ATAU KEGAGALAN DEMOKRASI?
-
UPAYA MELINDUNGI BAHASA ABORIGIN DI TENGAH ARUS GLOBALISASI
-
SEPAK TERJANG BUPATI ANNISA: MEMBANGUN PERADABAN DHARMASRAYA LEWAT PENDIDIKAN
-
DARI SUMATERA BARAT UNTUK INDONESIA: 80 TAHUN SUMATERA BARAT (1 OKTOBER 1945 - 1 OKTOBER 2025)
-
TENSI POLITIK OLAHRAGA NAIK JELANG MUSORPROV KONI SUMBAR, UPAYA INTERVENSI MENGKRISTAL