HOME OPINI FEATURE

  • Selasa, 10 Desember 2024

Sarilamak, Nagari Adat Lenggang 1000 Talam

Nagari Sarilamak, Batogak Pangulu 2019
Nagari Sarilamak, Batogak Pangulu 2019

(Bagian terakhir dari dua tulisan)

Oleh Yulizal Yunus

 

Asal usul Ninik Nagari Sarilamak tidak dari Luak Tanah Data, diyakini dari asal dari Kampar. Ditandai di sebuah bukit terdapat “tampat” (kuburan keramat), yang menunjukkan sudah ada sejak lama kata ninik manak di Nagari ini. Namun Susunan adatnya diakui dari Pariangan dan rajo dari Pagaruyung,  kata Ketua KAN Saiful Dt. Rajo Bosa Nan Kuniang.

Kata Dt Rajo Bosa Nan Kuniang, bahwa Pucuk Adat Nagari ini tidak dijemput dari Pagaruyung, tetapi diantarkan oleh orang Pagaruyung. Itulah Datuk Sinaro Panjang (suku Pauh di Sarilamak).

Kemudian datang Rajo Alam dari Pagaruyung. Rapat di Harau sesuai fungsinya sebagai “ujung pasambahan”. Dalam rapat pucuk adat dan rajo itulah dapatnya “sari nan lamak”. Putus persoalan sekali putaran saja oleh Rajo Alam Minangkabau. Bersatu dan akurlah dusanak dari kelarasan nan-4, kata Dt. Rajo Bosa Nan Kuning (2024). C.Israr dirujuk Alis Marajo Dt. Sori Marajo juga menulis rombongan dari Pagruyung menuju Sarilamak ada 4 datuk : (1) Datuak Sinaro nan Panjang ke Sarilamak, (2) Datuak Sinaro nan Garang ke Tarantang, (3) Datuak Bandaro/Sinaro ke Harau dan (4) Datuak Tan Gadang ke Solok Padang Laweh/ Solok Bio-bio. Yang empat ini sudah hilang dalam tambo, dalam rapat di Harau itu ditemukan kembali, menajdi “sari nan lamak”. Dari peristiwa itu bernama Nagari Sarilamak.

Batas adat, batas ulayat nagari Sarilamak, mencakup sampai ke nagari Pangkalan Kapas, Tanjung Permai Kecamatan Kampar Kiri Utara Kabupaten Kampar. Kalau batas jorong diukur dari letak Masjid Nagari yakni Masjid Pangka Tabuah dan Masjid Ujung Tabuah, adalah menggambarkan aspek syara' menguat. Apalagi di dalam tatanan adat, dapat juga dicatat menandai kuatnya dimensi adat syara’ diadatkan “malam bamuti” (malam bermufti/ meminta fatwa kepada ulama). Dalam upacara adat apapun yang ulama tetap di depan dan dikedepankan. Bahkan mendahulukan ulama itu terlihat dari prosesi adat arak-arakan setelah “mandi martabat” (mandi tobat) bagi penghulu yang akan dilewakan sakonya di Nagari.

Toponimi linguistik penamaan  Sarilamak, ada dua pengetahuan, pertama berasal dari dongeng tentang belut besar yang dagingnya “sairi” (satu iris) saja terasa “lamak” (enak). Kedua berasal dari pengetahuan dan fakta sejarah adat mereka. Dahulu kata Siaful Dt. Rajo Bosa Nan Kuning, masyarakat percaya betul dengan dongeng berkaitan dengan penamaan rasa seekor belut (boluk) “sairi” dan “lamak” itu. Dari situ asal kata Sarilama. Yakni ada dua kosa "Siari (menjadi Sari)” dan "Lamak" yang bahasa 50 Koto, "Sori" dan "Lomak". Ditautkan menjadi "Sarilamak" atau "Sorilomak".

Proses tautan dua kata "sari" dan "lamak" itu berpangkal dari citra rasa irisan daging boluk (belut) yang lamak (enak). "Sari" dari kata Minang "sairi" terdiri awalan "sa" bermakna satu dan "iri" berarti irisan. Jadi satu irisan daging belut, dirasakan lamak (Minang)  maknanya sedap, enak, lezat lainnya.

Sebesar apa belut itu yang “sairi” dagingnya saja sudah dirasakan enak di lidah orang-orang tempatan (setempat). Namun tellinghistory yang berkaitan dengan tangkapan belut yang dagingnya lamak (tersedap, lezat, terenak) itu, menarik menjadi cerita anak cucu.

Tellinghistory - ceritanya kadang sulit dipercaya itu ada banyak versi bertebaran di berbagai situs dan tulisan warga dan pengamat - peminat. Ada versi tellinghistoty penagkap belut si Amat bersama ibunya Nur,  ada versi si Buyung, dan ada versi penangkap belut Datuk Sinaro Garang.

Kesemua versi itu menggambarkan belut itu besar dan panjang. Versi dari cerita penagkap belut si Amat menggambarkan belut sawah itu sebesar dan sepanjang ular namun masih bisa ditangkapnya sendiri dan dimasukan ke keranjangnya. Lalu dimasak ibunya dan dicicipi, setiap iris daging belut itu dicicipi,  ia berkata sairi (seiris) saja sudah terasa enak. Lalu peristiwa itu diketahui orang ramai.

Dalam versi cerita Datuk Sinaro Garang yang sampai di kawasan ini kemudian bernama Sarilamak sekarang berhasil menangkap belut besar dan panjang seperti ular. Menggambarkan panjang belut itu di rentangnya untuk mudah dipotong. Tempat rombongan merentang belut itu sekarang disebut Nagari Tarantang berbatas Sarilamak. Setelah dipotong dimasak,  dicicipi bersama keluar ucapan dari mulut mereka "sairi" (seiris) dagingnya saja lamak. Sairi lamak, lalu menjadi ungkapan Sarilamak.

Ada pula versi cerita si Buyung penangkap belut besar yang hidup di daerah ini. Belut itu mengganggu dan membuat orang takut. Buyung yang kakinya sedikit pincang menyatakan berani menangkap belut ini. Ditertawakan orang. Buyung tak peduli.  Ia pasang perangkap diumpan banyak udang. Ia berhasil menangkapnya. Orang datang beramai-ramai dan mencicipi masakannya sairi-sairi dan mereka sebuat lamak. Sairi lamak menjadi Sarilamak. Wallahu a’lam bishshawab.

Kata Saiful Dt. Rajo Bosa Nan Kuniang Ketua KAN Sarilamak, sebenarnya yang terkuat toponimi linguistik asal nama Sarilamak berasal dari Sari sebuah rapat / musyawarah rajo dan atau penghulu nan berempat. “Sari” musyawarah yang “lamak” itu “taamban” (dapat diemban, dilaksanakan) kemudian berproses menjadi Sarilamak.

Diceritakan Saiful Dt. Rajo Bosa Nan Kuning, Nagari ini sebelum bernama Sarilamak, disebut “Taamban Sari” dan atau “Amban Sari”. Dulu ada seorang dari keluarga Rajo Pagaruyung bernama Dt. Sanggan Dirajo. Ia sampai di kawasan daerah ini. Ada sebatang pohon besar dikeramatkan. Tak seorang pun bisa menumbangkannya. Hanya Dt. Sanggan Dirajo mampu menebangnya. Waktu menebangnya, ia menyuruh masyarakat yang ada untuk “batamban” ke pangkal kayu besar itu, agar tidak ditimpa kayu besar itu. Bernamalah kawasan ini “Ambansari” dan sejak itu pula ia dianggap orang berilmu tinggi dan didaulat memegang fungsi adat “pasak kunci loyang”. Disebut namanya, sebagai salah seorang utusan dalam Sumpah Sati Bukit Marapalam di Puncak Pato.

Sebagai Nagari adat, Sarilamak dalam 5 jorong tadi mempunyai 4 suku. (1) Pasukuan Pauh, (2) Pasukuan Pitopang, (3) Pasukuan Sombilan (sembilan), dan (4) Pasukuan Bodi Melayu. Pasukuan Pauh satu saja, dipimpin rajo pucuk adat di Sarilamak yakni Sinaro Panjang. Pitopang 3 ninik mamak limbago suduiknya sukunya: Kutianyia (juga Jambak dan Salo, tetapi yang dua ini tak ada). Pasukuan-9 ialah 3 ninik mamak suduik: Koto, Piliang, Simabua, Payobada, Sipisang, Tanjung, Picancang, Guci dan Dalimo. Picancang, Guci dan Dalimo tidak ada/ eksis.

Secara beradat di Nagari, dalam paparan Inyiak Wali Nagari Olly Wijaya, SE Dt. Kali Nan Putiah, Sarilamak memiliki “pucuak adat” dan “Limbago Totinggi Adat” (Limbago Tertinggi Adat) disebut “Gantang 40” sebagai “kata putus” yakni “biang cabiak gantiang putuih”, berfungsi sebagai badan peradilan adat limbago tertinggi di Sarilamak.

Ninik mamak pada 4 suku tersusun dalam tatanan adat Sarilamak. Masing-masing mempunyai Balai Adat (Balai Sidang Adat). Susunan ninik mamaknya: (1) 16 orang ninik mamak ka-ampek suku (empat suku), (2) 16 orang ninik mamak nan gadang di kampuang, (3) 16 orang ninik mamak nan gadang di kapalo banda, dan (4) 1 orang ninik mamak yang menjabat rajo sebagai pucuk adat yakni Sinaro nan Panjang.

Balai adat yang ada di Nagari Sarilamak adat 4. Keempat Balai yang ada itu: (1) Balai Alua Patuik di Jorong Buluah Kasok, (2) Balai Totak Barih di Jorong Aia Putiah, (3) Balai Ujung Rapek di Jorong Ketinggian, dan (4) Balai Godang di Jorong Sarilamak.

Dalam perspektif jabatan pemangku adat, sudah berjalan setiap suku yang empat. Setiap suku dilengkapi dangan perangkat adatnya: (1) Penghulu, (2) Dubalang, (3) Manti dan (4) Jinih Nan Barampek (berempat). Jini nan Barampek itu: Imam, Katik, Bilal dan Qadhi. Sedangkan Qadhi tidak diisi di Nagari Sarilamak, fungsinya sebagai hakim dibawakan oleh yang bertiga: Imam, Katik dan Bilal. Susunan seperti itu juga dibakukan di tingkat Nagari Sarilamak.

Setiap kaum dalam suku, wajib memiliki rumah gadang. Kalau tidak punya maka tidak boleh mendirikan Sako, kata Inyiak Wali Dt. Kali Nan Putiah.

Fungsi peradilan adat menyelesaikan sengketa adat, disebut Inyiak Wali, sepenuhnya di tangan “Limbago Totinggi Adat” Nagari Sarilamak, “Gantang 40, fungsinya “biang cabiak, gantiang putuih”. Sedangkan KAN sebagai organisasi adat bersifat konsultatif dan memfasilitasi administratif sekaligus hanya sebagai forum tempat berkumpul ninik mamak limbago, tidak boleh masuk ke dalam subastansi adat, kata Inyiak Wali dibenarkan Ketua KAN Inyiak Saiful Dt Rajo Bosa Nan Kuning dan Inyiak Ketua Bamus Mahendra Dt. Sinaro Sati_*_


Tag :#Disbudprov#NagariABSSBK#Sarilamak#Minangsatu#

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com