HOME VIRAL UNIK

  • Senin, 13 Oktober 2025

Ketika Bahasa Bukan Sekadar Kata: Cermin Budaya Dan Napas Sosial Manusia

Penulis: Andika Putra Wardana
Penulis: Andika Putra Wardana

Ketika Bahasa Bukan Sekadar Kata: Cermin Budaya dan Napas Sosial Manusia

Oleh: Andika Putra Wardana


Bahasa tak lahir dari kamus. Ia lahir dari manusia. Dari tatapan yang ingin dimengerti, dari tangan yang menunjuk, dari suara yang mencari makna di antara keramaian dunia. Setiap kata yang kita ucapkan membawa jejak cara kita hidup, berpikir, dan berhubungan dengan sesama. Itulah sebabnya, bagi para ahli antropolinguistik, bahasa bukan sekadar alat bicara, ia adalah cermin kebudayaan dan denyut sosial masyarakat.

Bahasa, Lebih dari Sekadar Alat Komunikasi

Gorys Keraf pernah menulis bahwa bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Tapi definisi itu baru permukaan. Edward Sapir menambahkan bahwa bahasa adalah sistem simbol yang diciptakan manusia secara sadar untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keinginan. Dalam pandangan Michael Halliday, bahasa bahkan memiliki fungsi sosial, ia hidup di tengah masyarakat dan berinteraksi dengan situasi, peran, serta hubungan antarpenuturnya.

Artinya, bahasa tidak pernah berdiri sendiri. Ia berdenyut dalam kehidupan manusia. Setiap tutur, entah lembut atau keras, sopan atau tajam, merefleksikan struktur sosial dan cara pandang budaya di mana bahasa itu tumbuh.

Coba kita lihat percakapan sehari-hari. Ketika seseorang berkata “awak” di Padang, “kau” di Riau, atau “sampeyan” di Jawa Timur, itu bukan sekadar pilihan kata. Itu adalah peta kecil budaya, tanda bahwa bahasa selalu menyesuaikan diri dengan ruang sosialnya.

Bahasa Sebagai Jembatan Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah kebutuhan dasar manusia, dan bahasa adalah jembatan utamanya. Melalui bahasa, manusia bisa berbagi gagasan, menegosiasikan makna, atau sekadar menunjukkan empati. Tak heran, ketika hubungan sosial renggang, sering kali yang rusak pertama adalah bahasanya, nada bicara yang meninggi, kata-kata yang kehilangan rasa.

Dalam konteks sosial, bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga alat kontrol sosial. Bahasa sopan membangun rasa hormat, bahasa kasar meruntuhkannya. Kita tahu persis bagaimana satu kata bisa memperbaiki suasana, dan satu kalimat bisa memecah hubungan. Bahasa, dengan demikian, bukan sekadar suara, tetapi struktur moral masyarakat.

Santoso dan kawan-kawan (2004) membagi fungsi bahasa menjadi empat: fungsi informasi, ekspresi diri, adaptasi-integrasi, dan kontrol sosial. Keempatnya menunjukkan bahwa bahasa bekerja bukan hanya di kepala, tapi di seluruh tubuh sosial manusia. Ia menyatukan kita, atau sebaliknya memisahkan.

Bahasa: Arsip Budaya yang Hidup

Tak banyak yang menyadari bahwa bahasa adalah arsip budaya yang paling hidup. Lewat peribahasa, pantun, petatah-petitih, dan ungkapan tradisional, masyarakat menyimpan nilai, etika, dan pandangan hidupnya. Di dalam kalimat “biar lambat asal selamat”, misalnya, tersimpan falsafah kesabaran dan kehati-hatian yang mencirikan cara berpikir masyarakat Nusantara.

Bahasa tak hanya menyampaikan budaya, ia juga mewujudkan budaya itu sendiri. Dalam masyarakat yang menjunjung tinggi sopan santun, seperti Minangkabau, pilihan kata selalu berhati-hati, berlapis, dan penuh hormat. Sebaliknya, dalam budaya yang menekankan egalitarianisme, gaya bahasanya lebih lugas dan langsung.

Bahasa dan budaya, karenanya, seperti dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, bahasa membentuk budaya, budaya membentuk cara manusia berbahasa. Keduanya saling menghidupkan.

Ketika Bahasa Mulai Kehilangan Rasa

Namun zaman bergerak cepat. Media sosial, gaya bicara ringkas, dan bahasa campuran antar-generasi perlahan menggeser cara kita berkomunikasi. Anak muda hari ini bisa mengirim pesan penuh emosi tanpa satu pun ekspresi wajah. Bahasa menjadi ringkas, efisien, tapi sering kehilangan “rasa”.

Dalam interaksi digital, banyak orang lupa bahwa bahasa juga membawa nilai. Kata-kata kasar yang dulu tabu kini meluas, bahkan dianggap biasa. Fenomena ini menunjukkan betapa mudahnya perubahan sosial memengaruhi cara kita berbahasa. Dan sebaliknya, betapa besar pengaruh bahasa terhadap etika sosial.

Mungkin inilah tantangan antropolinguistik hari ini, bagaimana menjaga rasa budaya di tengah derasnya arus bahasa digital. Sebab tanpa rasa, bahasa berubah menjadi sekadar teks yang dingin, datar, dan kehilangan makna sosialnya.

Siapa Kita di Balik Kata

Bahasa bukan hanya sarana komunikasi, tapi juga penanda identitas. Dari cara seseorang berbicara, kita bisa menebak asal daerahnya, bahkan nilai-nilai yang ia anut. Orang Minang dengan tutur berlapis, orang Jawa dengan unggah-ungguh halus, orang Batak dengan intonasi tegas, semuanya membawa “DNA budaya” dalam bahasanya masing-masing.

Pada skala yang lebih besar, bahasa juga membentuk identitas bangsa. Di Indonesia, bahasa daerah memperkaya keanekaragaman, tetapi bahasa Indonesia menjadi jembatan pemersatu. Ia memungkinkan anak Aceh berbicara dengan orang Ambon, mahasiswa Papua berdebat dengan dosen di Padang, tanpa kehilangan identitas lokalnya. Bahasa Indonesia bukan sekadar bahasa resmi, melainkan simbol persatuan yang hidup di tengah keberagaman budaya.

Menjaga Bahasa, Menjaga Budaya

Dari semua itu, satu hal menjadi jelas, bahasa adalah napas budaya. Ia merekam cara kita berpikir, mencintai, menghormati, dan memahami sesama. Ketika bahasa rusak, budaya pun perlahan retak. Karena itu, menjaga bahasa berarti menjaga akar sosial dan moral masyarakat.

Kita tidak hanya perlu berbicara dengan benar, tetapi juga dengan rasa. Menghargai bahasa berarti menghargai manusia. Sebab di setiap kata yang kita ucapkan, ada jejak nenek moyang, ada warisan nilai yang membentuk siapa kita hari ini.

Bahasa bukan milik kamus atau ahli linguistik semata. Ia milik kita semua, yang setiap hari, tanpa sadar, mewarisi budaya lewat tutur dan kata.


Wartawan : Andika Putra Wardana
Editor : melatisan

Tag :#Cermin Budaya

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com