- Minggu, 16 Maret 2025
Gala: Gelar Adat Yang Menjadi Identitas Masyarakat Minangkabau

Gala: Gelar Adat yang Menjadi Identitas Masyarakat Minangkabau
Masyarakat Minangkabau memiliki kekayaan budaya yang unik dan sarat makna. Salah satu tradisi yang masih dipertahankan hingga saat ini adalah pemberian gala atau gelar adat. Menurut Ardo Satria, peneliti dari Universitas Andalas, gala bukan sekadar gelar biasa, melainkan sebuah identitas dan penghormatan yang diberikan kepada seseorang berdasarkan peran dan kontribusinya dalam masyarakat.
Gala dalam budaya Minangkabau memiliki makna yang mendalam. "Ketek banamo gadang bagala" adalah ungkapan yang sering digunakan dalam masyarakat Minangkabau, yang berarti seseorang diberi nama saat kecil, namun setelah dewasa ia akan diberi gelar oleh kaumnya. Gelar ini tidak diberikan sembarangan, melainkan melalui prosesi adat yang sakral dan penuh makna.
Ada dua jenis gala yang dikenal dalam masyarakat Minangkabau, yaitu sako panghulu dan gala sangsako. Sako panghulu adalah gelar yang diwariskan secara turun-temurun melalui garis keturunan ibu. Seseorang yang menyandang gelar ini biasanya memiliki peran sebagai pemimpin adat atau panghulu. Sementara itu, gala sangsako diberikan kepada seseorang yang dianggap berjasa dan memberikan kontribusi nyata bagi kaumnya. Contohnya, gelar "Yang Dipertuan Maharajo Pamuncak Sari Alam" pernah diberikan kepada Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai bentuk penghormatan.
Di Kampuang Tangah, Kabupaten Agam, gala memiliki struktur dan makna yang khas. Misalnya, gelar "Datuak Maharajo Dirajo" terdiri dari kata "Datuak" yang berarti pemimpin, dan "Maharajo Dirajo" yang berarti raja di atas para raja. Gelar ini menunjukkan kedudukan tertinggi dalam suatu suku, khususnya suku Guci di Kampuang Tangah. Menurut Ardo Satria, gelar ini bukan hanya sekadar nama, melainkan juga mencerminkan harapan dan tanggung jawab yang besar dari masyarakat kepada pemegang gelar.
Selain itu, ada juga gelar "Datuak Majo Kayo" yang berasal dari kata "Majo" (maharaja) dan "Kayo" (kaya). Namun, kata "Kayo" tidak hanya merujuk pada kekayaan materi, tetapi juga kekayaan ilmu pengetahuan. "Pemegang gelar ini diharapkan menjadi sosok yang mulia, kaya, dan berilmu," jelas Ardo Satria.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Minangkabau cenderung menggunakan title only (hanya gelar) saat menyapa seseorang yang memiliki gala. Misalnya, seseorang yang bergelar "Datuak" akan dipanggil dengan gelar tersebut, tanpa menyebut nama aslinya. Hal ini menunjukkan penghormatan dan pengakuan terhadap status sosial pemegang gelar.
"Penggunaan title only dalam sapaan menunjukkan adanya jarak sosial antara pembicara dan lawan bicara," ujar Ardo Satria. Ini berarti, gelar adat tidak hanya berfungsi sebagai identitas, tetapi juga sebagai penanda status sosial dalam masyarakat.
Dengan demikian, gala dalam masyarakat Minangkabau bukan hanya sekadar gelar, melainkan juga simbol identitas, status sosial, dan penghormatan. Melalui tradisi ini, masyarakat Minangkabau menjaga warisan budaya leluhur yang sarat dengan nilai-nilai luhur.
Budaya Minangkabau yang kaya akan nilai-nilai luhur ini patut kita lestarikan sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia.
Editor : melatisan
Tag :#Gelar Adat #Identitas Masyarakat #Minangkabau
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
SIGINYANG SALUANG PAUH: MENJAGA WARISAN BUDAYA MINANGKABAU DI KOTA PADANG
-
PERAN IBU DAN MAMAK DALAM KELUARGA MINANGKABAU: MENGAPA AYAH HANYA TAMU?
-
SISTEM KEKERABATAN MATRILINEAL MINANGKABAU: MENGAPA LAKI-LAKI MENJADI PILAR KOMUNIKASI ANTAR SUKU?
-
PERAN HARIMAU NAN SALAPAN DALAM PERANG PADRI: KONFLIK YANG MENGUBAH MINANGKABAU
-
SYARAK MANGATO, ADAT MAMAKAI DI MINANGKABAU
-
NGALAU BUNIAN DI LINTAU BUO UTARA: MISTERI GUA YANG MENGUNDANG MITOS,DUNIA GHAIB DAN KEPERCAYAAN TERHADAP MAKHLUK HALUS ATAU ROH
-
BADAI PHK MASSAL DI SRITEX: PENYEBAB, DAMPAK, DAN TANGGAPAN PEMERINTAH
-
SAWAHLUNTO KOTA LAYAK ANAK DAN PENDAPATAN DAERAH
-
MEROSOTNYA KEPERCAYAAN PUBLIK TERHADAP POLRI: ANTARA "KEBAPERAN" DAN REFORMASI YANG DIPERLUKAN
-
TRADISI MAANTA PABUKOAN KE RUMAH MINTUO DI PESISIR SELATAN: WARISAN BUDAYA RAMADAN MINANGKABAU