HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Jumat, 3 Maret 2023

BAHASA DAERAH (BAHASA MINANGKABAU) SEBAGAI BAHASA PENGANTAR DAN SEBAGAI BAHAN AJAR DALAM SISTEM PENDIDIKAN

OPini Diah Noverita
OPini Diah Noverita

BAHASA DAERAH (BAHASA MINANGKABAU) SEBAGAI BAHASA PENGANTAR DAN SEBAGAI BAHAN AJAR DALAM SISTEM PENDIDIKAN

OLEH: DIAH NOVERITA,S.S.,M.Hum*

Bahasa Minangkabau adalah bahasa kelima terbesar di Indonesia dari segi jumlah penuturnya. Jutaan penuturnya itu tersebar tidak hanya di wilayah di Sumatera, tetapi juga di seluruh Nusantara. Diperkirakan 90 persen  dari penduduk propinsi Sumatera Barat mempergunakan bahasa Minangkabau secara aktif dan pasif.

Bahasa Minangkabau mempunyai keunikkan, tersendiri dibandingkan dengan bahasa etnis lainnya. Keunikkan itu terletak bagaimana masyarakat Minangkabau berbicara atau berkomunikasi dengan memakai bahasa Minangkabau. Bahasa Minangkabau yang dipakai dalam percakapan hari-hari seringkali lebih dominan memakai kata-kata metafora atau kiasan dengan menggunakan kode budaya Minangkabau. Ada dua nalar dalam sistem bahasa Minangkabau, yaitu: ber­bahasa dengan memakai metafora dan logika bahasa terbalik. Artinya dengan logika presence dan absence, sederhananya untuk mengungkapkan hal yang positif mereka menyatakan sesuatu yang negatif (Yunis, 1984). Oleh karena itu orang Minangkabau lihai dan cakap menggunakan kata sindiran dan ungkapan kiasan.

Bahasa Daerah Sebagai Bahasa Pengantar Dalam Masyarakat Indonesia

 

Bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan bahasa pengantar dalam keluarga, lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Jika kita mengandaikan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar, berarti ada sekitar 670 bahasa daerah yang digunakan dalam pendidikan nasional. Penggunaan bahasa daerah sebagai medium pengajaran dalam pendidikan nasional akan berdampak sangat luas, yaitu kita harus mempersiapkan puluhan ribu guru/tenaga pengajar yang menguasai bahasa-bahasa lokal dan menyiapkan ratusan ribu buku dalam bahasa daerah.

Krauss (1992) mengelompokkan bahasa-bahasa yang ada di dunia menjadi tiga jenis yaitu:

1. Bahasa yang tidak dikuasai dan digunakan oleh anak-anak dari penutur suatu bahasa.

2. Bahasa yang dalam suatu generasi tidak lagi dikuasai dan di­pelajari oleh keturunan penutur suatu bahasa.

3. Bahasa yang termasuk kategori aman.

Kategori ini dibuat berdasarkan atas gejala-gejala umum yang terjadi­ pada bahasa-bahasa yang ada di dunia seperti jumlah penuturnya, prestise sosio-kultural, dan dukungan pemerintah terhadap pemakainya.

Dengan diberlakukannya kebijaksanaan pemakaian bahasa nasional, maka bahasa daerah terdesak keberadaannya di tengah-tengah penutur­nya sendiri, karena pewarisnya tidak 1agi menguasai dan mempelajari bahasa ibunya. Gejala-gejala yang mengacu terhadap hal ini adalah:

1. Sebagian besar dari ke-600 bahasa daerah memi1iki penutur asli yang sangat sedikit/kecil dan  mereka tinggal di tempat- tempat terpencil.

2. Sebagian besar dari ke-600 lebih bahasa daerah tidak me­mi1iki tradisi berkomunikasi dalam bentuk tertu1is.

3. Adanya dominasi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasiona1.

4. Faktor pendidikan anter etnis.

5. Faktor perkawinan antaretnis juga berpengaruh terhadap me­nurunnya penggunaan bahasa daerah.

6. Faktor a1am (bencana alam, banjir) yang menyebabkan penduduk asli berpindah tempat ke wi1ayah tutur etnis lain.

7. Kemajuan teknologi, perangkat elektronik dan media massa yang cenderung berbahasa Indonesia dan bahasa asing.

Bahasa Daerah di Perguruan Tinggi

 

  Bahasa daerah berfungsi sebagai alat ekspresi budaya, sebagai bagian integral dari kebudayaan bangsa. Bahasa daerah sebagai bahasa ibu adalah bahasa pertama yang merupakan bahasa yang paling ideal untuk membangun dasar-dasar konsep pengetahuan anak untuk mengenal pandangan dunia (World view). Itulah terbentuknya konsep pengetahuan anek sejak dini dalam bahasa ibunya akan lebih mudah terekspresi.

Perlu diingat, bahwa ibu adalah manusia pertama yang dilihat dan dekat dengan anaknya. Hal ini terus berlanjut sampai memasuki usia sekolah. Bahasa ibu1ah yang pertama didengar anak dan itu terekam selamanya. Rasa bangga dan kepercayaan diri yang baik tetap melekat di jiwa anak. Ka1au pada permulaan sekolah ia diperkenankan memperkenalkan diri dan bereksprerimen kata-kata dalam bahasa ibunya, maka anak akan lancar bersuara, karena bahasa yang ia pakai telah dimatangkan oleh ibunya sejak pertama anak berbahasa.

Pembelajaran dan pembinaan bahasa daerah di tingkat perguruan tinggi sebagai bahan ajar akan memberikan hal yang positif terhadap bahasa dan kulturnya. Mereka lebih mudah memahami dan membaca kondisi lapangan. Diharapkan generasi muda intelektual dapat menyelesaikan konflik-konflik etnis dan konflik-konflik sosial yang terjadi sekarang ini. Kuatnya konflik antar etnis saat ini dirasakan sebagai salah satu ketiadaan akan pemahaman budaya dan bahasa etnis lain yang ada di Indonesia.

Bahasa daerah (bahasa Minangkabau) penting dipelajari di Perguruan Tinggi dengan mengingat tujuannya yaitu:

1. Untuk mempelajari kebudayaan suatu bangsa kita perlu mengetahui bahasanya.

2. Untuk lebih mengakrabkan diri dalam pergaulan intra etnis.

3. Untuk lebih memperluas dan mengembangkan bahasa daerah (bahasa Minangkabau)agar dikenal dengan baik oleh dunia.

4. Untukmenggali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam setiap tuturan etnis tersebut.

5. Untuk memperkaya bahasa Indonesia, terutama dalam memperkaya  perbendaharaan kata-kata.

6. Dengan mengenal bahasa daerah kita bisa mengenal berbagai faktor penting yang menentukan corak dan struktur masyarakat Indonesia.

7. Untuk mengenal beberapa aspek bahasa daerah, misalnya mengenal kesusasteraan daerah, maka kita dapat melihat adanya kesamaan tema, gaya bahasa dan ragam kesusasteraan serta visi dan misi yang ada di setiap suku bangsa Indonesia.

Faktor pengenalan daerah melalui bahasa-bahasa daerah atau unsur bahasa-bahasa daerah turut pula meletakkan dasar kesatuan dengan persatuan bangsa serta dapat menanamkan rasa saling menghargai yang sedalam-dalamnya. Era globalisasi atau pasar bebas oleh banyak kalangan dianggap sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup bahasa daerah, tetapi dengan diprogramkannya bahasa daerah sebagai bahan ajar dan mata kuliah wajib di Perguruan Tinggi dan dalam sistem pendidikan dasar dan menengah sudah merupakan langkah yang tepat. Pemerintah dalam hal ini harus menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai. Fasilitas pendidikan harus merata di setiap wilayah pendidikan. Selama ini kecenderungan pemerintah lebih memfasilitasi sarana pendidikan di wilayah perkotaan saja. Sementara di wilayah-wilayah yang terpencil akses pendidikan tidak terpenuhi. Hal ini menimbukan kesenjangan dan kecemburuan sosial yang telah lama terpendam di kalangan masyarakat kelas bawah. Anak-anak di daerah pelosok desa dan di wilayah perbatasan masih banyak yang belum mengecap nikmatnya sekolah. Sementara di pusat kota besar, seperti Jakarta sudah lebih dari cukup perlengkapan sarana dan prasarana pendidikan. Sudah saatnya pemerintah menaruh perhatian besar dan rasa kepedulian yang tinggi terhadap hal ini. Sesungguhnya bibit unggul sumber daya manusia Indonesia ini banyak terdapat di daerah, terutama daerah-daerah yang jauh dari hiruk pikuknya kota besar. Hanya sayangnya, mereka-mereka ini tidak terperhatikan dengan baik, tidak diberi kesempatan dan sarana pendidikan yang cukup untuk belajar mengembangkan dirinya.

Terkait dengan pembelajaran bahasa daerah di setiap jenjang pendidikan di Indonesia, maka sudah semestinya pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan kemajuan pendidikan di Indonesia ini bergegas menyediakan bahan bacaan berbahasa daerah yang bernuansa kearifan lokal. Selain itu pemerintah harus memberikan perhatian pada pendidikan dan pengajaran bahasa dan sastra daerah serta tersedia peluang kerja yang lebih jelas dan terbuka, agar tenaga ahli yang profesional dan berintelektual di bidang pengkajian bahasa daerah dapat lebih banyak berkiprah di kancah dunia. Di tangan peneliti dan pengkaji bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia inilah pengembangan bahasa daerah akan bertahan dan dihidup­~ kembali di Perguruan Tinggi. Hal ini dikarenakan dalam sistem pendidikan tinggi mereka telah mempelajari dan diberi peluang untuk mengembangkan diri dalam kegiatan-kegiatan penelitian yang berbasis kedaerahan.

Politik Bahasa Nasional menekankan bahasa-bahasa daerah atau bahasa yang penuh dengan tradisi etnik adalah lambang nilai sosial budaya yang mencerminkan kehidupan sosial masyarakat pemakainya. Selain itu, bahasa-bahasa tradisi etnik berbeda-beda bukan saja dalam struktur kebahasaannya, tetapi juga dalam jumlah penutur aslinya. Salah satu perubahan tersebut tampak pada perbedaan cara bertutur masyarakat Mingkabau. Tutur merupakan tindakan seleksi dan kombinasi yang dilakukan individu terhadap kemungkinan yang disediakan oleh bahasa. Hubungan antara bahasa dengan tutur bersifat dialektik. Artinya (1) Bahasa tidak ada tanpa tutur; (2) Tutur tidak mungkin terjadi tanpa dimulai dari bahasa; (3) Tidak semua sistem tanda mengandung bahasa dan tutur sekaligus.

Diberlakukannya kurikulum muatan lokal Budaya Alam Minangkabau di tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, diharapkan melalui pepatah Minangkabau generasi muda Minangkabau mempelajari kandungan makna dan nilai-nilai luhur kearifan lokal budaya dan bahasa Minangkabau, sehingga perilaku dan kepribadian yang tidak baik dapat menjadi lebih baik.

Bahasa adalah salah satu cara untuk membongkar perilaku kultural suatu masyarakat. Secara struktur kebahasaan, penggunaan bukti kebahasaan sangat cocok untuk melihat pengaruh terhadap cara berpikir seseorang, disamping mitos, syair kepahlawanan dan sistem hukum tradisional (Soedjatmoko, 1994).

*Dosen Sastra Minangkabau FIB Unand


Tag :#Opini #Didaktika #Diah Noverita #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com