HOME VIRAL UNIK

  • Minggu, 9 November 2025

Gulai Gajebo, Kelezatan Berlemak Dari Punuk Sapi Yang Jadi ‘Kasta Tertinggi’ Gulai Padang

Gulai Gajebo
Gulai Gajebo

Gulai Gajebo, Kelezatan Berlemak dari Punuk Sapi yang Jadi ‘Kasta Tertinggi’ Gulai Padang

Oleh: Andika Putra Wardana

Di antara ratusan jenis kuliner Minangkabau yang tersebar dari pesisir hingga pedalaman, gulai menempati posisi yang istimewa. Bagi orang Minang, gulai bukan sekadar lauk, ia adalah simbol keseimbangan rasa, pedas yang membangkitkan semangat, gurih yang menenangkan lidah, dan aroma rempah yang membangunkan kenangan masa kecil di dapur nenek. Hampir setiap daerah di Sumatera Barat punya versi gulai sendiri, ada gulai tunjang, gulai paku, gulai tambunsu, hingga gulai cancang kambing. Tapi di antara semuanya, ada satu gulai yang sering disebut sebagai “kasta tertinggi” karena kenikmatannya yang ekstrem, inilah dia Gulai Gajebo.

Gulai Gajebo (atau Gajeboh, dalam dialek Minang) menggunakan bahan yang jarang ditemukan di hidangan lain, yaitu bagian punuk sapi, atau dalam istilah dapur disebut sandung lamur. Bagian ini hampir seluruhnya terdiri dari gajih, lemak kenyal yang membungkus serat daging tipis. Perbandingan daging dan lemaknya bisa mencapai tiga banding satu. Justru di situlah letak rahasianya, semakin sedikit dagingnya, semakin gurih rasanya.

Berbeda dari kebanyakan gulai yang menggunakan santan, Gulai Gajebo justru dimasak tanpa santan sama sekali. Lemak dari dagingnya sudah cukup untuk menciptakan rasa gurih yang mendalam dan tekstur lembut yang meleleh di mulut. Kuahnya berwarna merah menyala, hasil perpaduan cabai, bawang merah, jahe, kunyit, dan asam kandis yang menghasilkan sensasi asam padeh (asam pedas). Setiap suapannya seperti menyeimbangkan dua dunia, gurih lembut dari lemak, dan pedas segar dari kuah.

Sajian ini dipercaya berasal dari Padang dan sekitarnya, terutama dari masyarakat yang pandai memanfaatkan seluruh bagian sapi agar tidak ada yang terbuang. Dalam tradisi Minang, rasa hormat terhadap bahan makanan adalah bentuk penghargaan terhadap alam dan kerja keras peternak. Karena itu, bagian punuk yang bagi sebagian orang dianggap tidak bernilai justru diolah menjadi makanan yang begitu nikmat.

Gajebo juga punya filosofi tersendiri bagi masyarakat Minang. Ia melambangkan kemewahan yang sederhana, bukan dari bahan mahal, tetapi dari kepiawaian memasak dengan sabar dan telaten. Masyarakat sering menggolongkan gulai ini dalam tiga tingkat kenikmatan: “cukup gurih” bila daging lebih banyak dari lemak, “gurih” bila seimbang, dan “gurih sekali” bila isinya hampir seluruhnya gajih(lemak).

Namun, seperti semua kenikmatan duniawi, Gulai Gajebo datang dengan peringatan. Lemaknya yang tebal bisa membuat tengkuk terasa “berat” bila disantap berlebihan. Tak heran, orang Minang sering menyebutnya “makanan surga yang bisa menurunkanmu ke bumi lebih cepat kalau tak pandai mengatur diri.”

Kini, Gulai Gajebo sudah mulai jarang ditemukan di rumah makan Padang modern karena proses masaknya yang lama dan bahan utamanya yang sulit diperoleh. Tapi di warung-warung tradisional di Padang dan Bukittinggi, atau di lapau nasi Kapau di Tanah Datar, aroma khasnya masih sesekali menguar, mengundang siapa saja yang lewat untuk berhenti sejenak dan merasakan kenikmatan sejati dari Ranah Minang.


Wartawan : Andika Putra Wardana
Editor : melatisan

Tag :#Gulai Gajebo

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com