HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Senin, 2 Oktober 2023

Nilai-Nilai Edukasi Dalam Cerita Prosa Rakyat “Tanah Luluh Batu Menangis”

Yerri
Yerri

Nilai-Nilai Edukasi Dalam Cerita Prosa Rakyat “Tanah Luluh Batu Menangis”

Oleh Yerri Satria Putra*

Cerita prosa rakyat membentuk inti dari warisan lisan masa lalu, mengalir sebagai sungai tak terputus dari pengetahuan, nilai, dan gambaran kebijaksanaan tradisional. Dalam dunia yang semakin terhubung ini, cerita-cerita ini bertindak sebagai jendela menuju masa lalu, memungkinkan kita memahami akar-akar kebudayaan manusia. Namun, cerita-cerita ini juga adalah lebih dari sekadar narasi; cerita-cerita ini adalah warisan leluhur yang tak ternilai. Dalam artikel ini, kita akan membongkar lapisan-lapisan nilai edukasi dalam cerita prosa rakyat, menjelajahi bagaimana cerita-cerita ini bukan sekadar kisah-kisah fantastis, melainkan panduan berharga yang mencerminkan kebijaksanaan manusia dan alam.

Danandjaja (1991) mengkategorikan cerita prosa rakyat kedalam bentuk foklor lisan. Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu mite (myte), legenda (legend), dan dongeng (folktale). Menurut Bascom, mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Sedangkan legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar, tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite, legenda ditokohi manusia, walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan sering juga dibantu oleh makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang kita kenal kini, karena waktu terjadinya belum terlalu lampau. Sebaliknya, dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terkait oleh waktu maupun tempat.

Cerita prosa rakyat adalah cerminan dari pemahaman manusia tentang moralitas, empati, keberagaman, dan lingkungan. Dalam karya-karya ini, tersimpan filsafat-filsafat kehidupan yang diberikan secara turun-temurun. Dalam setiap cerita, terdapat karakter-karakter yang mengajarkan arti kejujuran, kesetiaan, dan tanggung jawab. Melalui petualangan mereka, cerita-cerita ini membimbing kita melalui kompleksitas moralitas manusia, mengajarkan kepada kita bahwa tindakan kita memiliki konsekuensi dan bahwa integritas adalah pondasi dari kehidupan yang bermakna.

Salah satu cerita prosa rakyat yang cukup terkenal di Indonesia dan memiliki banyak variasi adalah cerita Tanah Luluah Batu Manangih atau dalam bahasa Indonesia berarti Tanah Luluh Batu Menangis. Variasi-variasi cerita batu menangis terdapat juga di Kalimantan Barat, di mana kisah dalam cerita tersebut hampir mirip. Cerita batu menangis yang dituliskan ini berasal dan berkembang di masyarakat daerah Jambak Mudiak Lurah Tigo Pintu Nagari Koto Baru. Cerita Tanah Luluh Batu Menangis mengkisahkan kehidupan keluarga miskin, yang terdiri dari ibu dan dua orang anaknya, di tengah hutan. Si ibu sudah lama menjadi janda, dan harus menghidupi dan membesarkan kedua orang anaknya. Anak pertama adalah perempuan sedangkan anak kedua adalah laki-laki. Oleh si ibu, anak-anaknya itu dibesarkannya dengan penuh kasih sayang, apapun yang diinginkan oleh anak-anaknya pasti akan dia penuhi, walaupun kehidupan mereka pun sedang kekurangan. Bahkan sampai dewasa pun, anaknya yang gadis, tidak dapat membantu pekerjaan si ibu karena sejak lama terlalu dimanja oleh si ibu.

Suatu hari, si gadis minta izin kepada ibunya untuk pergi jalan, ”Nde ambo nak pai bajalan-jalan, mancaliak-caliak daerah mudah-mudahan kok lai ado rasaki nan kadapek panambah pokok iduik awak”. Mendengar permintaan si gadis, ibunya pun mengizinkan dengan harapan anaknya memang mendapatkan pekerjaan yang layak dan membantu kehidupan mereka. Singkat cerita, setelah lama berjalan, sampailah si gadis di depan rumah orang kaya raya. Melihat rumah yang sangat besar, melamunlah si gadis, menghayalkan rasannya tinggal dan hidup di rumah yang besar itu. Dari dalam rumah, si pemilik rumah melihat dengan serius seorang perempuan berdiri di depan rumahnya. Dengan penuh pertanyaan, disapalah perempuan itu. Ternayata si pemilik rumah adalah orang yang cukup ramah. Setelah agak lama berbincang dengan si gadis di halaman rumah, dan menilai kepribadian si gadis yang cukup baik, maka si pemilik rumah meminta si gadis untuk masuk ke dalam rumahnya untuk beristirahat. Mendengar tawaran itu, tanpa pikir panjang, si gadispun langsung menyetujui tawaran dari si pemilik rumah. Dan, mereka berdua pun pada akhirnya melanjutkan pembicaraan mereka di dalam rumah.

Di tengah hutan, oleh karena hari sudah larut siang, dan anaknya si gadis tidak kunjung pulang, terbit rasa khawatir dari si ibu. Dia memutuskan untuk mencari anaknya itu. Di pencaharian si ibu, sampailah dia di depan rumah orang kaya raya tadi. Dari luar, si ibu mendengar senyap-senyap suara tawa yang mirip suara anak gadisnya. Tanpa ragu, si ibupun mendekati rumah orang kaya itu, dan dari luar rumah si ibu pun memanggil-manggil anaknya gadisnya tersebut,”Oo piak, gadih, kama kau. Pulang kito lai baanyo?” Mendengar suara dari luar, bertanya si orang kaya kepada si gadis, bahwa apakah dia mengenali suara ibu-ibu itu. Lalu si gadis menjawab, saya tidak tau siapa dia. Lalu orang kaya itupun akhirnya keluar menemui si ibu. Karena orang kaya itu memiliki kepribadian yang santun, maka dia pun bertanya kepada si ibu dengan bahasa yang santun, ada apa gerangan sampai si ibu berteriak-teriak di depan rumahnya. Si ibu pun menjawab bahwa dia datang ke rumah ini untuk mencari anak gadisnya, yang sejak pagi minta izin untuk pergi mencari rezeki, dan sampai sore ini belum juga pulang. Si ibu pun mengatakan bahwa dia mendengar suara perempuan yang mirip dengan suara anak gadisnya dari dalam rumah, oleh karena itu dia memanggil anak gadisnya. Mendengar penjelasan si ibu, bertanya pula si orang kaya kepada si gadis yang ada di dalam rumah, apakah dia mengenali ibu ini. Lalu dari dalam rumah, si gadis mengatakan bahwa tidak mungkin dia kenal dengan perempuan itu, lihat saja penampilannya, lusuh, baju kotor, dan kusut, sementara dia berpenampilan menarik dan rapi. Mendengar perkataan si gadis, terkejutlah si ibu sambil berhiba hati. Dia kecewa, anak gadis yang telah dia besarkan dengan penuh kasih sayang, apapun yang diinginkan selalu dipenuhi, tega menolak dan mengakui dia sebagai ibunya.

Dengan perasaan kecewa dan sangat sedih, si ibu meninggalkan rumah orang kaya itu, tanpa berkata apa-apa. Merasakan kekecewaan si ibu, orang kaya itupun ikut berhiba hati, dan dia pun pada akhirnya berfikir bahwa si gadis ini memang benar anaknya, dan si gadis ini ternyata tidak memiliki sifat yang baik. Akhirnya si orang kaya itupun meminta si gadis untuk segera meninggalkan rumahnya dan pulang, karena hari sudah hampir malam. Mendengan ucapan si orang kaya, kecewalah si gadis, dan akhirnya dia pun pergi dari rumah orang kaya itu, pulang menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, bertemulah si gadis dengan ibunya yang sedang berhiba hati. Dengan luapan emosi, si gadis pun memarahi ibunya dan meminta ibunya untuk tidak ikut campur dalam kehidupannya. Mendengar perkataan si gadis, bertambah hiba hati si ibu, dan si ibu pun bertanya kepada si gadis apakah ada keinginannya yang pernah tidak terpenuhi. Si ibupun melanjutkan perkataannya, bahwa sejak kecil dia membesarkan si gadis dengan penuh kasih sayang dan tanpa keinginan apapun. Dia hanya ingin si gadis tumbuh besar dan menjadi anak gadis yang berakhlak mulia. Tetapi setelah besar anak gadisnya itu malah tidak mengakuinya sebagai ibu. Mendengar perkataan si ibu, menjawablah si gadis, bahwa selama ini dia sudah bosan diomelin terus oleh si ibu, dan kehidupan yang dia jalani bersama si ibu bukanlah kehidupan yang dia harapkan. Dia ingin menjadi seorang gadis yang hidup di keluarga kaya, bukan keluarga miskin seperti si ibu, yang setiap hari selalu mengomel kepadanya dan selalu memerintahkan dirinya mengerjakan sesuatu pekerjaan yang tidak diinginkannya.

Mendengar perkataan si gadis, terbit emosi si ibu, dan dengan kalap si ibupun mengeluarkan sumpah serapah, memohon kepada yang maha kuasa unuk menenggalamkan anaknya itu ke dalam bumi ”Kau anak durhako nan indak mambaleh guno mako nan ka dilulua juo kau lah dek tanah tu”. Mendengar sumpah si ibu, emosi si gadis pun tidak terkendali. Dia pun akhirnya mengeluarkan sumpah untuk si ibu semoga ibu menyesali sumpahnya seumur hidup seperti batu. Sumpah kedua perempuan itu pun dikabulkan oleh tuhan. Sumpah berlaku, si anak pun tenggelam ke dasar bumi, sementara si ibu menyesali apa yang telah dikatakannya dan akhirnya menjadi batu yang selalu mengeluarkan air seperti seorang yang sedang menangis. Demikianlah cerita yang pada akhirnya dikenal luas oleh masyarakat setempat sebagai cerita Tanah Luluah Batu Menangis.

Dari cerita di atas, dapat kita petik sebuah pengajaran bahwa sebuah cerita prosa rakyat memiliki nilai edukasi untuk generasi selanjutnya. Sebuah cerita lisan merangkum pengalaman manusia dalam menghadapi penderitaan dan kesulitan. Melalui karakter-karakter ini, kita merasakan kepedihan dan sukacita mereka, merasakan empati yang mendalam terhadap kondisi manusia. Dalam perjalanan heroik ini, kita memahami nilai-nilai kesabaran, ketabahan, dan persahabatan. Cerita prosa rakyat di atas juga mengajarkan kepada kita untuk menghormati keberagaman budaya, keyakinan, dan tradisi, pentingnya toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan kerjasama antarmanusia. Nilai ini penting, mengingat dalam dunia yang semakin global ini, nilai-nilai ini menjadi semakin relevan, membimbing manusia untuk membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis. Walaupun tidak secara jelas di dalam cerita, tetapi cerita prosa di atas juga mengajarkan kepada kita untuk selalu bersikap bijaksana, dan bertanggung jawab.

Dengan merenungkan nilai-nilai ini, kita tidak hanya menggali kekayaan kearifan lokal, tetapi juga memahami bahwa cerita prosa rakyat adalah guru tak terlihat yang membimbing manusia melalui lorong-lorong moralitas dan etika. Dalam dunia yang terus berubah ini, memahami dan menghargai cerita prosa rakyat adalah kunci untuk merajut kembali benang-benang kearifan manusia yang mungkin terlupakan, menciptakan generasi yang terdidik, peduli, dan bijaksana. Dengan demikian, artikel ini mengajak pembaca untuk menjelajahi cerita-cerita ini, bukan hanya sebagai narasi dari masa lalu, melainkan sebagai sumber nilai-nilai yang akan membimbing kita menuju masa depan yang lebih baik.

*Dosen Sastra Minangkabau FIB Unand

 


Tag :#Opini #Didaktika #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com