HOME LANGKAN TINGKOK

  • Kamis, 3 April 2025

Gereja Di Tengah Nagari: Kisah Toleransi Muslim-Kristen Di Sungai Buluah Barat

Gereja di Tengah Nagari: Kisah Toleransi Muslim-Kristen di Sungai Buluah Barat

Oleh: Andika Putra Wardana

Kompleks rumah ibadah di Korong Tanjung Basung II ibarat miniatur Indonesia. Di lahan seluas 2 hektar, berdiri berdampingan tiga masjid, satu mushalla, satu gereja Protestan (BNKP), dan satu gereja Katolik. "Inilah simbol toleransi sejati di Nagari Sungai Buluah Barat," kata Pendeta Efendi Hia dari Gereja BNKP.

Gereja BNKP telah ada sejak 1954, diresmikan oleh Bupati Taher Samad dari Padang Pariaman. Sedangkan gereja Katolik menyusul pada 1967, meski baru memiliki bangunan permanen tahun 1995. "Awalnya kami beribadah di rumah pendeta," ujar Pastor Riko Lase dari Gereja Katolik Santa Maria.

Keberadaan gereja-gereja ini tak lepas dari peran Rajo Sampono. Menurut catatan arsip nagari, izin pendirian gereja hanya diberikan setelah komunitas Nias memenuhi limbago dituang. "Mereka harus membuktikan komitmen sebagai bagian nagari terlebih dahulu," jelas Bahrun Hikmah.

Namun, jalan toleransi tak selalu mulus. Tahun 2010, rencana perluasan Gereja BNKP nyaris memicu konflik karena masalah sertifikat tanah.

"Warga khawatir perluasan gereja akan mengubah tata ruang nagari," kisah Wali Nagari Sungai Buluah Barat, Fadli Amir. Konflik berakhir dengan pembekuan proyek setelah mediasi yang melibatkan Forkopimda setempat.

Yang menarik, gereja-gereja ini justru menjadi perekat sosial. Setiap tahun, umat Kristen dan Muslim bergantian mengadakan acara kebersamaan.

"Saat Idul Fitri, kami yang bantu menyiapkan hidangan. Saat Natal, mereka yang datang membantu," kata Pendeta Efendi. Model kerukunan ini kini menjadi studi kasus bagi banyak peneliti sosial.


Wartawan : Andika Putra Wardana
Editor : melatisan

Tag :#Limbago Dituang #Toleransi

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com