HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Rabu, 13 Maret 2024

DIALEK STANDAR DAN BAHASA MINANGKABAU UMUM

Lindawati
Lindawati

DIALEK STANDAR DAN BAHASA MINANGKABAU UMUM

Oleh: Lindawati*

 

Bahasa Minangkabau diberbagai wilayah di Sumatra Barat berkembang dengan warna dan corak yang berbeda-beda. Keragaman itu timbul akibat berbagai faktor yang ada di luar bahasa. Faktor yang berpengaruh terhadap munculnya variasi bahasa diantaranya adalah, faktor lokasi dan status sosial penuturannya. Ragam bahasa yang diakibatkan keragaman lokasi tutur disebut dengan dialek.

Secara tradisional, bahasa Minangkabau dibagi atas empat dialek yaitu dialek Agam, Tanah Datar, Lima Puluh Kota dan Pesisir (Medan dalam Muhardi, 1988:57). Perbedaan itu dapat dilihat dari cara penyebutan atau pelafalan sebuah kata atau perbedaan dapat juga dilihat dari penggunaan kata yang berbeda untuk mengacu pada objek yang sama. Contoh: kata yang artinya ‘cabut’ dalam Bahasa Indonesia, di daerah-daerah ada yang menyebutnya sebagai: bucuik, cubuik, bacuik, cubuk, cabuik dan mungkin masih ada cara lain.

Di antara  empat dialek bahasa Minangkabau yang dikemukakan di atas, secara teoritis salah satunya dapat dinyatakan sebagai dialek standar. Dialek standar adalah dialek yang digunakan oleh penutur yang berasal dari berbagai daerah yang mempunyai dialek yang berbeda. Faktor yang mendorong penggunaan salah satu dialek itu antara lain untuk menghilangkan hambatan psikologis, kekakuan komunikasi dan untuk menghilangkan salah pengertian. Oleh sebab itu, dialek standar berfungsi sebagai penengah di antara dielak-dialek yang ada dalam suatu bahasa.

Pernah, para penyelidik bahasa di akhir abad XIX dan awal abad XX berkesimpulan bahwa dialek Agam merupakan dialek standar bahasa Minangakabau. Hal ini berhubungan dengan fungsi Bukittinggi sebagai pusat berbagai kegiatan masyarakat yang ditandai dengan adanya sekolah raja, benteng pertahanan Belanda, pusat perdagangan, pusat kebudayaan, pusat pemerintahan dan pusat penyebaran agama Islam. Segenap anggota masyarakat Minangkabau berkepentingan dengan Bukittinggi, dan bahasa Minangkabau yang digunakan adalah dialek Agam.

Dialek standar dapat langsung berfungsi sebagai bahasa umum. Pada dekade tersebut bahasa Minangkabau umum identik dengan bahasa Minangkabau dialek Agam. Waktu itu, dialek Agam menyatukan segenap anggota masyarakat Minangkabau dalam menggunakan bahasa Minangkabu. Akan tetapi, dewasa ini bahasa Minangkabau umum tidaklah berasal dari salah satu dialek bahasa Minangkabau, termasuk juga dialek Agam. Bahasa Minangkabau umum merupakan anasir-anasir bahasa Minangkabau yang bersamaan dan tidak  bersifat spesifik dari salah satu dialek yang ada.

Dalam perjalanannya, bahasa Minangkabau umum berkembang dari bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa Minangkabau yang berasal dari beberapa daerah, dan di dalamnya tidak ditemukan atau dikenali lagi spesifikasi dari dialek tertentu. Dialek Agam tidak lagi dipakai dalam percakapan umum antarmasyarakat dari berbagai daerah di Minangkabau. Bahasa Minangkabau yang dipakai di kota-kota seperti Padang, Bukittinggi, dan di kota-kota di luar Sumatera Barat seperti Medan, Pekan Baru, Jakarta, Bandung tidaklah sama dengan salah satu dialek bahasa Minangkabau yang ada di daerah-daerah itu. Bahasa Minangkabau di kota-kota itu tidak lagi mengandung spesifik daerah- daerah tertentu. Bahasa Minangkabua yang dipakai di kota Padang dan kota-kota lainnya itulah yang dapat dikatakan sebagai bahasa Minangkabau umum.

Beberapa penyebab tidak dipakainya salah satu dialek tertentu di kota Padang antara lain adalah :

1. Penduduk kota Padang merupakan pencampuran segenap anggota masyarakat Minangkabau yang berasal dari seluruh pelosok nagari “desa” di Sumatera Barat. Sewaktu berkomunikasi mereka tidak lagi mungkin menggunakan dialek asalnya. Dialek asal masing-masing haruslah ditingggalkan

2.   Kota Padang telah menjadi pusat kehidupan sosial budaya yang menampung segala aktivitas kehidupan seperti pemerintahan, perekonomian, pendidikan, kesenian dan kebudayaan. Keberagaman tingkat kehidupan dan bentuk aktifitas menyebabkan tidak mungkin penggunaan bahasa yang beragam dalam percakapan-percakapan umum.

3.   Kota Padang merupakan pintu gerbang untuk masuk dan mengenali Sumatera Barat dan Adat Istiadat Minangkabau. Sebagai pintu gerbang, menyebabkan ia berperan menyuguhkan segala sesuatunya secara umum, termasuk ke dalamnya bahasa sebagai sarana komunikasi.

            Dengan demikian, bahasa Minangkabau umum adalah bahasa Minangkabau yang digunakan oleh anggota masyarakat kota Padang. Begitu juga dengan bahasa Minangkabau yang digunakan di kota-kota lain di luar Sumatera Barat. Di kota tersebut anggota masyarakat Minangkabau berhimpun dalam organisasi kekeluargaan Minangkabau yang berasal dari desa-desa yang berbeda di Sumatera Barat.

*Dosen Sastra Minangkabau FIB Universitas Andalas


Tag :#Opini #Didaktika #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com