- Kamis, 16 Oktober 2025
Palasik Dan Psikologi Ketakutan Kolektif Masyarakat Minangkabau
Palasik dan Psikologi Ketakutan Kolektif Masyarakat Minangkabau
Oleh: Muhammad Fawzan
Di antara kisah horor yang beredar di Sumatera Barat, tidak ada yang sepopuler Palasik. Namanya berbisik di telinga masyarakat nagari sejak zaman nenek moyang. Di setiap rumah tua, setiap ibu hamil, bahkan setiap anak kecil, pasti pernah mendengar peringatan, “Jangan keluar malam, nanti dipalasik.”
Namun di balik terornya, Palasik menyimpan pelajaran tentang bagaimana masyarakat Minangkabau memahami konsep takut, iman, dan solidaritas sosial.
Ketakutan yang Menyatukan
Ketika malam tiba dan denting azan Magrib terdengar, seluruh rumah menutup pintu dan jendela. Tindakan sederhana itu bukan semata ritual, tapi bentuk solidaritas sosial yang lahir dari rasa takut bersama. Takut yang justru membuat masyarakat saling peduli.
“Kalau ada bayi lahir, tetangga ikut berjaga,” kata Mak Uni, warga Nagari Koto Baru. “Takut Palasik datang, tapi juga biar sama-sama bantu doa.”
Rasa takut terhadap Palasik menjelma menjadi kekuatan sosial yang melindungi. Ia melahirkan gotong royong spiritual, sistem pertahanan bersama yang menggabungkan adat dan agama.
Manusia di Balik Mitos
Di banyak daerah, orang yang dituduh Palasik biasanya mereka yang penyendiri, jarang bergaul, atau memiliki tatapan mata tajam. Stigma ini sering berujung pada pengucilan sosial. Dalam perspektif antropologi, hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat tradisional menyalurkan rasa takut terhadap hal yang tidak mereka pahami ke dalam bentuk personifikasi menjadikan seseorang sebagai simbol ancaman.
Namun menariknya, dalam banyak kasus, tuduhan ini tidak pernah berujung kekerasan. Masyarakat Minang memilih “mengobati” dengan doa, bukan menghukum. Ini menunjukkan bahwa rasa takut di Ranah Minang dibingkai dengan spiritualitas, bukan kebencian.
Makna Edukatif di Balik Kengerian
Di masa lalu, kisah Palasik digunakan oleh para orang tua untuk mendidik. Ibu hamil diingatkan untuk tidak keluar malam, anak-anak dilarang tidur larut, dan seluruh keluarga diharapkan menjaga kebersihan serta membentengi diri dengan doa.
Cerita Palasik adalah bentuk pendidikan moral dan religius yang dikemas melalui kisah mistik. Ia mengajarkan bahwa kejahatan selalu berawal dari penyalahgunaan ilmu dan ambisi manusia yang tak terkendali.
Mitos yang Tak Pernah Mati
Kini, meski teknologi dan sains berkembang, kisah Palasik masih bertahan. Ia mungkin tidak lagi ditakuti dalam arti literal, tapi tetap hidup dalam percakapan warga, cerita di lapau, dan kisah di malam takbiran.
Palasik adalah bagian dari identitas kultural masyarakat Minangkabau, sebuah cara untuk memahami relasi antara manusia, alam, dan hal-hal yang tak kasat mata. Karena di Ranah Minang, mitos bukan sekadar dongeng. Ia adalah cermin cara pandang hidup, bahwa kekuatan sejati bukan pada ilmu hitam, tetapi pada iman dan keseimbangan batin.
Editor : melatisan
Tag :#Palasik
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
PALASIK: BAYANG-BAYANG GELAP DI BALIK TERANG ADAT MINANGKABAU
-
KESEIMBANGAN GENDER DALAM SISTEM MATRILINEAL MINANGKABAU
-
FILSAFAT DAN NILAI SOSIAL DI BALIK IRAMA GANDANG SILEK MINANGKABAU
-
PANTUN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI ORANG MINANG
-
MAKNA FILOSOFIS DAN TRANSFORMASI TARI PIRING DI ERA MODERN
-
BERMULA DARI LUHAK KE NEGERI ORANG MEMAKNAI SUMPAH PEMUDA ALA PERANTAU MINANGKABAU
-
ILUSI KEBEBASAN; MEMBACA ULANG RUANG DIGITAL DAN RELASI TERSELUBUNGNYA
-
PENSIUNKAN SEMUA JENDERAL POLISI
-
KONFLIK POLITIK DI INDONESIA: CERMIN KETEGANGAN SOSIAL ATAU KEGAGALAN DEMOKRASI?
-
UPAYA MELINDUNGI BAHASA ABORIGIN DI TENGAH ARUS GLOBALISASI