HOME OPINI OPINI

  • Rabu, 21 Desember 2022

Piala Dunia 2022, Maroko Dan Qatar Menang, Walaupun Tidak Juara

Dr. H. Gamawan Fauzi, S.H., M.M
Dr. H. Gamawan Fauzi, S.H., M.M

World Cup 2022 ini mencatat sesuatu yang berbeda dari waktu-waktu sebelumnya. Inilah pertama kali sebuah negara Afrika berpenduduk mayoritas Islam tercatat masuk dalam semi final kejuaran paling bergengsi di dunia tersebut.

Setelah berhasil menundukkan Spanyol sebagai salah satu negara dengan pesepakbolaannya yang maju,  lalu mengalahkan Portugal, semua mata dunia tertuju kepada Kesebelasan 'Atlas Lion' itu. 

Ada yang tak suka, tapi lebih banyak yang ingin tahu lebih dalam tentang bagaimana hal itu bisa terjadi.  Sejumlah negara raksasa sepak bola sudah pulang kandang terlebih dahulu, seperti Jerman, Brazil, Belanda, Portugal, Inggris dan Spanyol. Padahal beberapa di antaranya beberapa kali meraih gelar juara Piala Dunia. 

45' menit dikepung kesebelasan Portugal dan nyaris bermain setengah lapangan dalam wilayah kesebelasan Maroko, tetap saja tak membuahkan gol. Ronaldo yang ditampilkan Portugal setelah jeda 45' menit pertama, berjuang keras memasukkan bola ke gawang Maroko. Ada satu tembakan jarak dekat Ronaldo ke gawang Maroko, namun bola dipeluk dengan manis oleh Bounou, kiper Maroko yang bermain cemerlang sejak awal laga dunia itu. 

Ronaldo tak kuasa menahan tangisnya. Usai peluit panjang menyudahi pertandingan, Ronaldo tertunduk lesu menuju kamar ganti,  disaksikan jutaan pandangan mata yang tersebar di seluruh penjuru dunia. 

Sebelumnya, Ronaldo berucap. Dia berharap Maroko menang melawan Prancis di semifinal. Tapi,  Prancis terlalu kuat. 

Tanggal 15 Desember, langkah Maroko akhirnya terhenti. Prancis memang seperti kata Ronaldo, terlalu kuat. Tapi setidaknya para pemain Maroko telah memberikan banyak  pelajaran  buat umat manusia. 

Mereka selalu berdoa setiap akan memulai pertandingan, mereka mempertontonkan cara Islam ketika mendapat nikmat. Mereka tidak berlari menepuk dada atau saat menjebol gawang lawan, tapi mereka bersujud di lapangan hijau mengucap syukur kepada Sang Pencipta.  Mereka berbisik ke bumi tapi didengar di langit. Kegembiraan seusai berlaga bukan dengan bernyanyi, tapi bershalawat untuk Rasulullah. 

Hakim Ziyech, bintang Timnas Maroko yang bermain untuk Klub Liga Inggris Chelsea, adalah seorang yang sangat mulia akhlaknya. Dia mendonasikan semua bonus kemenangan yang didapat untuk orang miskin di negaranya, bahkan kepada seorang penderita kanker yang tak dikenalnya. Dia sangat menyayangi ibunya. Dia berkata, semua prestasinya buat ibunya. 

Seorang penulis Jerman memuat sebuah artikel kecil diakunnya. 

"Kami mengajarkan Maroko bermain bola, tapi Maroko mengajarkan kami bagaimana kuatnya ikatan keluarga, terutama bagaimana seorang anak menyayangi 

 

  

 

dan memuliakan ibunya, karena banyak pemain Maroko yang membawa serta ibunya menyaksikan pertandingan akbar itu. Beda dengan pemain negara lainnya yang biasanya membawa serta pacar atau isterinya, sementara ibunya tinggal di rumah," tulisnya.

Ronaldo yang kecewa dengan hasil pertandingan, berjalan lesu dan menunduk serta menangis ke kamar ganti  tanpa salaman dengan rivalnya. Beda dengan Maroko yang saat kalah dari Prancis mereka masih tersenyum, bersalaman dan berpelukan dengan pemain lawan, kemudian tetap bersujud, berucap syukur kepada Allah. 

Bila Allah berkehendak, Maroko bisa saja menjadi juara dunia. Saya yakin, para umat Islam se-dunia selalu berdoa di setiap Maroko tampil. Kecuali mungkin seorang buzzer yang mengaku muslim yang saya baca komentarnya. Dia meminta Maroko segera berkemas sebelum masuk babak semi final. 

Allah pasti lebih tahu yang terbaik buat Maroko dan para pendukungnya. Pasti ada hikmah di balik tidak sampainya Maroko bertanding di Final. Mungkin agar tidak muncul sikap sombong, tinggi hati dan merasa sukses karena memang mereka hebat, padahal takkan terjadi sesuatu tanpa izin Allah. Dan Maroko dilindungi dari sikap seperti itu sebelum terjadi.

 

Pemandangan kehidupan di Qatar dalam Kejuaraan Sepak Bola Dunia 

Lain hebatnya pesepakbolaan Maroko, lain pula Qatar yang membuat wajah baru iven bergengsi itu. Tahun ini, memang tak seperti biasa. Tak seperti kejuaran-kejuaran yang sama sebelumnya di banyak negara. 

Kejuaran dunia sepak bola, biasanya dilasankan sebagai ajang pesta akbar yang penuh hura-hura, mabuk-mabuk di bar atau restoran, bahkan di jalan-jalan untuk mengungkapkan kegembiraan atau kekecewaan. Aparat keamanan biasanya memasang wajah serius yang mengerikan menghadapi tingkah suporter yang mabuk dan tentu saja kadang  merusak. 

Tapi Nuansa Qatar sejak awal tampak berbeda dan memang didesain berbeda. Mereka menampilkan wajah Islam yang damai dan penuh kasih sayang. Rahmatan Lil Alamin. Sepanjang jalan dipenuhi ungkapan ungkapan ajaran Islam.

Mereka memberi tahukan kepada dunia, inilah ajaran Islam melalui tulisan yang menyolok, yang berisi pesan-pesan yang damai dan kutipan ayat-ayat suci Al Quran yang penuh hikmah 

Tak cuma itu. Qatar dalam sebulan itu mengajarkan kepada dunia melalui 'bil hal'nya, bukan sekedar 'bil lisan'nya, bagimana santunnya Islam kepada tamu dan kepada sesama umat manusia. 

Banyak cerita pengalaman para suporter dan penonton yang berdecak kagum degan cara Islam menjamu tamunya. Betapa pemurahnya, betapa dermawannya penduduk Qatar kepada tamu, bahkan juga betapa taatnya penduduk Qatar dalam mengamalkan ajaran agamanya. 

Azan berkumandang dengan lembut dan syahdu dari menara-menara mesjid yang agung. Lalu para jemaah bergegas menuju masjid. Segala aktivitas sosial seperti berhenti pada waktu-waktu salat.

Selepas itu di luar mesjid para penduduk tuan rumah menenteng gelas-gelas kopi, teh, qurma dan makanan lainnya untuk disuguhkan kepada tamu secara gratis. 

Ada kisah seorang suporter Australia yang mengeluh tak dapat kamar di tweeternya. Lalu seorang warga Qatar menjemputnya dan mengantar ke kemah pribadi miliknya yang mewah. Itupun tanpa mengutip pembayaran. 

Maroko dan Qatar, dua negara berpenduduk Islam mayoritas, memang tak menjuarai ajang besar pesta dunia sepak bola tahun ini. Tapi mereka menang dalam mendidik penduduk dunia bagaimana cara hidup berkeluarga yang terpuji, cara memuliakan seorang ibu dan cara menerima tamu yang baik. 

Mereka akan jadi buah bibir bagi yang menyaksikan dan menjadi pelajaran bagi yang hatinya terbuka untuk menerima kebenaran dan mencari kehidupan yang bahagia. 

Bagaimana dengan kita Indonesia atau Sumatera Barat dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullahnya?

Biarlah pembaca yang menjawabnya. 

 

Jakarta, 20 Desember 2022 

 

 

 

 

 

 


Tag :#opini #gamawanfauzi #pialadunia #sepakbola #maroko #qatar

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com