HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Rabu, 1 November 2023

Kepercayaan Rakyat Minangkabau: Variasi Bentuk Kepercayaan Terhadap Palasik Pada Masyarakat Minangkabau

Yerri
Yerri

Kepercayaan Rakyat Minangkabau: Variasi Bentuk Kepercayaan Terhadap Palasik Pada Masyarakat Minangkabau

Oleh Yerri Satria Putra*

Artikel ini akan membahas tentang kepercayaan rakyat Minangkabau terhadap Palasik, sebuah entitas supranatural yang telah menjadi bagian dari folklore dan mitologi Minangkabau selama berabad-abad. Kepercayaan terhadap sosok ini adalah bentuk dari bagian integral dari budaya dan tradisi Minangkabau. Ini adalah cerminan dari bagaimana masyarakat Minangkabau memahami dunia di sekitar mereka, bagaimana mereka menjelaskan fenomena yang tidak dapat mereka pahami melalui pengetahuan ilmiah atau rasional.

Selain itu, dalam artikel ini juga akan dibahas variasi-variasi yang ditemukan terhadap kepercayaan ini, termasuk bagaimana masyarakat Minangkabau memahami dan menginterpretasikan Palasik, sehingga membentuk variasi-variasi tindakan dan perilaku. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman dan wawasan yang lebih dalam kepada masyarakat terkait kepercayaan lokal, bagaimana kepercayaan dan mitologi dapat membentuk dan mempengaruhi cara hidup suatu komunitas. Selain itu, diharapkan juga melalui tulisan masyarakat dapat menghargai kepercayaan-kepercayaan seperti ini dalam konteks budaya dan sosial masyarakat Minangkabau.

Dalam dimensi kebudayaan Indonesia, kepercayaan terhadap sosok makhluk halus atau makhluk supranatural merupakan salah satu bentuk kepercayaan rakyat yang sejak dahulu masih bertahan sampai saat ini. Bahkan walaupun Indonesia adalah negara berpenduduk dominan muslim, bukan berarti kepercayaan tentang makhluk halus tersebut hilang oleh rasionalisasi pikiran masyarakat muslim, malah keyakinan itu semakin terikat erat dalam setiap pemikiran umat muslim Indonesia karena Islam sendiri mengajarkan untuk mempercayai keberadaan makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya, seperti jin, setan dan malaikat. Oleh karena itu, sangat sulit untuk menjelaskan fenomena kenapa masyarakat modern masih mempercayai hal-hal mistis tersebut, karena keyakinan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan tingkat pendidikan, rasio atau bahkan agama.

Masyarakat Minangkabau adalah sampel yang menarik untuk melihat fenonema tersebut. Sebagai masyarakat yang memegang teguh prinsip adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, tentulah masyarakat Minangkabau lebih rasional memandang fenomena yang terjadi sekitarnya. Namun kenyataan yang ditemukan di lapangan malah menjelaskan hal yang sebaliknya. Kepercayaan-kepercayaan terhadap makhluk halus tumbuh subur setiap pelosok wilayah Minangkabau, sehingga tidak heran apabila, banyak masyarakat di wilayah yang berbeda di Minangkabau mengetahui dan mempercayai makhluk yang sama.

Palasik adalah sebutan untuk seorang perempuan yang mempelajari ilmu hitam dan perlu menghisap darah bayi agar kemampuannya meningkat. Dalam beberapa cerita rakyat, Palasik digambarkan sebagai sosok yang menakutkan dengan kepala yang bisa terbang dan organ dalam yang menggantung. Di Indonesia, kepercayaan-kepercayaan terhadap makhluk halus yang membutuhkan darah manusia dikenal dengan ragam yang berbeda-beda, seperti di Jawa Tengah ada yang disebut dengan lelembut, di Jawa Timur ada yang disebut dengan sundel bolong, di Bali ada yang disebut dengan leyak, dan di Sulawesi Selatan ada yang disebut dengan bissu.

Dalam konteks kajian antropologi, kepercayaan ini termasuk dalam golongan foklor sebagian lisan. Danandjaja mendefinisikan golongan ini dengan kalimat sangat sederhana, yakni foklor yang bentuknya campuran antara lisan dan yang bukan lisan. Kepercayaan rakyat juga dikategorikan sebagai takhayul. Dalam hal ini, saya lebih sependapat menyebut hal ini sebagai takhayul, walaupun entah secara nyata atau tidak mereka benar-benar ada, tetapi setidaknya untuk saat ini pandangan tersebut belum berubah.

Takhayul memiliki fungsi spiritual dan psikologis, seperti yang diuraikan oleh Sugihastuti (2015: 247), bahwa gagasan terhadap fungsi tersebut antara lain, 1). Meningkatkan rasa kagum dan syukur pada misteri hidup; 2). Mengidentifikasi tempat hidup manusia dan makhluk lainnya di dunia dan menjelaskan “siapa” makhluk-makhluk yang ada di dunia ini; 3). Membimbing manusia untuk keluar dari kesendirian dan berbagi pandangan dengan dunia; 4). Membantu manusia memahami hubungan observasi alam dengan kelompok masyarakat; 5). Membantu manusia keluar dari cara berpikir rasional untuk memahami gejala-gejala irasional yang hadir di dalam kehidupan manusia; 6). Memberikan contoh tentang kegiatan manusia.

Kepercayaan terhadap palasik adalah refleksi dari cara manusia memahami kejadian aneh dan tidak rasional yang terjadi di lingkungannya. Kepercayaan ini juga mengajarkan kepada perempuan Minangkabau yang baru melahirkan untuk senantiasa menjaga dan merawat anak yang baru dilahirkannya. Perempuan harus terampil dan ulet dalam mengasuh anaknya, jangan menjadi perempuan yang rancak di labuah yang hanya dapat berdandan tetapi tidak bisa mengurus rumah tangganya.

Oleh masyarakat Minangkabau, palasik dikenal memiliki variasi bentuk, yakni pertama palasik sebagai makhluk halus, dan kedua palasik sebagai ilmu hitam atau ilmu sihir. Bagi masyarakat yang percaya pada variasi pertama, yakni palasik sebagai sosok makhluk halus, meyakni bahwa palasik merupakan makhluk halus yang dikategorikan sebagai bilih atau setan dalam kepercayaan masyarakat Minangkabau. Dalam beberapa literatur, palasik digambarkan sebagai sosok makhluk halus yang berbentuk kepala yang melayang, tetapi pada sumber lainnya mengatakan bahwa palasik merupakan manusia biasa. Wujud kedua, sebagai manusia biasa ini pada akhirnya mengembangkan imajinasi masyarakat dan membentuk variasi kedua, yakni masyarakat meyakini palasik adalah sebuah ilmu hitam atau ilmu sihir. Ilmu hitam itu bisa membuat orang memiliki kemampuan untuk hidup lama (abadi). Namun, kehidupan yang abadi itu meminta adanya korban anak manusia. Pada saat mencari korban inilah, unsur supranatural hadir yakni, orang yang menggunakan ilmu palasik akan memisahkan kepalanya dari badannya. Tujuannya adalah agar dia dapat dengan mudah mengejar korbannya, tanpa bekas. Masyarakat Nagari Abai yakin bahwa mitos palasik itu benar-benar ada, karena tidak sedikit anak-anak di sana menjadi korban palasik. Anak-anak yang terkena palasik biasanya akan mengalami sakit yang sangat parah, seperti suhu tubuh sangat tinggi, disertai muntah-muntah, kulit anak menjadi keriput dan rewel. Di bagian ubun-ubun kepala terlihat cekungan bekas gigitan. Biasanya anak korban palasik akan berakhir pada kematian.

Di daerah lainnya, oleh masyarakat Minangkabau, palasik dikenal juga dengan sebutan pinyaik. Dia adalah seorang tua yang berusia sudah ratusan tahun. Konon, ilmu palasik yang dikuasai oleh pinyaik membuat dia dapat hidup kekal hingga saat ini. Pinyaik membutuhkan darah anak-anak berusia di bawah tiga tahun untuk dapat tetap hidup abadi. Masyarakat percaya, bahwa pinyaik menggunakan ilmunya hanya dengan tatapan mata, dan setelah itu, dalam waktu dua hari, anak yang ditatap oleh pinyaik mengalami panas tinggi, selalu buang air, terkadang diikuti dengan keluarnya cairan yang tidak wajar, rewel dan kurus. Biasanya, masyarakat akan membawa si anak yang terkena palasik ke orang pintar, seperti ulama, Angku Labai, atau orang pintar lainnya.

Dari dua variasi ini, kita dapat melihat ada beberapa kesamaan antara variasi pertama dengan variasi kedua. Yakni keduanya meyakini bahwa palasik adalah sosok dengan kepala terbang, apakah itu makhluk halus ataupun orang yang sedang menggunakan ilmu hitam. Kedua, palasik sama sama dipercayai sebagai sosok yang memakan darah anak-anak atau balita. Dan persamaan yang ketiga adalah dampak yang ditimbulkan akibat terkena palasik bagi anak-anak atau balita. Dampak yang digambarkan tidak ringan, dan cukup menakutkan bagi sebagian besar manusia, terlebih belum ada pengakuan dampak ini dapat disembuhkan dengan teknologi pengobatan modern. Hal ini tentu akan menjadi kekhawatiran bagi semua, terutama perempuan yang baru melahirkan, sehingga mempengaruhi perilakunya dalam menjaga dan merawat anak yang dilahirkannya.

*Dosen Sastra Minangkabau FIB Unand

 


Tag :#Opini #Didaktika #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com