- Jumat, 7 November 2025
Sate Danguang-Danguang: Gurihnya Lidah Dan Rempah Dari Nagari 50 Kota
Sate Danguang-Danguang: Gurihnya Lidah dan Rempah dari Nagari 50 Kota
Oleh: Andika Putra Wardana
Di antara hamparan sawah dan perbukitan hijau di Kabupaten Lima Puluh Kota, aroma daging bakar bercampur santan dan kelapa parut sering tercium dari tepi jalan. Asap tipis mengepul dari tungku arang dan tempurung kelapa, memanggil siapa pun yang lewat untuk berhenti sejenak. Dari sinilah lahir salah satu kuliner Minangkabau yang paling menggoda selera yang biasa dikenal dengan nama Sate Danguang-Danguang, warisan cita rasa yang lahir dari nagari bernama sama yaitu Danguang-Danguang.
Berbeda dengan kebanyakan sate di ranah Minang, hidangan ini punya rahasia sendiri. Daging sapi dan lidah yang menjadi bahan utama tidak langsung dibakar, tetapi terlebih dahulu direbus bersama aneka rempah, lengkuas, kunyit, daun salam, dan serai hingga empuk dan sarat rasa. Bahkan sebelum tersentuh bara api, dagingnya sudah lezat dimakan. Setelah direbus, barulah daging ini dipanggang di atas arang dan tempurung kelapa yang memberi aroma khas, harum, berasap, dan sedikit manis.
Ciri lain yang tak kalah menarik adalah penggunaan kelapa parut dalam bumbu. Serundeng yang disangrai bersama rempah menjadikan kuah sate Danguang-Danguang lebih gurih dibanding sate Padang pada umumnya. Inilah yang membuat banyak orang menyebutnya “sate yang lembut di lidah tapi kaya di rasa.” Kuahnya sendiri berwarna kuning pucat keemasan, hasil perpaduan santan dan kunyit yang kental. Ada versi yang sedikit lebih coklat karena tambahan kelapa sangrai, tapi keduanya tetap menampilkan rasa khas yang ringan namun dalam.
Dari segi rasa, Sate Danguang-Danguang memang lebih bersahabat bagi penikmat yang tidak terlalu suka pedas. Bumbunya tidak menyengat, tapi tetap beraroma kuat dan memikat. Berbeda dengan sate Padang Panjang yang kuahnya tidak bersantan, Sate Danguang-Danguang justru mendapatkan kekayaan rasa dari santan yang dimasak perlahan hingga berminyak halus di permukaannya.
Penyajiannya pun punya keunikan tersendiri. Di warung-warung sekitar Nagari Danguang-Danguang, sate tidak langsung disiramkan ke ketupat dalam satu piring besar. Sebaliknya, pembeli akan mendapatkan dua piring terpisah, satu berisi sekitar 40 tusuk sate yang masih hangat, dan satu lagi berisi ketupat dengan kuah santan kental. Pembeli bisa mengambil sendiri berapa banyak tusuk sate yang ingin dinikmati, menambahkan kuah sesuai selera, bahkan meminta tambahan ketupat jika masih ingin menyerap kelezatan kuahnya.
Biasanya, sate ini dimakan hangat-hangat bersama karupuak jangek, kerupuk kulit sapi khas Minangkabau yang renyah. Perpaduan tekstur daging empuk, kuah santan lembut, dan gurihnya kerupuk menciptakan harmoni rasa yang sulit dilupakan.
Tak heran jika banyak perantau asal Lima Puluh Kota selalu mencari sate ini saat pulang kampung. Bagi mereka, setiap tusuk sate Danguang-Danguang bukan sekadar makanan, tapi juga potongan nostalgia tentang rumah, nagari, dan masa kecil di tepian sawah. Kini, sate ini tak hanya ditemukan di Payakumbuh atau sekitar 50 Kota, tapi juga mulai merambah ke kota-kota besar di Sumatera Barat, bahkan ke rantau seperti Pekanbaru dan Medan.
Sate Danguang-Danguang adalah bukti bahwa setiap nagari di Minangkabau punya cara sendiri untuk mendefinisikan “lezat.” Jika sate Padang terkenal dengan kuah pedasnya yang merah pekat, maka Danguang-Danguang menghadirkan versi yang lebih lembut, santan-aromatik, dan kaya kelapa yang mengingatkan kita bahwa kelezatan tidak selalu harus menyengat, kadang justru hadir dari keseimbangan rasa yang menenangkan.
Editor : melatisan
Tag :#Sate Danguang-Danguang
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
MENGINTIP DUNIA JAJANAN TRADISIONAL MINANGKABAU, DARI SINGKONG, KELAPA, HINGGA KACIMUIH YANG LEGENDARIS
-
KAREH-KAREH, KELEZATAN HANGAT DARI NEGERI BERSELIMUT KABUT
-
GULAI GAJEBO, KELEZATAN BERLEMAK DARI PUNUK SAPI YANG JADI ‘KASTA TERTINGGI’ GULAI PADANG
-
GULAI TAMBUNSU: MAHAKARYA USUS BERISI TELUR, REFLEKSI KESABARAN BUDAYA MINANGKABAU
-
GULAI CANCANG KAMBING: WARISAN REMPAH, SIMBOL KEBERSAMAAN, DAN JANTUNG DAPUR MINANGKABAU
-
PENERAPAN AKUNTANSI MANAJEMEN PADA FURNITURE BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
-
DIMANA MUSEUM KOTA BUKITTINGGI?
-
"ANAK DARO" DIKLAIM KOPI KERINCI JAMBI OLEH ROEMAH KOFFIE, POTENSI PENCAPLOKAN BUDAYA MINANG PICU KONTROVERSI
-
MEMBUMIKAN KOPI MINANG: DARI SEJARAH 1840 HINGGA GERAKAN MENANAM KAUM
-
FWK MEMBISIKKAN KEBANGSAAN DARI DISKUSI-DISKUSI KECIL