HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Sabtu, 10 Agustus 2024

Filosofi Lapau

Opini Bahren
Opini Bahren

Filosofi Lapau

Oleh: Bahren*

            Lapau secara umum dimaknai sebagai sebuah tempat semi permanen yang biasanya menyediakan aneka makanan dan minumamn bagi pegunjungnya. Di lapau juga diseiakan paleh-paleh atau semacam kursi panjang sebagai tempat duduk bagi para pembeli dan pengunjung. Bagi sebagian besar orang Minangkabau lapau tidak hanya dijadikan sarana untuk bersosialisasi namun lebih dari itu, di lapau juga dijadikan tempat adu argumentasi dan membahas berbagai persoalan sosial, politik, dan masalah apapun yang sedang hangat terjadi di negeri ini. Jika sudah di lapau maka akan ada bahasan dan pendapat tentang masalah-masalah itu, walaupun kadangkala tidak dapat juga dijadikan sebagai solusi atas permasalah yang dibahas. Sering kali menjadi pameo bahwa ota lapau abis di lapau (obrolan lapau selesai dan habis hanya di lapau).

            Namun, jika kita telisik lebih dalam, sesungguhnya dari sebuah lapau ada banyak hal yang dapat kita ambil pelajaran untuk hidup. Bagi orang Minangkabau lapau pun dipilah-pilah sesuai dengan peruntukannya. Di beberapa nagari di Minangkabau masih kita temui lapau-lapau yang hanya diisi oleh orang-orang yang berperan sebagai mamak rumah saja, dengan arti kata urang sumando atau menantu akan merasa segan dan malu untuk duduk bersama walaupun hanya sembari menikmati sepotong goreng pisang dan sepiring ketan. Mereka merasa malu untuk duduk bersama karena ada hubungan mamak rumah dan rang sumando, artinya lapau mengajarkan kita betapa pentingnya memelihara rasa maly dan saling menghormati.

            Tidak hanya memisahkan antara lapau mamak rumah dan sumando, lapau-lapau yang menjual makanan pun seperyi lapau nasi dan ampera juga memberikan nilai-nilai yang luar biasa baik bagi kita. Ajaran untuk transparan dan terbuka terlihat jelas dari lapau nasi ini. Semua makanan yang akan dijual dan disediakan di lapau nasi tidak pernah diletakkan di tempat yang tidak terlihat oleh calon pembeli. Semuanya dipajang dan dilekatkkan sedemikian rupa hingga dapat dilihat dan dipilih dengan kasat mata. Tidak ada istilah di lapau nasi orang Minang samba atau lauk yang spesial sehingga letaknya dibedakan dari lauk yang lain. Semua diperlihatkan kepada calon pembeli mulai dari hanya sekedar samba lado yang biasanya disajikan secara gratis bersamaan dengan rebus daun singkong hingga rendang dan gulai kepala ikan kakap yang harga nya yang mahal. Semuanya dapat dilihat terpajang dietelase-etalase lapau nasi Padang.

            Lapau nasi khususnya juga mengajarkan kepada semua pengelolanya ajaran kerjasama yang baik dalam mengelola sebuah usaha. Tidak ada posisi yang tidak berguna dari sebuah usaha lapau nasi. Seorang yang kerjanya hanya sebagai tukang cuci piring pun akan mendapat porsi yang sesuai dengan pekerjaanya ketika masuk masa-masa baretong (bagi hasil keuntungan) yang biasanya dilakukan tiga buylan sekali. Seorang pencuci piring dapat saja naik menjadi tukang masak, atau tukang hidang bahkan kasir sesuai dengan kerja dan kinerjanya. Lapau nasi akan berjalan dengan baik jika semua elemen dan komponen yang ada di lapau itu berjalan. Tukang cuci piring secara aktif melihat keadaan piring, gelas dan wadah cuci tangan yang kotor dan segera mencucinya, tukang hidang dengan sigap meletakkan pesanan para pelanngan dan juru masak dengan sigap menerima perintah dari tukang hidang jika sewaktu-waktu mereka perlu tambahan nasi maupun lauk-[auk di lapau yang mereka kelola. Ajaran kerja sama ini lah yang selalu diperlihatkan oleh lapau nasi-lapau nasi orang Minangkabau tradisional. Mereka tidak ada yang merasa lebih baik dari yang lainnya karena mereka para pengelola adalah satu kesatuan.

            Lapau juga mengajarkan keterbukaan untuk dikritik dan diberi saran, tidak jarang di lapau-lapau nasi orang Minangkabau kita membaca semacam tagline jika anda suka beri tahu teman yang lain, jika anda tidak suka beri tahu kami. Artinya, pengelola lapau secara sadar mereka dengan senang hati menerima masukan dan kritik dari para pelanggannya, Walaupun tidak jarang juga kita melihat dibeberapa daerah masih banyak warganya yang menghabiskan waktu hanya di lapau, untuk sekedar maota-ota lamak.

 

*Dosen Sastra Minangkabau FIB Unand


Tag :#Opini #Didaktika #minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com