- Senin, 24 April 2023
PTNBH UNAND Dan Distorsi Fakultas Ilmu Budaya (Bagian Pertama Dari 2 Tulisan)

Oleh Hasanuddin Hasanuddin
Universitas Andalas sebagai universitas tertua diluar Pulau Jawa (berdiri pada 1956) sudah menempatkan dirinya menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2021 tentang PTNBH Universitas Andalas. UNAND bersama universitas luar Pulau Jawa lainnya, yakni: Unhas, USU, UNP dan Unsyiah ada di antara 21 PTNBH di Indonesia saat ini. Tentu ini sebuah catatan bahwa UNAND ada dalam ritme pergerakan kompetitif yang sama secara nasional.
Bersamaan dengan transformasi dari PT BLU menuju PTNBH, UNAND juga telah melakukan perubahan pada organ-organnya. Perubahan tersebut terangkum di dalam Peraturan Rektor Universitas Andalas Nomor 8 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Organ Pengelola Universitas Andalas. Proses transisi dari OTK lama ke OTK baru saat ini juga sedang berlangsung.
Namun, proses transisi OTK tersebut tidak aman-lancar begitu saja, terutama pada Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Ada riak kecil yang mungkin mudah diredam tetapi secara strategis cukup berdampak kepada masa depan fakultas yang salah satu jurusannya menjadi icon universitas kebanggan Sumatera Barat itu, yakni Jurusan Sastra Minangkabau.
Transisi OTK Fakultas Ilmu Budaya
Untuk diketahui bahwa di Fakultas Ilmu Budaya (dulu bernama Fakultas Sastra, berdiri sejak 1982, membelah menjadi dua fakultas yakini Fakultas Sastra dan FISIP pada 1994, dan berubah nama menjadi FIB pada 2010) terdapat lima jurusan program sarjana (S1), yakni: Sastra Minangkabau, Sastra Indonesia, Sastra Inggris, Sastra Jepang, dan Ilmu Sejarah. Setiap jurusan mengelola satu program studi. Di samping itu, terdapat empat program studi magister (S2), yakni Linguistik, Sejarah, Sastra, dan Kajian Budaya.
Secara keilmuan, fakultas ini cukup unik. Ada satu jurusan yang bersifat monodisiplin, yaitu jurusan atau program studi yang hanya membina dan mengembangkan satu disiplin keilmuan. Jurusan monodisiplin dimaksud adalah jurusan Sejarah. Jurusan Sejarah tersebut memiliki dua program pendidikan, yakni program sarjana (S1) magister (S2) Sejarah.
Akan tetapi, ada empat jurusan yang bersifat oligodisiplin, yaitu jurusan/ program studi yang membina dan mengembangkan dua atau lebih disiplin keilmuan. Keempat jurusan tersebut adalah Sastra Minangkabau (membina dan mengembangkan disiplin ilmu Bahasa, Sastra, dan Budaya Minangkabau), Sastra Indonesia (membina dan mengembangkan disiplin ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia), Sastra Inggris (membina dan mengembangkan disiplin ilmu Bahasa, Sastra, dan Kajian Wilayah Inggris), dan Sastra Jepang (membina dan mengembangkan disiplin ilmu Bahasa, Sastra, dan Kajian Budaya Jepang).
Sementara itu, program-program pendidikan magister (S2) memang diarahkan kepada pengembangan keilmuan yang lebih spesialis atau monodisiplin, yakni Linguistik (disiplin ilmu bahasa), Susastra (disiplin ilmu sastra), dan Kajian Budaya (disiplin ilmu kajian budaya).
Organ-organ tersebut (khususnya program pendidikan sarjana) selama 40 tahun berjalan aman dan lancar. Aman dan lancar dalam arti setiap organ dan seluruh sumber daya manusia pengelolanya dapat memahami dan menjalankan tugas dan fungsi masing-masing dalam memajukan sub unit kerja masing-masing. Bahkan, pada Tahun Akademik 2020/2021 kelima jurusan/ program pendidikan sarjana (S1) diusulkan mengikuti proses akreditasi internasional FIBAA (walaupun pada akhirnya hanya dua jurusan yang berkomitmen tinggi mengikuti proses dan berhasil meraihnya).
Inkonsistensi dan Distorsi
Proses transisi OTK di FIB sesungguhnya tidak perlu diwarnai kontroversi. Masalah muncul ketika Dekan salah memahami substansi surat Rektor Universitas Andalas Nomor 251/UN16.R/KP/2022, tertanggal 26 April 2022, prihal Perubahan Status Jurusan/ Bagian. Surat rektor tersebut sesungguhnya meminta Dekan FIB untuk (1) Mengusulkan perubahan status dari Jurusan/ Bagian (nomenklatur sesuai Statuta dan OTK sebelum PTNBH) menjadi Departemen, dan (2) Menyampaikan nama-nama Ketua dan Sekretaris Jurusan/ Bagian yang menjabat saat itu untuk diubah menjadi Ketua dan Sekretaris Departemen.
Maksud surat yang gambalang tersebut ditindaklanjut oleh Dekan FIB (Prof. Dr. Herwandi, M. Hum.) dengan melakukan rapat Senat FIB berisi agenda Pembentukan Departemen di FIB (Notulen Rapat Senat FIB tanggal 10 Mei 2022). Pembentukan Departemen di FIB yang dimaksud oleh dekan tersebut tidak hanya mengganti kata ‘jurusan’ menjadi ‘departemen’ dengan tetap mempertahankan personil pejabat pengelolanya. Akan tetapi, dekan justru mengubah nomenklatur jurusan bersama karakteristik disiplin keilmuannya sekaligus.
Dari tiga kali rapat Senat FIB antara 10-23 Mei 2022 dan diselingi dengan rapat-rapat majelis dosen bidang ilmu untuk melaksanakan perubahan, menghasilkan tiga departemen dengan dua nomenklatur baru.
Sebelumnya direncanakan empat departemen dengan Kajian Budaya. Akan tetapi, dalam proses pemilihan Ketua Departemen, majelis dosen bidang ilmu itu tidak dapat menerima calon yang dikehendaki oleh dekan sehingga deadlock. Akhirnya, Dekan FIB dengan kewenangan yang dimilikinya mengambil keputusan untuk menggabungkan Sastra dan Kajian Budaya ke dalam satu departemen, yakni Departemen Sastra dan Budaya.
Hasil kerja maraton dan sigap tersebut membuahkan usulan yang akhirnya memperoleh Keputusan Rektor Universitas Andalas Nomor 531/KPT/R/PTN-BH/UNAND/2022 tentang Pengangkatan Ketua dan Sekretaris Departemen Pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Periode 2022-2027.
Pada Keputusan Rektor tersebut diketahui bahwa nomenklatur empat jurusan yang sebelumnya bersifat oligodisiplin diubah menjadi departemen-departemen (yang menurut dekan adalah monodisiplin, sesuai bidang ilmu) Sejarah, Linguistik, serta Sastra dan Budaya.
Padahal, nomenklatur jurusan-jurusan sebelumnya, juga sudah berbasis bidang ilmu, yang memiliki kode universal masing-masing, yakni: Sastra (dan Bahasa) Daerah (Minangkabau, kode 511); Sastra (dan Bahasa) Indonesia (kode 512); Sastra (dan Bahasa) Inggris (kode 531); dan Sastra (dan Bahasa) Jepang (kode 532).
Dari sisi pertimbangan strategis, sesungguhnya mempertahankan karakter oligodisiplin masih sangat relevan, terutama untuk jurusan Sastra Minangkabau. Sebab, bila dipecah menjadi program-program studi mnodisiplin, maka sulit dibayangkan prospek pekerjaan lulusan yang menguasai keilmuan Bahasa Minangkabau tetapi tidak terkombinasi dengan Sastra dan Budaya Minangkabau. Begitu pun sebaliknya. Pertanyaan kita, “Siapakah pengguna lulusan dengan karakteristik keilmuan spesisifk tersebut saat ini?” “Kemana lulusan yang rata-rata 50 orang per tahun saat ini akan terserap?” Alih-alih memajukan institusi dan memberi manfaat secara luas kepada masyarakat, justru yang mungkin terjadi adalah sumbangan untuk pengangguran terdidik.
Jika mengacu kepada Permendikbud 154 Tahun 2014, tentang Rumpun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Gelar Lulusan Perguruan Tinggi, justru di bawah jurusan-jurusan sebelumnya itu bisa dikembangkan program-program studi yang berbasis keilmuan spesifik/ monodisiplin. Program studi Linguistik/ Bahasa Indonesia dan program studi Sastra/ Sastra Indonesia tepat ditempatkan di bawah Departemen Sastra (dan Bahasa) Indonesia; Program studi Linguistik/ Kajian Bahasa Inggris/ Bahasa Inggris dan program studi Sastra/ Sastra Inggris tepat ditempatkan di bawah Departemen Sastra (dan Bahasa) Inggris; Program studi Linguistik/ Bahasa Jepang dan program studi Sastra/ Sastra Jepang juga tepat ditempatkan di bawah Departemen Sastra (dan Bahasa) Jepang. Dengan demikian, satu departemen membina dan mengembangkan dua atau lebih konsentrasi atau program studi sesuai bidang ilmu.
Justru kerancuan terjadi ketika dilakukan penggabungan bidang ilmu Sastra dengan Kajian Budaya dalam sebuah departemen. Sebab, Ilmu Susastra (Kode 523) dan Kajian Budaya (Kode 619) masing-masing berada pada rumpun ilmu yang berbeda. Bidang Ilmu Susastra berada pada Rumpun Ilmu Bahasa (Kode 500)/ Sub Rumpun Ilmu Bahasa (Kode 520), sedangkan Kajian Budaya berada pada rumpun ilmu Sosial, Ilmu Politik, Humaniora (Kode 580)/ Sub Rumpun Humaniora (Kode 620). Penggabungan keduanya ditandai sebagai bentuk inkonsistensi dekan dan menimbulkan distorsi.
Distorsi berikutnya terjadi pada komposisi dan distribusi SDM pendidik. Komposisi dan distribusi SDM Pemdidik sebelum diutak-atik dekan saat ini relatif proporsional (setiap jurusan memiliki SDM antara 20 sampai 30 orang dosen. Akan tetapi, dengan utak-atik tanpa kajian akademik dan pertimbangan strategis, komposisi dan distribusi SDM pendidik saat sangat menjadi timpang. Departemen Linguistik, yang hanya membawahi 1 program studi magister, berisi sejumlah minimal pendidik saja (9 orang). Departemen Sejarah relatif ideal, membawahi dua program studi (S1 dan S2) dengan 22 orang pendidik). Hal yang mencolok adalah pada Departemen Sastra dan Budaya, yang membawahi enam program studi, yakni: empat program studi S1 oligodisiplin ditambah dua program studi S2, yakni: Sastra dan Kajian Budaya. Pada departemen ini terdapat 80an orang pendidik dengan spesifikasi keilmuan beragam: linguistik, sastra, dan juga Kajian Budaya.
Hemat saya, distorsi ini harus segera dihentikan. Tidak salah dan tidak perlu malu jika dekan dan jajarannya mundur selangkah, membuka diri menerima masukan-masukan untuk kemajuan institusi, demi ketepatan kompetensi lulusan, dan kemanfaatannya oleh dunia kerja dan masyarakat.*
Tag :#UNAND#FIB#Distorsi#Minangsatu
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
-
Permainan Anak Tradisional Minangkabau
-
MEMPERKUAT PENGAJARAN BAHASA DAN KEARIFAN LOKAL MELALUI LAGU DAERAH
-
KE NEGERI CHINA ATAU DI MINANGKABAU?
-
PTNBH UNAND Dan Distorsi Fakultas Ilmu Budaya: Pengerdilan Keilmuan Bahasa-Sastra-Budaya? (Bagian Terakhir Dari 2 Tulisan)
-
Lowongan Kerja
-
Permainan Anak Tradisional Minangkabau
-
NENEK NURIYAH MENDAPAT BANTUAN MODAL USAHA DARI MENSOS RI
-
Bulan Mei Dan Pers Kita, Catatan Hendry Ch Bangun
-
MEMPERKUAT PENGAJARAN BAHASA DAN KEARIFAN LOKAL MELALUI LAGU DAERAH
-
MENYINGKAP KEGIATAN HLUN Ke- 27 TAHUN DI KABUPATEN DHARMASRAYA, Wahudin Terima Bantuan Modal Usaha Dari Menteri Sosial