- Kamis, 8 Juni 2023
RAGAM SUNTIANG

RAGAM SUNTIANG
Femmy Dahlan*
Pakaian anak daro (pengantin perempuan) di Minangkabau dilengkapi dengan tutup kepala atau hiasan kepala. Salah satu bentuk hiasan kepala yang digunakan anak daro disebut dengan suntiang. Suntiang adalah hiasan kepala yang paling umum digunakan oleh anak daro (pengantin perempuan) di hari pernikahannya. Secara penampilan penggunaan suntiang terlihat indah dan megah. Namun, dibutuhkan waktu lama untuk memasang suntiang di kepala anak daro.
Suntiang disusun di kepala anak daro berdasarkan jenis hiasan yang membentuknya. Pada masing-masing lapis sudah ditentukan jumlah deret hiasannya. Sebagai identitas budaya, suntiang yang dipasangkan pada anak daro tentu disesuaikan dengan asal daerah anak daro tersebut. Fenomena masa kini kebanyakan orang, termasuk orang Minangkabau sendiri beranggapan bahwa suntiang hanya ada satu ragam saja
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menjelaskan hasil pemetaan ragam suntiang Minangkabau tempo dulu dan masa kini. Pemetaan ini dapat mengembalikan nilai-nilai budaya yang ada pada suntiang sebagai simbol identitas perempuan Minangkabau. Dengan adanya pemetaan ini, ragam suntiang yang ada di Minangkabau dapat dipertahankan dari kepunahan. Untuk mencapainya telah dilaksanakan pendokumentasian tertulis dan visual terhadap ragam suntiang (Dahlan dan Immerry, 2017).
Istilah suntiang dalam masyarakat Minangkabau mengacu pada hiasan kepala yang digunakan pengantin perempuan. Hiasan ini memiliki ukuran yang beragam dari yang kecil hingga besar dengan warna keemasan atau keperakan yang khas. Keberadaan suntiang sebagai bagian dari pakaian pengantin perempuan Minangkabau, membuat pesta pernikahan budaya Minangkabau berbeda dari budaya lain di Indonesia. Suntiang menjadi suatu kebanggaan tersendiri yang telah diwariskan secara turun temurun.
Ragam suntiang merupakan sebuah fenomena, sebuah fakta suntiang; kenyataan tentang penggunaan suntiang oleh perempuan Minangkabau. Suntiang yang seyogyanya terbuat dari bahan yang berat, sekarang ini sudah ada bentuk duplikasinya yang lebih ringan. Suntiang yang lebih ringan ini mulai banyak digunakan oleh pengantin perempuan Minangkabau. Fenomena lain juga terdapat pada orang yang memasangkan suntiang di kepala anak daro. Dahulu, yang memasangkan suntiang atau disebut juga dengan tukang suntiang adalah perempuan yang memiliki pengetahuan khusus tentang suntiang. Pada masa sekarang, kebanyakan suntiang dipakaikan oleh pekerja salon yang mungkin tidak mengetahui adanya ragam suntiang Minangkabau. Bahkan, saat ini tidak sedikit ditemukan yang memasangkan suntiang adalah laki-laki.
Fenomena ini tidak dapat dipungkiri seperti yang disebutkan oleh Thaib (2014) bahwa meskipun telah terjadi modifikasi pada pakaian adat Minangkabau tetapi diharapkan hasil dari modifikasi tersebut tidak mereduksi nilai-nilai yang esensial dari pakaian suatu budaya. Sependapat dengan hal tersebut, memang yang terjadi saat ini menjadi sesuatu yang sangat mengkhawatirkan, mengingat semakin terkikisnya identitas budaya Minangkabau.
Beberapa perubahan pada suntiang, seperti yang telah dipaparkan di atas, baik dari segi bahan pembuatan suntiang, orang yang memasangkan suntiang, dan bahkan sekarang ini sudah tidak diketahui seberapa dalam pengetahuan para pemasang suntiang. Deskripsi fenomena suntiang diulas dari masa tempo dulu (dari abad ke-18) hingga masa kini (mulai abad ke-20).
Ragam suntiang tempo dulu (dari abad ke-18) adalah suntiang pisang saparak dan suntiang gurai. Ragam suntiang masa kini (mulai abad ke-20) adalah suntiang pisang sasikek, suntiang pudiang, suntiang pisang saparak, dan suntiang kembang goyang. Jika diurutkan dari abad ke-18 hingga saat ini, maka ragam Suntiang yang digunakan perempuan Minangkabau adalah (1) Suntiang Pisang Saparak, (2) Suntiang Gurai, (3) Kombinasi Suntiang Pisang Saparak - Gurai, (4) Suntiang Pisang Sasikek, (5) Suntiang Pudiang, dan (6) Suntiang Kembang Goyang. Uraian tentang fenomena suntiang dipaparkan dengan gambar dan keterangan pada masing-masing gambar.
- Suntiang Pisang Saparak
Gambar 1 Suntiang Pisang Saparak
Sumber: Dokumentasi PDIKM Padang Panjang
Gambar 2. Perempuan Minangkabau tempo dulu menggunakan suntiang pisang saparak
Sumber: Dokumentasi MuseumTropen Belanda
https://www.google.com/search?q=museum+tropen+belanda+suntiang+minangkabau
Gambar 3. Suntiang pisang saparak yang ditemukan di daerah Silungkang pada tahun 2017. Suntiang ini berusia kurang lebih seratus lima puluh (150) tahun. Suntiang dibuat dari emas.
Sumber: Koleksi pribadi
Gambar 4. Perempuan Minangkabau tempo dulu menggunakan suntiang pisang saparak
Sumber: Dokumentasi Museum Tropen Belanda
https://www.google.com/search?q=museum+tropen+belanda+suntiang+minangkabau
Gambar 5. Suntiang Pisang Saparak tampak belakang
Sumber: Dokumentasi Museum Tropen Belanda
https://www.google.com/search?q=museum+tropen+belanda+suntiang+minangkabau
Gambar 6. Suntiang Pisang Saparak
Ragam suntiang ini banyak digunakan perempuan di daerah Solok
Sumber: Dokumentasi PDIKM Padang Panjang
- Suntiang Gurai
Gambar 7. Perempuan Minangkabau menggunakan varian suntiang gurai
Sumber: Dokumentasi PDIKM Padang Panjang
Gambar 8. Varian suntiang gurai Dokumentasi Museum Tropen Belanda
Sumber: Dokumentasi Museum Tropen Belanda
https://www.google.com/search?q=museum+tropen+belanda+suntiang+minangkabau
Gambar 9. Varian suntiang gurai, ditemukan di Bukittinggi tahun 2017
Sumber: Koleksi Pribadi
- Kombinasi Suntiang Pisang Saparak – Gurai