HOME SOSIAL BUDAYA PROVINSI SUMATERA BARAT

  • Jumat, 7 Oktober 2022

Webinar Satupena: Kehebatan Orang Minangkabau Dibangun Melalui Pendidikan Dan Tradisi Literasi

Webinar Satupena, Literasi Minangkabau: Dulu, Sekarang dan Akan Datang (06/09/2022)
Webinar Satupena, Literasi Minangkabau: Dulu, Sekarang dan Akan Datang (06/09/2022)

Padang (Minangsatu) - Kehebatan orang Minangkabau pada masa lalu tidap dapat dioungkiri. Kuncinya, termasuk kini dan masa depan, terletak pada tingginya perhatian kepada pentingnya pendidikan dan kuatnya tradisi literasi. Tradisi literasi tersebut yakni  membaca dan menulis, pada berbagai dimensi dan implementasi.

Demikian terungkap dalam webinar Obrolan Hati Pena#58 bertajuk, "Literasi Minangkabau: Dulu, Sekarang dan Akan Datang," yang diselenggarakan pada Kamis (6/10/2022) malam.  

Webenar tersebut menampilkan narasumber Khairul Jasmi (Pemimpin Redaksi Harian Singgalang) dan Hasril Chaniago (Penulis Biogrofi). Bertindak sebagai Host Elza Peldi Taher dan Armaidi Tanjung.

Webinar diselenggarakan Satupena Indonesia, yang  sekaligus merupakan kegiatan pra International Minangkabau Literacy Festival (IMLF) yang akan diselenggarakan DPD Satupena Sumbar pada 22-27 Februari 2023 mendatang. 

Hasril Chaniago menggambarkan bagaimana tradisi membaca dan menulis yang menjadi kunci kehebatan orang Minangkabau. Para tokoh besar, pemikir, intelektual, dan cendekiawan asal Minangkabau lahir karena tradisi literasi (membaca dan menulis). Selain 'gila membaca' mereka juga 'gila menulis', serta menguasai banyak bahasa asing. 

“Bung Hatta pulang dari Negeri Belanda setelah menyelesaikan sekolah tinggi ekonomi di Rotterdam (1931) membawa 16 peti buku, masing-masing peti berukuran setengah kubik. Untuk menyusun buku-buku tersebut di rumah Ayub Rais diperlukan waktu tiga hari. Hatta kemudian dikenal sebagai Bapak Bangsa yang paling banyak menulis buku. Selain bahasa Indonesia, Hatta lancar membaca dan menulis dalam bahasa Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman”, kata Hasril yang kini sedang menyiapkan buku biografi memuat 1001 tokoh Minang.
 
Menurut Hasril, Muhammad Yamin membaca, belajar, dan menulis segala hal: sejarah, hukum tata negara, puisi dan prosa, hingga soal Jawa kuno dan menguasai pula bahasa Sansekerta. Siapa yang tidak kenal dengan Tan Malaka, Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, Mohammad Natsir, Buya Hamka, Abu Hanifah, Rosihan Anwar, Usmar Ismail, dan banyak lagi. Mereka besar karena hidup dalam tradisi literasi yang luar biasa, gila membaca dan produktif menulis. 

Generasi berikutnya ada Prof. Taufik Abdullah, Prof. Alwi Dahlan, Prof. A. Syafii Maarif, lalu diteruskan  Prof. Dr. Azyumardi Azra, Dr. Fadli Zon. Jangan lupa, Prof. Dr. Irwandi Jaswir, ilmuan peneliti ahli halal dunia peraih King Faisal Prize 2018 yang sangat produktif meneliti dan menulis. 

Azyumardi Azra  seorang wartawan, sejarawan, intelektual dan penulis yang sangat produktif, bahkan untuk menyimpan koleksi bukunya  puluhan ribu judul harus menyediakan sebuah rumah khusus sebagai perpustakaan pribadinya. 

“Begitu pula Fadii Zon,  kolektor buku dan bacaan yang oleh Kompas dinyatakan sebagai pemilik perpustakaan pribadi terbesar di Indonesia, dan pemegang 9 rekor MURI berkaitan dengan literasi dan semacamnya", ujar Hasril. 

Begitu pula, “Sekitar 75 persen penulis Angkatan Balai Pustaka adalah orang Minang. Di setiap angkatan: Pujangga Baru, Angkatan 45, dan Angketan 66, nama sastrawan asal Minangkabau tidak bisa dilupakan. Dari sejumlah sastrawan terkemuka Indonesia di era modern, enam sastrawan asal Minangkabau pernah meraih penghargaan SEA Write Award. Mereka adalah A.A. Navis, Taufiq Ismail, Wisran Hadi, Gus tf Sakai, Afrizal Malna, dan Rusli Marzuki Saria”, urai Hasril yang juga penulis dan  editor lebih 30 buku biografi dan sejarah itu.

Khairul Jasmi mencatat bahwa kaum terdidik Minangkabau tumbuh setelah Perang Paderi. Surau-surau dibangun kembali dengan puluhan ribu murid. Kemudian Belanda memperlebar jalan dagang di Minangkabau dengan maksud agar Minangkabau mudah dikendalikan. Munculah jaringan jalan raya dan jalan kereta api. 

Jaringan jalan raya dan kereta api ternyata membawa manfaat lain bagi anak nagari karena mempermudah akses ke kota-kota, yang menjadi sentra-sentra sekolah Belanda, terutama di Padang,  Bukittinggi dan Padang Panjang.

“Pelajar-pelajar sekolah Belanda mengubah cara pandang anak-anak Minangkabau tentang pendidikan. Pada akhir abad 18 ulama muda Minangkabau silih berganti datang ke Mekkah dan bermukim di sana. Ulama itu belajar kepada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, yakni orang Minangkabau yang sudah bermukim di sana sampai wafat pada 1916.  Semua muridnya setelah kembali ke Nusantara mendirikan madrasah-madrasah”, kata wartawan yang akrab disapa KJ itu.

Khairul Jasmi menganalogikan, kalau mau melihat kehancuran orang Minangkabau, maka jauhkan mereka dari pasar, sekolah dan surau. Sebab, ketiga tempat tersebutlah yang menjadikan orang Minangkabau kuat. Menurutnya, pasar adalah pusat ekonomi, sekolah tempat melahirkan cendikiawan dan tokoh, sedangkan surau melahirkan ulama. 

Turut berkontribusi aktif dalam webinar Satupena adalah Ketua Umum Denny JA, Ketua Satupena Sumatera Barat Sastri Bakry, dan beberapa orang penanggap di antara 87 peserta webinar yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.(*)


Wartawan : Hasanuddin Dt Tan Patih
Editor : Benk123

Tag :#satupena

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com