HOME OPINI OPINI

  • Selasa, 24 September 2024

Petani Di Hari Tani

Opini Bahren
Opini Bahren

Petani di Hari Tani

Oleh: Bahren*

            Petani secara sederhana dapat kita artikan sebagai sebuah pekerjaan yang digeluti oleh seseorang  dalam hal pengelolaan tanah dan memeliharanya. Kegiatan ini biasanya para petani akan menanam lahan yang dikelolanya dengan bernagai macam tanaman yang berkaitan erat dengan makanan pkok seperti pada dan jagung. Namun adakalanya juga paar petani itu menanam berbagai jenis buah-buahan dan sayur-sayuran. Kesemuanya itu dilakukan oleh para petani bertujuan untuk digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari juga untuk dijual kepada orang lain.

            Tapi, mungkin tidak banyak yang tahu bahwa di Indonesia, presiden Soekarno untuk pertama kalinya mencetuskan hari tani secara nasional pada tanggal 24  November 1960. Hal ini ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUAP). Adanya UUAP itu merupakan simbol kemenangan bagi para petani. Petani dilindungi haknya atas tanah dan lahan garapannya sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih tenang dan tidak dihantui oleh rasa takut.

            Saat ini. Setelah usia hari tani genap 64 tahun. Apakah cita-cita Presiden pertama Indonesia itu sudah tercapai? Pertanyaan itu tentu menjadi sebuah pertanyaan penting bagi bangsa ini. Dalam hal kepemilikan lahan, mungkin saja beberapa petani sudah mendapatkan haknya atas lahan yang telah ia garap berpuluh bahkan berates tahun yang lalu. Tapi tidak sedikit juga kita lihat bahwa ada petani yang hingga saat ini masih berjuang untuk mendapatkan haknya atas lahan yang telah digarapnya.

            Beberapa peristiwa besar dalam hal pengakuan atas tanah ini dapat kita lihat pada kejadian penolakan warga Desa Wafas di Purworejo Jawa Tengah. Warga menolak lahan garapannya dijadikan area penambangan batuan andesit yang disinyalir dapat merusak lingkungan dan sumber mata air. Kasus lain yang tidak kalah mengerikan adalah tidak adanya perlindungan hukuk dan pengakuan tegas untuk pemilikan lahan di Pulau Rempang masyarakat yang tinggal disana dianggap sebagai warga liar meskipun mereka sudah menempatai pulau itu nyaris 200 tahun lamanya.

            Terus pertanyaannya adalah, apakah ini yang dimaksud dan dicita-citakan oleh Presiden Soekarna dulu, ketika menetapkan harim tani nasional sebagai wujug kemenangan para petani, apakah negara sebagai pemegang hak penuh atas tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negarai sebagai wujud dari pasal 33 ayat 3  memang begitu adanya dalam menindak lanjuti permasalahan dengan penggusuran, pengosongan dan penggeseran masyarakat yang mungkin saja lebih dulu ada dibandingkan adanya negara dan perangkata hukumnya.

            Para petani dan pemilik lahan tentunya penuh harap, cita-cita dan tujuan peringatan hari tani Indonesia ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang betapa pentingnya para petani dalam menjaga ketahanan dan kemerdekaan pangan sebuah bangsa. Sudah seharusnya pemerintah juga berpihak kepada mereka para petani. Karena bung Karno pernah berkata bahwa “Hidup dan Matinya sebuah negara, ada di tangan sector pertanian Negeri tersebit”. Selamat hari Tani Nasional untuk para petani hebat dan Tangguh Indonesia. Hari ini adalah hari anda, nikmati hari ini untuk dikenang di masa datang.

*Dosen Sastra Minangkabau FIB Unand


Tag :#Opini #Didaktika #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com