HOME PERISTIWA RANTAU

  • Kamis, 4 Agustus 2022

Laila Tifah Dan Kana Fuddy Prakoso Dua Skrikandi Seni Lukis Indonesia, Karya-karyanya Memukau Mata Publik

Kana Fuddy Prakoso (memakai baret) tengah menjelaskan karyanya berjudul BUKAN FIKSI (e) TAPI FAKTA kepada salah seorang pengunjung pameran. Foto : Dok/Muharyadi.
Kana Fuddy Prakoso (memakai baret) tengah menjelaskan karyanya berjudul BUKAN FIKSI (e) TAPI FAKTA kepada salah seorang pengunjung pameran. Foto : Dok/Muharyadi.

Jakarta (Minangsatu) - Laila Tifah (52 th) dan Kana Fuddy Prakoso (49 th) dua sosok dari sedikit pelukis wanita Indonesia dalam dua dekade terakhir tetap saja eksis berkarya dan berpameran. Mereka berkarya, hasil dari penjelajahan kreativitas masing-masing dengan mengusung beragam persoalan/tema kepermukaan.

Bukan hanya itu, kedua pelukis paroh baya ini, selain gigih dan ulet mencari idiom-idiom baru, ternyata juga telah memiliki pengalaman puluhan bahkan ratusan kali berpameran secara kolektif dan sejumlah pameran tunggal di tanah air. Artinya, pada kedua pelukis muncul istilah ; "tiada hari tanpa berkarya, berpameran dan berkarya lagi" yang senantiasa melahirkan karya-karya terbaik setiap ruang dan waktu saat dihubungi Minangsatu ditempat berbeda, Kamis (4/8/2022).

Laila Tifah di depan salah satu karyanya Anomali, akrilik 200x300 cm. Foto : Dok/Muharyadi.

Laila Tifah, puteri sastrawan dan pelukis urang awak Nasjah Jamin yang akrab dipanggil Ifah ini menyebutkan, melukis bagi dirinya ternyata mampu menentramkan jiwanya bahkan menjadi obat melalui kerja lukis melukis. Bagi Ifah seni lukis ternyata mampu melengkapi kehidupan bathin bahkan alam bawah sadarnya.

Bahkan pelukis senior wanita Indonesia Titis Jabaruddin (78 th) dalam suatu kesempatan pameran "Sajamba Makan" di Taman Budaya Sumbar beberapa tahun lalu pernah berujar ; kehadiran pelukis wanita di tanah air saat ini, mampu mempelopori kesetaraan derajat pelukis wanita dan pria, karena semangat, perjuangan, keuletan dan kreativitas pelukis wanita Indonesia melalui karya-karyanya tak pernah gelap.

Menurut Ifah yang kini berpameran di dua tempat  : (1) Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat dalam pameran Manifesto VIII "Transposisi" 27 Juli hingga 26 Agustus 2022 dan (2) Pameran "Mata Air Bangsa" 31 Juli sampai 28 November 2022, persembahan untuk Gus Dur dan Buya Syafii Maarif di OHD Museum Magelang, Jawa Tengah bersama sejumlah seniman lain. Ifah menyebutkan, bagian menantang dalam berkarya, bukan dari segi teknik atau media yang digunakan, tapi pada pikiran. "Bagaimana saya mampu menjaga agar pikiran selalu aktif, baik pikiran bawah sadar maupun alam bawah sadar. Semua ini merupakan tantangan terberat yang senantiasa diupayakan tetap ada dalam diri. Misalnya bagaimana saya memikirkan suatu benda, peristiwa, manusia dalam waktu bersamaan yang dapat menganggunya," ujar Ifah yang menampilkan karya Anomali, akrilik 200x300 cm, 2019 di Jakarta dan Gulma Bangsa, 185x300 cm, akrilik, 2022 di Magelang.

Sementara pelukis wanita Kana Puddy Prakoso yang biasa dipanggil Kana dan teman akrab Ifah ini dalam pameran kolektifnya di Jakarta menyebutkan, karyanya dominan mengangkat image sepeda. Bagi Kana sepeda merupakan simbol human power,  atau disebut di era sekarang kendaraan serupa ini harus menggunakan kekuatan dan kemampuan sendiri untuk bertahan.

Uniknya di karya yang ditampilkan, perupa ini terlihat lebih akrab mengeksplorasi penggunaan media kardus yang tampak usang dan klasik, pada sisi lain juga berperan membantu memanfaatkan limbah kardus yang jumlahnya banyak ditemui dimana-mana, apalagi rumah kediaman pelukis wanita ini berdekatan dengan pasar.

Tampil dengan dominasi garis-garis tipis dan liar serta penuh ritme pada obyek karyanya menurut Kana, bagi obyek sepeda banyak kenangan yang bisa direkonstruksi kembali kepermukaan. "Alasan lain, selain menggunakannya saat sekolah menengah dulu di Kudus, Jawa Tengah, di daerah ini jumlah sepeda tanpa menimbulkan polusi udara ini, juga sekaligus menjadi kendaraan terbanyak diluar kendaraan bermotor," ujar Kana.

Hal yang menarik lagi, pada karya terbarunya ini terdapat kotak yang disebut sebagai kotak memori dan saya letakkan kerangka sepeda sebagai simbol semua kejadian yang dialami sebelumnya mengendap dan menjadikan kita seperti sekarang ini. Kotak ini hanya bisa diintip tanpa bisa dimasuki. "Semua menjadi kenangan yang bisa diintip tapi tak mungkin merubahnya. Bila kita diceritakan kepada orang lain, ia tak obahnya hanya sebagai cerita fiksi, sesuai juga dengan judulnya BUKAN FIKSI (e) TAPI FAKTA," ujar Kana menjelaskan.


Wartawan : Muharyadi
Editor : ranof

Tag :#Pameran lukisan #Ifah #Kana

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com