HOME SOSIAL BUDAYA KOTA SAWAHLUNTO

  • Senin, 2 Mei 2022

Upaya Damai Dua Wartawan Di Sawahlunto Terjadi. Begini Kronologis Kejadiannya

Proses Mediasi Hendra Idris dan Tumpak Abdurrahman di Kantor PWI Kota Sawahlunto, Kamis (28/4)
Proses Mediasi Hendra Idris dan Tumpak Abdurrahman di Kantor PWI Kota Sawahlunto, Kamis (28/4)

Sawahlunto (Minangsatu) - Ruang rapat utama balaikota tampak masih terisi setengah pada Senin pagi, 26 April 2022 dimana akan digelar acara konferensi pers Pemerintah Kota Sawahlunto terkait kesiapan pengamanan perayaan Hari Raya Hari Idul Fitri 1432 H/ 2022 M 

Waktu baru menunjukkan sekitar pukul 9 pagi. Konferensi Pers belum dimulai karena masih menunggu kedatangan Wako Deri Asta memasuki ruangan. Para wartawan tampak sudah mulai berdatangan.

Di barisan depan tampak hadir Sekdako Ambun Kadri, Asisten 1 Administrasi Pemerintahan Setdako Irzam,K serta Kabag Kominperhumas Wiza Andrita, pertanda Wako sebentar lagi memasuki ruangan.

Saya sendiri Hendra Idris Wartawan Minangsatu.com memasuki ruangan dari pintu samping. Pandangan saya langsung tertuju pada kursi kosong disamping Nova Hendra atau lebih akrab disapa Makno. Mamak rumah saya ini selain wartawan di media cetak lintas media.

Sejurus saya melihat disamping Nova Hendra  ada Pak Tumpak Abdurahman atau Bang TJ Wartawan PadangMedia.Com. Beliau salah satu wartawan senior di Sawahlunto.

Saat menyalami Makno, tidak menyalami Tumpak karena dia tidak memperhatikan kedatangan saya. Saat itu Makno langsung memprovokasi saya seperti "ulat bulu". Saya  merasa tidak nyaman saja karena situasi dan waktunya tidak tepat untuk berdebat soal politik. 

"Partai besar PKB kini Yo," ucap  Makno datar, ia sengaja mengomentari update status saya di Facebook tempo hari.

Saya bereaksi dengan menjawab, "PKB Iyo lah.  Partai Besar sama dengan Golkar dan PDIP, partai lima besar mah," balas saya dengan nada sedikit tinggi. 

Pembicaraan ganti topik setelah Uncu wartawan Radio SWL FM datang menyodorkan list daftar hadir. Saya melihat ada penggantian uang transpor sebesar Rp 100 ribu ditanda tangan. Kami berdua mengomentari uang transport itu. Namanya orang berkawan lama suka bercanda lepas lepas. Orang lain seharusnya tidak bisa masuk. 

Saya lalu mengomentari pakaian berwarna biru berlogo PWI yang dikenakan Makno. Ia memang tampak sering mengenakan atribut PWI dalam kesehariannya. Makno adalah anggota PWI yang militan.  

Meski sama-sama menjadi anggota muda  keanggotaan saya di PWI sudah non aktif sejak sekitar 7 tahun silam, karena saya belum megikuti Ujian Kompetensi Wartawan. 

Saya dulu sudah pernah menjadi Anggota Muda PWI setelah lulus ujian Karya Latihan Wartawan (KLW) di Padang Tahun 2012.

Saya kemudian mengomentari pakaian atau baju Makno pagi itu 

"Gagah baju PWI mah Mak. Cuma PWI kerjasama Jo Pemda berita relis tidak pernah nampak dibuek," candaan saya dengan maksud mengkritisi kinerja kewartawanan Makno, bukan untuk menghina lembaga PWI

Tidak ada saya melontarkan kata-kata penghinaan atau melecehkan profesi wartawan sebab saya juga wartawan. 

Saya mengatakan itu sebab sehari sebelumnya saya mendapat informasi dari bagian Humas akan ada peninjauan ulang kerjasama langganan koran dengan media cetak karena sebagian ada yang sudah tidak naik cetak/terbit. 

Disinilah pangkal mula masalah. Tiba-tiba Pak Tumpak langsung merespon pembicaran Saya. Saya melihat Tumpak sudah berdiri dan melempar pandangannya ke saya. 

"Elok-elok la ang ngecek,  PWI dak Ado buek berita relis. Aden PWI mah dang, taruih den buek berita ma," ujar Pak Tumpak, menimpali obrolan saya dengan Makno. 

Saya belakangan baru sadar kalau Tumpak memang biasa bercanda seperti itu. Tapi Saya  lepas kendali, Saya pikir Tumpak menantang saya berkelahi. Saya membalasnya melontarkan ucapan kurang pantas. 

"Panxxx dek Ang, tu Baa dek Ang? Dima katuju dek ang. Ang PWI aden PWI Lo mah, dulu den PWI pado Ang Mah," kata Saya dengan nada tinggi.  

Tumpak terus menjawab "O, PWI Ang Yo, jadih," kata Pak Tumpak. 

Saya tak merespon lagi ucapannya, seketika itu saya langsung keluar dari ruangan. Waktunya sekira pas dengan kedatangan Pak Wali memasuki ruangan rapat. Kejadian itu terjadi sebelum acara dimulai. Bukan saat jumpa pers sedang berlangsung. 

Saya langsung ingat jika Tumpak ada riwayat Jantung. Saya baru sadar kenapa saya bisa berkata sekasar itu padanya. 

Motor saya kehabisan bensin di jalan pulang dari Muaro Kalaban karena lupa isi bensin. Maklum, motor seken tarikan lelang kejaksaan itu saya beli dari pihak ketiga dengan cara hutang bank menggadai BPKB Mio Hijau Saya. Ini perlu saya jelaskan agar tidak terjadi fitnah dan kecemburuan sosial. 

Saya membuka handphone dan melihat ada pesan masuk dari Tumpak. Isi pesan, Tumpak  tidak menerima dengan sikap dan ucapan saya saat di ruang rapat itu dan akan membawa masalah ini ke ranah hukum jika saya tidak menyelesaikannya dalam waktu  3x24 jam.

Saya khawatir urusan bisa panjang kalau tidak segera diselesaikan. Sebab menurut saya mungkin ada unsur pidana dalam peristiwa itu, meski menurut saya agak lemah. Namun hukum bisa saja berkata lain.  

Saya menyadari kesalahan saya. Saya pun bergegas menemui Tumpak di Kantor PWI. Saya mengambil tangannya dan meminta maaf atas kekhilafan saya. Saya yakin Tumpak pasti memaafkan saya. Sebab hubungan saya dengannya selama ini baik-baik saja. Ia teman ngopi saya.

"Saya secara pribadi sudah maafkan ke, tapi masalah ini sudah saya serahkan ke Bg In ketua PWI. Karena ini sudah membawa bawa nama lembaga, saya serahkan ke ketua," ujar Tumpak sambil membuka kedua telapak tangannya.

Saya pikir masalah ini sudah selesai. Ternyata tidak, Tumpak benar. Kasus diambil alih, saya  ditelpon Ketua PWI Kota Sawahlunto Indra Yosep, pada Kamis pagi (28/4) Ia meminta saya datang ke kantor PWI untuk menyelesaikan masalah.

Saya datang ke PWI sekitar pukul 13.30. Sengaja lebih cepat agar masalah cepat selesai. Di kantor PWI cuma ada Tumpak. Kami pun ngobrol seperti biasa. Setelah itu baru satu persatu kawan-kawan anggota PWI berdatangan. 

Sayangnya, Makno sebagai saksi kunci kejadian dalam acara mediasi tidak bisa hadir, katanya masih ada urusan di kantor PUPR. Saya ingin mendengar keterangan Makno agar jelas kejadian sebenarnya. 

Makno tak kunjung datang. Saya meminta rapat dimulai saja karena saya punya agenda Bukber di Talawi. Saya lalu diminta Indra Yosep (Ketua PWI Sawahlunto) untuk menjelaskan kronologis kejadian begitu pun sebaliknya, keterangan Tumpak sama. 

Menurut Indra Yosep, Keterangan saya dan Tumpak sudah cocok dan selanjutnya dikembalikan ke anggota PWI lainnya. Apakah mereka setuju memaafkan saya. 

"Saya secara pribadi sudah tidak ada masalah. Saya sudah maafkan sejak kemaren itu. Tapi karena ini urusan lembaga saya serahkan ke Da In dan kawan-kawan," ucap Tumpak 

Saya kemudian meminta maaf satu persatu kepada kawan-kawan di PWI atas perkataan kasar saya ke Bg Tumpak. Disana hadir Anton, Subandi, Amin dan Rina Yosepin. 

Saya diminta menulis surat pernyataan yang isinya langsung didiktekan Ketua Indra Yosep. Makno sebelumnya sudah berpesan ke Saya agar Saya menuruti atau "maunjua" saat mediasi agar masalah ini cepat selesai. Saya mengikuti saran Makno setelah memastikan bahwa tidak akan terjadi proses "86" saat mediasi. 

Cukup sudah pengalaman pahit jadi pesakitan karena delik aduan wartawan teman sendiri. Dan ujung-ujungnya harus mengeluarkan biaya  puluhan juta untuk sebuah proses cabut perkara. Tidak cukup dengan kata maaf tapi ada rupiah dari proses negosiasi

Dalam mediasi itu hanya bertiga yang bicara. Saya, Tumpak dan Indra Yosep. Tidak ada satupun kawan-kawan bertanya atau meminta penjelasan saya terkait peristiwa jumpa pers itu. 

Memang yang hadir saat Jumpa Pers dan melihat langsung waktu kejadian hanya Saya Makno dan Tumpak. Kami bertiga yang tahu pokok persoalan.   

"Silahkan kalau kawan kawan mau menulis berita di media masing-masing, silahkan saja," kata Indra Yosep. 

Saya kaget juga ketika Ketua Indra Yosep  mengatakan,  jika harus ditulis silahkan. Sebab menurut saya ini hanya masalah kecil dalam internal wartawan di Kota Sawahlunto. Ini tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi sampai ditulis di media dan di medsos hingga seluruh dunia mengetahuinya. Hanya merusak citra daerah di ranah publik. Sebab pers ini adalah milik publik 

Saya diminta Ketua Indra Yosep untuk mengetik surat. Setelah itu saya dan Tumpak sepakat untuk tanda tangan surat upaya damai tersebut. Masalah selesai! 

Setelah itu saya meminta pamit ke kawan-kawan PWI karena saya ada acara Bukber PKB di Talawi. Tapi, malam harinya saya kecewa membaca berita baik di medsos maupun di media Siber. Pemberitaan itu sangat memojokkan saya. Seharusnya wartawan melihatnya dari kedua sisi. Apa penyebab awal peristiwa itu bisa terjadi.  

Foto-foto sewaktu mediasi dan hak perdata saya dalam surat upaya damai juga di publish ke medsos tanpa konfirmasi. Saya merasa sangat dirugikan.  

Saya dikatakan menyerang secara verbal. Faktanya, Saya lah yang diserang duluan. Sebab sejak awal lawan bicara saya adalah Makno. Saya bahkan tidak pernah bicara dengan Tumpak. 

Selain itu, tuduhan bahwa saya telah menghina lembaga PWI juga tidak tepat. Karena lawan bicara saya adalah Makno yang secara personal punya hubungan kerja sama dengan pemerintah daerah. Saya mengingatkan teman sendiri. Apakah salah? Saya sempat ingin mengajukan hak jawab. Tapi, biarlah itu saya tulis di media saya sendiri.*


Wartawan : Hendra Idris
Editor : Benk123

Tag :#sawahlunto

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com