HOME LANGKAN TAMBO

  • Rabu, 19 Maret 2025

Siginyang Saluang Pauh: Menjaga Warisan Budaya Minangkabau Di Kota Padang

Siginyang Saluang Pauh: Menjaga Warisan Budaya Minangkabau di Kota Padang

Oleh: Andika Putra Wardana

Di provinsi Sumatera Barat, lebih tepatnya di kecamatan Pauh kota Padang, dikenal sebagai salah satu tempat pusat kebudayaan Minangkabau yang kaya akan seni dan tradisi. Salah satu bentuk seni tradisional yang masih bertahan hingga kini adalah Saluang Pauh, sebuah alat musik tiup yang terbuat dari bambu tipis (talang) dan biasanya dimainkan sebagai pengiring kaba (cerita rakyat) di Pauh. Kesenian ini tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga mengandung nilai-nilai filosofis dan kearifan lokal yang mendalam.

Asal Usul dan Makna Filosofis Saluang Pauh

Menurut Bujang Lolit, seorang seniman Saluang Pauh yang masih aktif, kesenian ini berasal dari daerah Pauh, Padang. "Saluang Pauh ini terinspirasi dari alat musik tiup Bansi dari pesisir selatan dan Saluang dari daerah darek (pusat Minangkabau). Meskipun bentuknya mirip dengan Bansi, namun namanya tetap Saluang karena berasal dari daerah Pauh," jelasnya.

Saluang Pauh biasanya dimainkan dalam pertunjukan dendang Pauh, yang merupakan kombinasi antara vokal dan musik. Pertunjukan ini seringkali diadakan dalam acara-acara adat seperti pesta perkawinan, upacara kematian, atau acara nagari. Fadila Deliankar, seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas, menjelaskan bahwa dendang Pauh tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga mengandung pesan-pesan moral dan nasihat kehidupan. "Kaba yang dilantunkan dalam dendang Pauh seringkali menceritakan tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, seperti kisah perantauan, percintaan, dan nilai-nilai budi pekerti," ujarnya.

Salah satu filosofi yang terkandung dalam Saluang Pauh adalah pesan untuk tidak melupakan kampung halaman. Melalui melodi yang dihasilkan, peniup Saluang Pauh seolah mengajak pendengar untuk "menoleh ke belakang" sebelum melanjutkan perjalanan hidup. Hal ini sesuai dengan falsafah Minangkabau: “Satinggi-tinggi tabang bangau, jatuah ka kubangan juo” (Setinggi-tinggi terbang bangau, jatuhnya ke kubangan juga).

Struktur Pertunjukan dan Keunikan Saluang Pauh

Pertunjukan Saluang Pauh biasanya dilakukan oleh dua orang, seorang peniup Saluang dan seorang pendendang (penyanyi). Menurut Desmawardi, salah satu peneliti dari Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, struktur pertunjukan Saluang Pauh memiliki beberapa tahapan. "Pertunjukan biasanya diawali dengan irama Pado-pado, kemudian dilanjutkan dengan Pakok Anam, Pakok Limo, Lereang, dan diakhiri dengan Lambok Malam," jelasnya. Uniknya, irama Lambok Malam hanya diiringi oleh vokal tanpa musik Saluang. "Perpindahan dari satu irama ke irama lain dilakukan melalui kata-kata yang diigukan oleh pendendang, dan peniup Saluang akan langsung mengikuti," tambah Desmawardi.

Selain itu, Saluang Pauh juga memiliki ciri khas dalam penggunaan bahasa. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Minangkabau dengan dialek Pauh Padang. Menurut Alan P. Merriam, seorang ahli antropologi musik, penggunaan bahasa dalam teks nyanyian tradisional seringkali dimodifikasi untuk mencapai efek musikal yang lebih menyenangkan. Hal ini terlihat dalam pertunjukan Saluang Pauh, di mana kata-kata atau kalimat seringkali mengandung kiasan (metafora) dan perumpamaan (alegori).

Tantangan dan Upaya Pelestarian

Meskipun memiliki nilai budaya yang tinggi, Saluang Pauh menghadapi tantangan serius dalam pelestariannya. Tampan, seorang wartawan dan pemerhati kesenian Saluang Pauh, mengungkapkan kekhawatirannya. "Generasi muda sekarang lebih tertarik pada kesenian modern. Mereka kurang mengenal dan menghargai kesenian tradisional seperti Saluang Pauh," ujarnya. Tampan juga mengkritik kurangnya perhatian dari pemerintah. "Selama ini, pemerintah kurang peduli dengan nasib Saluang Pauh. Padahal, kesenian ini memiliki nilai budaya yang sangat tinggi dan patut dilestarikan," tambahnya.

Untuk mengatasi hal ini, beberapa upaya telah dilakukan. ISI Padang Panjang, misalnya, telah melakukan penelitian dan dokumentasi terhadap Saluang Pauh. "Kami berharap dengan penelitian ini, generasi muda dapat lebih mengenal dan mencintai kesenian tradisional mereka," kata Sriyanto, salah satu peneliti dari ISI Padang Panjang. Selain itu, teknologi juga dimanfaatkan untuk memperkenalkan Saluang Pauh ke khalayak yang lebih luas. "Kami telah mengunggah beberapa pertunjukan Saluang Pauh ke YouTube agar lebih banyak orang yang mengenal kesenian ini", ujar Tampan.

Saluang Pauh adalah salah satu bentuk seni tradisional Minangkabau yang kaya akan nilai-nilai budaya dan filosofis. Meskipun menghadapi tantangan dari arus modernisasi, upaya pelestarian terus dilakukan oleh para seniman, peneliti, dan pemerhati budaya. Seperti yang diungkapkan oleh Umar Kayam, kesenian tradisional adalah produk budaya yang tidak pernah lepas dari masyarakatnya. Oleh karena itu, pelestarian Saluang Pauh tidak hanya menjadi tanggung jawab para seniman, tetapi juga seluruh masyarakat Minangkabau.

Dengan mengenal dan mencintai kesenian tradisional seperti Saluang Pauh, kita turut menjaga warisan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. Seperti kata pepatah Minangkabau: “Sakali aie gadang, sakali tapian barubah” (Sekali air besar, sekali tepian berubah). Perubahan zaman tidak boleh membuat kita melupakan akar budaya kita sendiri.


Wartawan : Andika Putra Wardana
Editor : melatisan

Tag :#Saluang Pauh #Warisan Budaya

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com