- Selasa, 4 November 2025
Dimana Museum Kota Bukittinggi?
Dimana Museum Kota Bukittinggi?
(Anggota Komunitas Pencinta Museum Bukittinggi).
“Bukittinggi Kota Perjuangan” sedang didengungkan oleh Pemerintah Kota Bukittinggi. Yaa wajar saja, memang banyak peristiwa besar terjadi di kota ini. Banyak tokoh-tokoh bangsa lahir, tumbuh dan berkembang di Kota Jam Gadang ini. Banyak pahlawan negeri telah berbuat dan berkarya dari tanah Fort de Kock nan elok ini. Bahkan banyak bangunan-bangunan bersejarah yang berdiri di kota yang perlu dikenang, dijaga dan dipelihara ini.
Untuk mendokumentasikan semua peristiwa sejarah, tokoh penting dan bangunan bersejarah itu salah satunya adalah dengan menyediakan sebuah wadah bernama museum. Museum yang secara konsep dimaknai sebagai lembaga permanen yang melayani masyarakat dengan mengumpulkan, merawat, meneliti, dan memamerkan koleksi benda-benda yang memiliki nilai sejarah, seni, budaya, atau ilmiah untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan rekreasi.
Meski di Bukittinggi telah ada beberapa museum, seperti Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta (RKBH), Museum Rumah Adat Nan Baanjuang (Museum RANB), Museum Tridaya Eka Dharma, Museum Angkatan 66, dan beberapa museum lainnya. Namun museum itu memiliki tema dan fokus tersendiri.
Disana, kita tak bisa melihat bagaimana alur sejarah kota Bukittinggi. Kita tak bisa mencermati bagaimana kota ini sebagai sebuah daerah yang memiliki peran sentral dalam time line sejarah Sumatera Barat dan sejarah Indonesia. Lalu, dimana museum Kota Bukittinggi?. Sejauh ini museum Kota Bukittinggi belum ada.
Maka sudah seharusnya ada karena hal itu akan seiring dengan jargon pemerintah “Bukittinggi Kota Perjuangan” maka langkah strategis yang harus diambil adalah dengan membangun sebuah museum kota. Bisa dengan membangun sebuah museum baru, atau memanfaatkan bangunan cagar budaya atau bangunan yang ada telah ada di kota wisata. Atau opsi lain yang bisa dipilih pemerintah kota untuk mewujudkan Museum Kota Bukittinggi ini.
Demi memantapkan hati untuk membangun sebuah museum kota, mari kita sigi sebagian kisah-kisah yang bisa tampil diruang museum kota itu nantinya. Bagaimana Bukittinggi telah mengambil peran penting dalam perkembangan sejarah Sumatera Barat dan Indonesia. Kita mulai saja dari akhir abad XVIII, saat pedalaman Minangkabau mengalami perubahan dalam pola perdagangan. Komoditi baru, yaitu cassia vera, kopi dan sebagainya, mulai menjadi komoditi penting.
Saat itu Bukittinggi telah menjadi kota dagang dan penting. Demi menjamin keamanan proses perdagangan maka Tuanku Nan Tuo bersama para tokoh agama membuat fatwa penting tentang larangan mencuri, menyamun dan merampas. Fatwa itu diperkirakan terbit pada tanggal 10 Safar 1199 H itu bertepatan dengan hari Kamis, 22 Desember 1784.
Sejak 1821 sampai 1837 terjadilah Perang Paderi perang besar di bumi Minangkabau termasuk Kurai Limo Jorong / Bukittinggi sekarang. Dengan dasar perjanjian 10 Februari 1821 Belanda mendapat izin di atas tanah orang Kurai untuk mendirikan sebuah benteng. Hal itu direalisasikan tahun 1825 sampai 1826 oleh Kapten Bauer dengan mendirikan Benteng Sterreschant yang kemudian dikenal dengan Benteng Fort de Kock di Bukit Jirek.
Bukittinggi tempat kedudukan asisten residen daerah Agam dan juga menjadi pusat pemerintahan Karasidenan Padang Darek (Padangsche Bovenlanden) karena itu memiliki kegiatan yang lebih penting dibanding dengan pusat pemerintahan yang lain.
Setelah berkuasa penuh atas Kota Bukittinggi, Belanda juga membangun pusat transportasi dan komunikasi yang penting di dataran tinggi ini, yaitu jaringan kereta api. Stasiun Fort de Kock terletak di Tarok Dipo, Guguk Panjang. Stasiun dengan ketinggian +920 meter ini memiliki peran penting dalam dunia transpotasi era Kolonial. Menjadi simpul penghubung daerah dengan hasil bumi di wilayah Agam, Payakumbuh, Limapuluh Kota, Pasaman dengan Kota Padang. Sekaligus mempermudah mobilisasi tentara Belanda ke pedalaman Minangkabau.
Di bidang pendidikan, Belanda membuat kebijakan dengan membangun sekolah di Bukittinggi. Hal ini mulai direalisasikan dengan mendirikan Sekolah Rajo (Raja) yang pimpin oleh Charles Adrian van Ophuijsen. Sekolah Rajo kemudian menjadi Kweekschool atau sekolah guru pada 1 Maret 1873. Muridnya berasal dari berbagai daerah di Sumatera yang ternyata kemudian banyak menjadi tokoh di daerah asalnya dan menjadi tokoh besar bangsa Indonesia.
Kemajuan dunia pendidikan di Fort de Kock ternyata juga berbuah pada kemajuan industri percetakan di kota ini. Tercatat antara tahun 1920 sampai tahun 1940 muncul penerbitan berbahasa Melayu dan Minangkabau mengenai adat dan sastra tradisional Minangkabau serta berbagai aspek tentang agama Islam. Diantara penerbit yang berkembang dan dikenal dalam periode ini adalah : Penerbit Agam, Lie, Sinar, Emilius, Merapi, Tjerdas, Zamzam, Poestaka Negara, Tsamaratul Ichwan, Kahamij atau Kahamy, Nasional, Penjiaran Ilmoe, dan lain-lain.
Seiring perkembangan Fort de Kock sebagai sebuah kota jajahan dan kota sentra pertahanan Belanda. Disini juga dibangun penjara bagi para pejuang bumi putera atau pelaku kejahatan di masa itu. Penjara Bukittinggi atau Gevangenis van Fort de Kock, itulah namanya pada masa kolonial Belanda. Tidak diketahui secara pasti kapan penjara itu dibangun.
Namun dalam sebuah catatan dari laporan Mr. C. J. van Asska, Verslag over het Gevangeniswezen, diberitakan bahwa pada tahun 1840 telah terdapat penjara di kota ini. Penjara Bukittinggi, yang telah berusia ratusan tahun. Penjara yang mengandung nilai kesejarahan dan arti penting dalam sejarah kota. Banyak tokoh yang telah merasakan dinginnya jeruji penjara ini.
Pasar-pasar di Bukittinggi pun memiliki sejarah panjang. Pasar itu sudah ada bahkan sejak sebelum era kolonial. Kapan mulai beroperasi dan berkembangnya sejauh ini belum ditemukan adanya sumber yang akurat terkait hal itu. Namun semenjak diketahui, keberadaan pasar ini telah dilaksanakan setiap hari Sabtu. Pasar utama kota Bukittinggi ada di Bukik Kubangan Kabau (Bukit Kubangan Kerbau) atau Pasar Atas Bukittinggi sekarang. Ada juga Pasar Bawah, Pasar Lereng dan Pasar Banto. Dimana pasar-pasar itu telah berkembang dan memiliki peran penting sejak era kolonial hingga sekarang.
Bila mengkaji Bukittinggi, maka kita tak bisa lepas dari keberadaan Jam Gadang. Dibangun pada tahun 1925-1927 atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, controleur atau sekretaris kota Fort de Kock. Jamnya merupakan hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina kepada Rookmaaker. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Radjo Mangkuto dari Koto Gadang. Pelaksana pembangunan adalah Haji Moran dengan mandornya Sutan Gigi Ameh.
Tahun 1942 Jepang masuk ke Bukittinggi, daerah ini diberi nama “Bukittinggi Shi Yakuso”. Sebagai salah satu bukti sejarah kekejaman Jepang di Bukittinggi adalah dengan dibuatnya Lubang Jepang di Panorama, Ngarai Sianok yang telah menelan ratusan atau mungkin ribuan tenaga masyarakat pribumi. Lubang Jepang dibuat atas instruksi Letjen Moritake Tanabe Panglima Divisi ke 25 Angkatan Darat Balatentara Jepang. Konstruksi lubang ini dikerjakan sejak 1942 dan selesai pada awal Juni 1944 dengan kedalaman mencapai 49 meter di bawah permukaan tanah.
Pada masa kekuasaan Jepang, Bukittinggi tampil sebagai ibukota kawasan Sumatera dan Semenanjung Malaya. Berlanjut ke masa awal kemerdekaan 1945-1950 Bukittinggi juga memainkan peran pentingnya sebagai : Ibukota Keresidenan Sumatera Barat, Ibukota Provinsi Sumatera, Ibukota Republik Indonesia kedua setelah Yogyakarta. Serangakaian fakta tadi seharusnya membuat kita makin yakin untuk bisa menampilkan Bukittinggi sebagai kota bersejarah dan tentunya kita harus mempertahankan semua situs yang ada di kota ini. Kota yang di bangun atas jiwa dan detak nafas kesejarahan dengan nilai keminangkabauan.
Selanjutnya kita lihat lagi kejadian penting di kota ini, pada tahun 1948 Belanda yang melakukan Agresi Militer, mereka berusaha menguasai kota Bukittinggi. Bukittinggi saat itu menjadi ibu kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia sejak 19 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949. Lebih kurang tujuh bulan menjadi ibu kota negara menjadikan nama Bukittinggi tak akan bisa dilepaskan dari sejarah bangsa ini.
Pada tahun 1950 mulai muncul bibit konflik antara pemerintah pusat dan daerah. Masalah ini makin berkepanjangan sehingga terjadi pergolakan daerah yang berlanjut pada perang saudara akibat dibentuknya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebuah konflik yang menyedihkan dan baru berakhir secara resmi 29 Mei 1961. Setelah Ahmad Husein menyerah kalah pada pemerintah pusat. Namun dampaknya terus mengalir dan terasa sampai tahun-tahun berikutnya. Dalam masa PRRI itu, Bukittinggi juga menjadi kota penting dengan berbagai kisah dan peristiwa yang terjadi.
Berlanjut dengan peritiwa penting lainnya yaitu pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965. Di berbagai daerah muncul pertentangan dengan anggota PKI. Di Sumatera Barat, orang-orang yang menduduki peran penting dan terkait dengan PKI mulai disingkirkan sehingga suasana politik di Sumatera Barat pun menjadi panas.
Pergolakan politik yang juga menampilkan nama Bukittinggi sebagai salah satu episentrum peristiwa penting dan pergolakan dizaman itu bahkan pada tahun 1966 kota ini menjadi basis pergerakan para pemuda dalam upaya mewujdkan tiga tuntutan rakyat.
Selain kejadian dan sejarah penting, bangunan dan peninggalan bersejarah, Bukittinggi juga melahirkan banyak tokoh dan pemikir bangsa. Mereka ada yang memang dilahirkan di tanah Kurai. Seperti Muhammad Hatta, Usmar Ismail, Syekh Muhammad Djamil Jambek dan tokoh lainnya. Ada juga yang tumbuh dan lahir dari pendidikanya di Bukittinggi seperti : Abdoel Latief, Nawawi Sutan Makmur, Syekh Ahmad Chatib Al Minangkabawi, Ibrahim Dt. Tan Malaka, Syarifah, Rustam Effendi, Sutan Syahrir, Dahlan Abdullah dan masih banyak tokoh lainnya.
Rangkaian panjang itu akan lebih mudah disajikan dengan menarik dan lebih nyata dengan keberadaan Museum Kota Bukittinggi. Semoga dalam momen hari jadi Kota Bukittinggi yang ke 241, tanggal 22 Desember 2025 nanti dan seiring dengan penamaan Bukittinggi Kota Perjuangan, langkah untuk membuat sebuah museum kota semakin nyata. Pemerintah kota tentu bisa mencari peluang dan jalan untuk mewujudkan semua itu. Aaamin.
Tag :#Museum Bukittinggi
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
"ANAK DARO" DIKLAIM KOPI KERINCI JAMBI OLEH ROEMAH KOFFIE, POTENSI PENCAPLOKAN BUDAYA MINANG PICU KONTROVERSI
-
FWK MEMBISIKKAN KEBANGSAAN DARI DISKUSI-DISKUSI KECIL
-
VERRY MULYADI DAN 'CHALLENGE' JADI KETUA PSSI SUMATERA BARAT
-
SANKSI BERAT BAGI OLAHRAGA INDONESIA
-
ILUSI KEBEBASAN; MEMBACA ULANG RUANG DIGITAL DAN RELASI TERSELUBUNGNYA
-
PENERAPAN AKUNTANSI MANAJEMEN PADA FURNITURE BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
-
DIMANA MUSEUM KOTA BUKITTINGGI?
-
"ANAK DARO" DIKLAIM KOPI KERINCI JAMBI OLEH ROEMAH KOFFIE, POTENSI PENCAPLOKAN BUDAYA MINANG PICU KONTROVERSI
-
MEMBUMIKAN KOPI MINANG: DARI SEJARAH 1840 HINGGA GERAKAN MENANAM KAUM
-
FWK MEMBISIKKAN KEBANGSAAN DARI DISKUSI-DISKUSI KECIL