HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Sabtu, 6 Juli 2024

Pelajaran Dan Makna Penting Dalam Berhijrah

Ustad Maspeg bin Abbas.
Ustad Maspeg bin Abbas.

Pelajaran dan Makna Penting dalam Berhijrah

Oleh Ustad Maspeg bin Abbas


Setiap kali memasuki bulan Muharram kita ingat pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dari Makkah ke Madinah dalam perjuangan mengembangkan agama Islam. Saking pentingnya peristiwa tersebut, kemudian ditetapkan sebagai awal perhitungan tahun hijriah (kalender Islam).

Sekarang sedang populer sebutan "artis hijrah", "pemuda hijrah". Hijrah dapat diartikan sebagai momentum berpindah dari satu tempat/kondisi menuju tempat/kondisi yang lebih baik. Dalam Islam dimaknai sebagai usaha menjadi muslim yang patuh dan taat pada perintah dan larangan Allah SWT.

Maka peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad beserta para sahabat bisa menjadi momentum sangat penting untuk kembali kita maknai, lebih-lebih sebagai umat Islam dan sudah seharusnya mengambil hikmah dan pelajaran yang berharga dari setiap pergantian ini :

Pertama : peralihan tahun mengingatkan kita bahwa bilangan bulan dalam satu tahun ialah dua belas bulan. Ini ada sejak Allah menciptakan langit dan bumi [QS. At-Taubah 9:36] Di antaranya ada empat bulan haram kemuliaan atas sebagian bulan yang lain, yaitu bulan Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.

Keutamaan bulan Muharram tidak dibangun berdasarkan asumsi, namun keutamaan yang dimilikinya ditetapkan berdasarkan dalil Syar’i baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi SAW.(1 Muharram 1446H, bertepatan dengan hari Ahad, 7 Juli 2024-red).

Kemuliaan Muharram adalah bulan pertama menurut perhitungan kalender hijriyah. Secara Etiomologi [Bahasa], Muharram berarti ‘’diharamkan’’ dan ‘’pantangan‘’ yaitu larangan keras untuk melakukan peperangan atau pertumpahan darah di bulan tersebut dan juga segala bentuk kemaksiatan dan dosa, serta kesyirikan dan khurajat [penyimpangan akidah] yang harus dihilangkan dari hati dan keyakinan seorang muslim,

Kedua : Mengingatkan kita  tentang pentingnya ‘’waktu ‘’ satu ungkapan yang dinilai oleh sebagai ulama sebagai hadist ‘’Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali dia (waktu-red) berseru, putra-putri Adam, 'aku waktu', ciptaan baru yang menjadi saksi usahamu, gunakanlah aku karena aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat ‘’. Sedemikian besar peranan waktu, sehingga Allah SWT, berkali-kali bersumpah dengan menggunakan berbagai kata yang menunjukkan pada waktu-waktu tertentu seperti : Aqsamu al-Allahu fii awwali as-Suurati bi as-Syamsi, wa al-Qamari, wa an-Nahari, wa al-Allaili, wa as_Samai wa al_Ardhi, wa an_Nafsi dan lain_ lain.

Bahkan dalam Firman Allah Ta’ala [QS.Al-ashr , 1-3], Demi masa, sesunguhnya manusia  itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali  orang–orang yang beriman, dan mengerjakan amal-amal shaleh dan nasihat menasehati supaya menetapi kesabaran’’. Iman Syafi’I Rahimahullah berkata, ‘’Sekiranya Allah tidak menurunkan hujjah atas makhluk Nya kecuali surat ini, niscaya ia cukup bagi mereka".

Dalam perjalanan waktu yang kita lalui tidak ada manusia yang selama hidupnya hanya mengalami satu warna kehidupan berupa kesenangan. Tak pernah ada di dunia ini manusia yang saat lahir tertawa, bayi selalu ceria, anak-anak riang gembira, atau mengalami sakit sepanjang masa, terjadi hujan setiap hari, pasti ada dinamikanya. Kehidupan yang dilalui hari ini sehat, besok sakit, hari ini mudah rezeki, besok mengalami kesulitan, hari ini lurus pikiran, besok bengkok, dan beragam yang ditemui. “Perputaran roda zaman itu sungguh menakjuban, suatu saat engkau menatap kemudahan dan saat yang lain engkau melihat kesulitan’’. Firman Allah Ta’ Ala : ‘’Sesunguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah,’’ [QS. Al_Balad :4]

Maka ketika seseorang mampu menyadari pentingnya waktu ia akan peka terhadap peluang untuk meraih kemuliaan di sisi Allah. Lihatlah respon Abdullah bin Umar terhadap hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda, ‘’Barang siapa menghadiri jenazah lalu menshalatkan, maka baginya pahala satu qirath. Dan barang siapa yang menghadirinya hingga jenazah dikubur, maka baginya pahala dua qirath,’’ ada yang bertanya ’’Apa yang dimaksud dengan dua qirath itu?’’ Beliau menjawab, ‘’seperti dua gunung yang besar’’. [HR.Muslim].

Salim bin Abdullah menceritakan bahwa Ibnu Umar terkadang hanya menshalatkan jenazah lalu pergi, namun tatkala hadits Abu Hurairah itu sampai kepada beliau, beliau berkata penuh penyesalan ’’sungguh aku telah menyia-nyiakan banyak qirath [dari pahala kebaikan]. Begitu tingginya nilai kemuliaan yang kita peroleh bila mampu mengunakan waktu yang dibentangkan oleh Allah SWT.

Ketiga, perjalanan panjang menuju Allah SWT, sebagaimana diketahui bahwa Islam menawarkan dua pilihan jalan dalam  menempuh kehidupan, jalan selamat dan  jalan sesat
Firman Allah, SWT: ‘’Maka kemanakah kamu akan pergi? [al-Quran] itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam yaitu bagi siapa di antara kamu yg menghendaki menempuh jalan yang lurus, dan kamu tidak dapat menghendaki menempuh jalan itu, kecuali apabila dikehendaki Allah Tuhan Seluruh Alam. [QS.-aL-Infithar {82} : 26-29].

Islam memberi petunjuk agar manusia berjalan mengikuti orang-orang yang berjalan menuju Tuhan, firman Allah,
‘’Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”  [QS.al-Lukman: 15], ‘’Man anaba ilayya’’ [orang yang kembali kepada-Ku] adalah, dunia utama yang harus di tingalkan adalah dirinya sendiri.

Firman Allah SWT : ‘’Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya sebelum sampai ke tempat yang dituju, maka sungguh pahalanya telah di tetapkan di sisi Allah dan Allah Maha Pengampun Maha Penyayang. [QS. an-Nisa {4} :100 ]. Barang siapa keluar dari rumahnya, secara lahir keluar dari rumah atau negerinya sendiri, tetapi makna batin dia tinggalkan kehendak dirinya dan menuju kehendak Allah SWT, maka perjalanan meningalkan diri menuju kehendak Allah itulah perjalanan menuju ‘’ihdinasshirothol mustaqim’’.

Keempat: hakikat pergantian tahun  ini hendaklah menyadarkan kita bahwa usia kita juga bertambah. Manakala umur bertambah, berarti bertambah dekatlah dengan kematian. Wallahu al-Musta’an.

 

Ustad Maspeg bin Abbas di Padang


Tag :#Makna bukan Muharram #Arti penting Hijrah #Ustad Maspeg

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com