- Kamis, 13 Maret 2025
Peran Harimau Nan Salapan Dalam Perang Padri: Konflik Yang Mengubah Minangkabau

Peran Harimau Nan Salapan dalam Perang Padri: Konflik yang Mengubah Minangkabau
Minangkabau, Sumatera Barat, menyimpan sejarah panjang tentang perjuangan dan konflik yang membentuk identitas masyarakatnya. Salah satu peristiwa paling penting adalah Perang Padri, yang terjadi antara tahun 1803 hingga 1838. Perang ini bukan sekadar pertikaian antara dua kelompok, melainkan juga pergulatan antara tradisi lama dan ajaran Islam yang ingin dimurnikan. Di balik perang ini, ada sekelompok tokoh yang dikenal sebagai Harimau Nan Salapan, yang memainkan peran kunci dalam menggerakkan perlawanan terhadap praktik-praktik yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam.
Latar Belakang: Dari Kerajaan Pagaruyung hingga Masuknya Islam
Kerajaan Pagaruyung, yang pernah berdiri di Sumatera Barat sekitar abad ke-14 hingga ke-19, adalah salah satu kerajaan penting di Nusantara. Awalnya bercorak Hindu, kerajaan ini kemudian berubah menjadi kerajaan Islam setelah pengaruh Islam masuk melalui para musafir dan ulama dari Aceh dan Malaka. Menurut M. Nur Ali, seorang ahli sejarah, Islam mulai memengaruhi Kerajaan Pagaruyung pada abad ke-16, dan pada abad ke-17, kerajaan ini resmi menjadi kerajaan Islam dengan raja pertamanya, Sultan Alif.
Namun, perubahan ini tidak berjalan mulus. Masyarakat Minangkabau, yang sebelumnya menganut sistem adat Hindu, mulai terpecah antara yang ingin mempertahankan tradisi lama dan yang ingin menerapkan ajaran Islam secara menyeluruh. Inilah awal mula konflik yang kemudian dikenal sebagai Perang Padri.
Trio Haji dan Pengaruh Gerakan Wahabi
Perang Padri tidak bisa dilepaskan dari pengaruh gerakan Wahabi yang berkembang di Arab Saudi. Menurut Safwan Rozi, peneliti dari STAIN Bukit Tinggi, gerakan Wahabi yang dipelopori oleh Muhammad Ibn Abdul Wahab bertujuan memurnikan ajaran Islam dari praktik-praktik yang dianggap bid'ah (inovasi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam). Gerakan ini menginspirasi tiga orang haji asal Minangkabau yang baru pulang dari Mekkah pada tahun 1803. Mereka dikenal sebagai Trio Haji, terdiri dari Haji Miskin, Haji Sumantik, dan Haji Piobang.
Trio Haji ini membawa semangat pemurnian Islam ke Minangkabau. Mereka melihat banyak praktik adat yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti perjudian, penyabungan ayam, dan minuman keras. Mereka pun mulai mengajak masyarakat untuk meninggalkan praktik-praktik tersebut. Namun, upaya ini mendapat tentangan dari kaum adat yang ingin mempertahankan tradisi mereka.
Harimau Nan Salapan: Tokoh Kunci di Balik Perang Padri
Di tengah gejolak ini, muncul sekelompok tokoh yang dikenal sebagai Harimau Nan Salapan (Harimau yang Delapan). Mereka adalah delapan pemimpin perguruan di Minangkabau yang gigih dalam menyebarkan ajaran Islam dan memerangi praktik-praktik yang dianggap bertentangan dengan Islam. Menurut S. Metron Masdison, penulis buku "Tokoh-Tokoh Gerakan Padri", Harimau Nan Salapan dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh dan termasuk tokoh-tokoh seperti Tuanku Imam Bonjol, yang kelak menjadi ikon perlawanan terhadap Belanda.
Pada tahun 1815, Harimau Nan Salapan menyerang Pagaruyung, pusat kekuasaan Kerajaan Minangkabau. Serangan ini menyebabkan Raja Pagaruyung, Sultan Arifin Muningsyah, melarikan diri ke Lubukjambi. Menurut catatan sejarah, ketika Raffles, gubernur Inggris di Jawa, mengunjungi Pagaruyung pada tahun 1818, ia hanya menemukan sisa-sisa istana yang telah hangus terbakar. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya konflik yang terjadi.
Dampak Perang Padri: Konflik dan Perubahan Sosial
Perang Padri bukan hanya sekadar pertikaian antara kaum adat dan kaum padri. Menurut Haedar Nashir, pengurus pusat Muhammadiyah, perang ini juga membawa dampak besar bagi masyarakat Minangkabau. Di satu sisi, perang ini berhasil membersihkan praktik-praktik yang dianggap bid'ah dan khurafat. Namun, di sisi lain, perang ini juga menimbulkan konflik dan krisis sosial yang berkepanjangan.
Kaum padri, yang awalnya bertujuan memurnikan ajaran Islam, akhirnya terlibat dalam perang fisik melawan kaum adat yang didukung oleh Belanda. Hal ini membuat konflik semakin rumit dan berlarut-larut. Meskipun demikian, semangat dan kegigihan Harimau Nan Salapan dalam menyebarkan Islam patut diapresiasi. Mereka adalah tokoh-tokoh yang gigih memperjuangkan keyakinan mereka, meskipun harus menghadapi tantangan besar.
Warisan Harimau Nan Salapan
Perang Padri adalah salah satu babak penting dalam sejarah Indonesia yang menunjukkan betapa kuatnya pengaruh agama dalam membentuk masyarakat. Harimau Nan Salapan, dengan semangat pemurnian Islam yang mereka bawa, memainkan peran kunci dalam perang ini. Meskipun perang ini menimbulkan konflik dan krisis, warisan yang ditinggalkan oleh Harimau Nan Salapan tetap menjadi bagian penting dari sejarah Minangkabau.
Sebagai generasi sekarang, kita bisa belajar dari semangat dan kegigihan mereka dalam memperjuangkan keyakinan. Namun, kita juga harus mengambil pelajaran bahwa konflik seringkali tidak menyelesaikan masalah, melainkan hanya menimbulkan penderitaan. Semoga sejarah Perang Padri dan peran Harimau Nan Salapan bisa menjadi cermin bagi kita semua untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis dan toleran.
Editor : melatisan
Tag :#Harimau nan Salapan #Sejarah
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
SIGINYANG SALUANG PAUH: MENJAGA WARISAN BUDAYA MINANGKABAU DI KOTA PADANG
-
GALA: GELAR ADAT YANG MENJADI IDENTITAS MASYARAKAT MINANGKABAU
-
PERAN IBU DAN MAMAK DALAM KELUARGA MINANGKABAU: MENGAPA AYAH HANYA TAMU?
-
SISTEM KEKERABATAN MATRILINEAL MINANGKABAU: MENGAPA LAKI-LAKI MENJADI PILAR KOMUNIKASI ANTAR SUKU?
-
SYARAK MANGATO, ADAT MAMAKAI DI MINANGKABAU
-
SAWAHLUNTO KOTA LAYAK ANAK DAN PENDAPATAN DAERAH
-
MEROSOTNYA KEPERCAYAAN PUBLIK TERHADAP POLRI: ANTARA "KEBAPERAN" DAN REFORMASI YANG DIPERLUKAN
-
TRADISI MAANTA PABUKOAN KE RUMAH MINTUO DI PESISIR SELATAN: WARISAN BUDAYA RAMADAN MINANGKABAU
-
TRADISI PACU KUDO: AJANG SILATURAHMI DAN TRADISI BERKUDA DI PAYAKUMBUH
-
MERAJUT KEBERSAMAAN DALAM KERAGAMAN: REFLEKSI DARI TADARUS PUISI & PAMERAN PUISI EKSPERIMENTAL