HOME LANGKAN TAMBO

  • Kamis, 26 Oktober 2023

Tradisi Oyak Tabuik Di Pariaman

Penulis: Dia Diana
Penulis: Dia Diana

Tradisi Oyak Tabuik di Pariaman

Penulis: Dia Diana

Tradisi Tabuik merupakan salah satu tradisi yang digelar oleh Masyarakat Pariaman, Sumatera Barat. Tradisi ini menjadi acara tahunan yang disebut sebagai festival Tabuik. Tradisi Tabuik ini telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan diperkirakan telah ada sejak abad ke-19 masehi.

Perhelatan Tradisi Tabuik merupakan bagian dari peringatan hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Hussein bin Ali yang jatuh pada tanggal 10 Muharram. Sejarah mencatat, Hussein beserta keluarganya wafat dalam perang di padang Karbala.Dilansir dari Jurnalbpnbsumbar.kemdikbud.go.id, Tradisi Tabuik diambil dari bahasa arab‘tabut’ yang bermakna peti kayu. Nama tersebut mengacu pada legenda tentang kemunculan makhluk berwujud kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut buraq.

Menurut kisah yang berkembang di masyarakat secara turun temurun, Tradisi Tabuik ini diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi. Tradisi Tabuik pada masa itu masih kental dengan pengaruh dari timur tengah yang dibawa oleh masyarakat keturunan India penganut Syiah. Pada tahun 1910, muncul kesepakatan antar nagari untuk menyesuaikan perayaan Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau, sehingga berkembang menjadi seperti yang ada saat ini.

Tradisi Tabuik terdiri dari dua macam, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Keduanya berasal dari dua wilayah berbeda di Kota Pariaman. Tabuik Pasa (pasar) merupakan wilayah yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut hingga ke tepian Pantai Gandoriah.

Rangkaian Tradisi Tabuik di Pariaman terdiri dari tujuh tahapan ritual tabuik, yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.

Prosesi mengambil tanah dilaksanakan pada 1 Muharram. Menebang batang pisang dilaksanakan pada hari ke-5 Muharram. Mataam pada hari ke-7, dilanjutkan dengan mangarak jari-jari pada malam harinya. Pada keesokan harinya dilangsungkan ritual mangarak saroban.Setiap tahunnya puncak gelaran Tradisi Tabuik selalu disaksikan puluhan ribu pengunjung yang datang dari berbagai pelosok Sumatera Barat. Tidak hanya masyarakat lokal saja, tradisi ini pun mendapat perhatian dari banyak turis asing yang membuatnya menjadi perhelatan besar yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya. Pantai Gandoriah yang menjadi titik pusat perhatian seakan menjadi lautan manusia, khususnya menjelang prosesi tabuik diarak menuju pantai.

Dalam Bahasa Minangkabau, hoyak secara sederhana dapat diartikan dengan mengguncangkan atau menggoyangkan. Dalam konteks perayaan Festival Tabuik, hoyak dapat diartikan dengan mengguncangkan patung tabuik yang berjumlah sepasang. Patung setinggi belasan meter yang berbentuk makhluk Buraq ini dipercaya mengusung peti kayu berisi jenazah Hussein bin Ali RA.

Kedua patung tersebut dibuat oleh dua kelompok masyarakat yang berbeda, yaitu masyarakat Pasa yang tinggal di kawasan sekitar Pasar Pariaman dan Subarang, daerah seberang Sungai Pariaman, yang biasa disebut Kampung Jawa.

Setiap tahunnya, masing-masing kelompok tabuik ini akan berusaha untuk tampil lebih baik dari kelompok yang lainnya yang tak jarang menimbulkan pergesekan antara kedua rombongan arak-arakan. Hal ini membuat momentum ketika keduanya berpapasan selalu menjadi saat-saat yang menegangkan bagi kedua kubu.

Kedua kelompok masyarakat, baik di Pasa maupun Subarang akan berlomba-lomba membuat konstruksi rangka tabuik yang kokoh sehingga tabuik milik mereka kuat saat dihoyak. Selain kokoh, faktor estetika juga menjadi perhatian dua kelompok ini sehingga bagian luar dari tabuik akan dihias seindah mungkin oleh para seniman pembuatnya.

Adanya dekorasi berupa bentuk bunga salapan dan warna-warni yang meliputinya, menjadikan patung tabuik terlihat indah saat berputar serta diguncangkan. Patung tabuik ini membuat prosesi hoyak tabuik menjadi hiburan yang menarik bagi mereka yang menyaksikannya.

Pelaksanaan Hoyak Tabuik ini dari tahun ke tahun terus dievaluasi dan diperbarui, sehingga pelaksanaannya makin sempurna dan makin menarik untuk disaksikan. Kegiatan Hoyak Tabuik ini tambah dikenal oleh wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.

Prosesi Pembuatan

Ada prosesi yang akan dilakukan masyarakat Pariaman dalam pembuatan tabuik yakni tradisi, maambiak tanah (mengambil tanah) dilakukan dua kelompok Tabuik Pasar dan kelompok Subarang, kata Tuo (sesepuh) Tabuik Nasrul Syam.

Pada tanggal 1 Muharam, dilakukan prosesi mengambil tanah. Dua kelompok yaitu Sabarang dan Pasa mengambil tanah di tempat yang berbeda. Lalu memasukkan tanah tersebut dimasukkan ke dalam daraga yang menggambarkan kuburan Hasan dan Husein yang wafat di Perang Karbala.

Prosesi ini dilakukan oleh seorang laki-laki dari keluarga pengurus Tabuik dengan memakai pakaian putih sebagai lambang kejujuran kepemimpinan Husein cucu Nabi Muhammad SAW.

Prosesi tersebut dilakukan dalam dua kelompok yaitu kelompok Tabuik Pasa dan kelompok Tabuik Subarang yang akan diiringi oleh arakan serta ditemani dengan dentuman ‘’gandang tasa’’ sebagai hiburan dari kesenian daerah.  Pengambilan tanah tersebut harus dilakukan dari dasar sungai yang berbeda dan berlawanan arah antara dua kelompok tersebut.

 “Ritual ini tidak hanya sekedar pengambilan tanah saja, tetapi merupakan simbol dari pengambilan jasad Husein yang mati syahid dalam perang Karbala melawan penguasa Yazid Bin Muawiyah,” tutur Nasrul Syam.

Pengambilan tanah tersebut mengandung makna simbolik bahwa manusia berasal dari tanah.Setelah diambil, tanah tadi diarak oleh ratusan orang dan akhirnya disimpan dalam daraga yang berukuran 3x3 meter, kemudian dibalut dengan kain putih.

Dalam perjalanan ke rumah Tabuik kedua kelompok Tabuik berpapasan dan saat bertemu masing-masing kelompok berselisih dan bertempur, yang menggambarkan perang Karbala.Menyertai acara pembukaan pada hari pertama juga digelar Festival Anak Nagari (permainan tradisional Pariaman/Sumbar), festival Tabuik Lenong dan diakhir pawai Muharam mengelilingi Kota Pariaman.

Malam harinya digelar hiburan musik gambus di Lapangan Merdeka yang dihadiri ribuan penonton. Di hari kedua, pembuatan Tabuik dimulai dengan pembuatan kerangka dasar Tabuik dari bahan kayu, bambu, dan rotan. Malam harinya, digelar kesenian tradisional Randai.

 “Hari ketiga pengerjaan kerangka dasar. “Pada 4 Muharam selain melanjutkan pembuatan kerangka dasar Tabuik juga mulai dipersiapkan pembuatan kerangka Bouraq,” katanya.

Kemudian, pada tanggal 5 Muharam, seseorang berpakaian putih akan melakukan prosesi tabang pisang. Ini dilakukan dengan menebang satu batang pisang dengan sekali tebas.Lalu pada 9 Muharam dilakukan Ma`arak Panja yaitu mengarak jari-jari dari Tabuik.

 Maka di saat subuh, pada 10 Muharam dimulailah menghias Tabuik. Tabuik tersebut terdiri atas dua Tabuik yaitu Tabuik Surabarang dan Tabuik Pasa. Usai dua Tabuik dihoyak (diguncang, red) di tengah keramaian, pada senja harinya Tabuik tersebut diarak dan dihanyutkan ke Pantai Gandoriah.

 “Sebagai tanda berakhirnya prosesi tabuik di tanggal 10 Muharram,” kata Nasrul Syam 

Setelah waktu Ashar, di tengah ratusan ribu orang, kedua tabuik itu diarak keliling Kota Pariaman. Masing-masing tabuik dibawa oleh delapan orang pria. Menjelang senja, kedua tabuik dipertemukan kembali di Pantai Gandoriah.

Pertemuan kedua Tabuik di Pantai Gondariah ini merupakan acara puncak dari upacara Tabuik, karena tidak lama setelah itu keduanya akan diadukan (sebagaimana layaknya perang di Karbala). Menjelang matahari terbenam kedua tabuik dibuang ke laut.

Prosesi pembuangan Tabuik ke laut merupakan suatu bentuk kesepakatan masyarakat untuk membuang segenap sengketa dan perselisihan antar mereka. “Selain itu, pembuangan tabuik juga melambangkan terbangnya buraq yang membawa jasad Husein ke Surga,” kata Nasrul Syam.

Masyarakat Pariaman agar tidak salah dalam memahami ritual Tabuik, mengingat mengingat hanya sebuah tradisi yang tidak terkait dengan hukum Islam.

“Ritual Tabuik (tradisi masyarakat untuk memperingati wafatnya Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW dalam perang Karbala) merupakan ritual budaya yang hidup di tengah masyarakat, bukan berarti disamakan dengan ritual keagamaan,” kata Wali Kota Pariaman, Mukhlis .     

Ritual budaya Tabuik merupakan ritual atau kebiasaan masyarakat dalam memperingati wafatnya Hasan dan Husein yang merupakan cucu Nabi Muhammad SAW dalam perang Karbala.Dilihat dari sisi sejarahnya, ritual Tabuik merupakan nilai-nilai tradisi kebudayaan yang sampai saat ini masih hidup di tengah-tengah masyarakat.

(Penulis Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas)


Wartawan : Dia Diana
Editor : melatisan

Tag :#Tradisi #Oyak Tabuik #Pariaman

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com