HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Minggu, 26 Mei 2024

Tiga Surau Dengan Ratusan Naskah Kuno Di Sijunjung

oponi
oponi

Tiga Surau dengan Ratusan Naskah Kuno di Sijunjung

(Bagian Kesatu dari Tiga Tulisan)

Pramono*

 

Di Sumatera Barat, Kabupaten Sijunjung merupakan salah satu lokasi penting dalam penyimpanan naskah kuno Minangkabau. Di sini, terdapat dua ratusan bundel naskah yang tersimpan di dua surau utama, yaitu Surau Calau dan Surau Simaung. Koleksi ini tidak hanya banyak dari segi jumlah, tetapi juga beragam dari segi kandungan.

Surau-surau ini menyimpan koleksi naskah terbanyak di Sumatera Barat, menjadikannya pusat kajian penting bagi peneliti berbagai disiplin ilmu. Keberadaan naskah-naskah ini menunjukkan bahwa intelektual Islam pernah berkembang pesat di Sijunjung. Sayangnya, kajian tentang Islam lokal Minangkabau di wilayah ini masih sangat terbatas.

Keberadaan naskah-naskah ini juga bisa mendukung pemerintah Kabupaten Sijunjung dalam memperkaya dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD). Hal ini dapat membantu dalam merancang program pelestarian dan pengembangan khazanah naskah, serta mengajukan naskah-naskah tersebut sebagai cagar budaya dan warisan budaya takbenda Indonesia.

 

Koleksi Surau Calau

Surau Calau dibangun oleh Syekh Abdul Wahab (w. 1869), seorang ulama dari Tanjung Bonai Aur. Surau ini memiliki koleksi 99 bundel naskah, jumlah yang belum termasuk naskah yang rusak parah akibat usia dan penyimpanan yang kurang layak. Banyak naskah yang hilang atau diambil oleh kolonial Belanda, tetapi 99 bundel yang tersisa telah dideskripsikan dan didigitalkan pada 2011 oleh Kelompok Kajian Poetika Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas, bekerjasama dengan Tokyo University of Foreign Studies (TUFS) dan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa).

Dari pendeskripsian, terungkap bahwa naskah-naskah tersebut mencakup 339 teks dengan kandungan yang sangat beragam. Teks tasawuf mendominasi, diikuti oleh teks nahu saraf, teologi, fikih, hikayat, Alquran dan tafsirnya, takwim, pengobatan tradisional, dan hadis.

Pendeskripsian dan pendigitalan ini telah memicu beberapa kajian naskah dari koleksi Surau Calau. Penelitian tersebut mencakup teks takwim, hikayat, pengobatan tradisional, dan hadis, namun masih banyak teks lain yang belum tersentuh. Misalnya, naskah riwayat hidup Syekh Abdul Wahab dan naskah yang mengandung teks pengobatan tradisional serta azimat yang menarik untuk diteliti.

Selain teks, iluminasi di dalam naskah-naskah Alquran dan Khutbah Idulfitri dan Iduladha di Surau Calau juga menarik perhatian. Iluminasi dengan motif sulur berwarna hitam, kuning, dan merah adalah ciri khas naskah Minangkabau yang patut dipelajari lebih lanjut.

Surau Calau yang terletak di pinggir sungai Batang Sukam telah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya. Di kawasan ini juga terdapat pemakaman yang disebut tampat, di mana Syekh Abdul Wahab dan para penerusnya dimakamkan. Pengaruh Syekh Abdul Wahab yang besar membuat tampat ini menjadi tempat ziarah bagi penganut tarekat Syattariyah. Setiap tahun, pada malam ke-10 bulan Safar, ribuan orang dari berbagai wilayah datang untuk berziarah, bahkan di luar jadwal basafa, tradisi ini terus meningkat setiap tahunnya.

 

Potensi Penelitian dan Pelestarian

Keberadaan naskah-naskah kuno di Sijunjung, khususnya di Surau Calau dan Surau Simaung, merupakan bukti penting dari sejarah intelektual Islam di Minangkabau. Potensi penelitian dari naskah-naskah ini masih sangat besar dan terbuka lebar bagi para akademisi dari berbagai disiplin ilmu. Misalnya, riwayat hidup Syekh Abdul Wahab yang tersimpan dalam naskah kuno penting untuk segera diterbitkan suntingan teksnya, agar dapat dikenal lebih luas oleh masyarakat. Selain itu, naskah-naskah yang berisi teks pengobatan tradisional, azimat, dan konten lokal lainnya memiliki nilai penting untuk kajian budaya dan ilmu pengetahuan.

Tidak hanya penting untuk akademisi, informasi mengenai naskah-naskah ini juga bermanfaat bagi pemerintah daerah. Dengan dokumentasi yang lebih lengkap, pemerintah Kabupaten Sijunjung dapat menyusun program pelestarian yang lebih efektif, termasuk mengajukan naskah-naskah ini sebagai cagar budaya dan warisan budaya takbenda. Pengakuan ini akan membantu melindungi dan mempromosikan warisan intelektual yang berharga ini kepada generasi mendatang.

Oleh karena itu, diharapkan bahwa artikel ini dapat memancing minat lebih banyak peneliti untuk mengkaji khazanah naskah yang ada di Sijunjung. Langkah-langkah pelestarian yang tepat juga sangat penting untuk memastikan bahwa kekayaan budaya ini tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh generasi masa depan. Dengan demikian, Kabupaten Sijunjung bukan hanya menjadi tempat penyimpanan naskah kuno, tetapi juga menjadi pusat kajian dan pelestarian warisan budaya Minangkabau yang kaya dan beragam.

*Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas & Ketua Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA) Komisariat Sumbar


Tag :#Opini #Didaktika #Minangsatu #Manuskrip #Minangkabau #Surau

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com