HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Rabu, 13 Oktober 2021

Peran Filsafat Pembelajaran Bahasa Dan Ilmu Linguistik Dalam Memajukan Pendidikan Bahasa

opini Vina Fathira
opini Vina Fathira

Peran Filsafat Pembelajaran Bahasa dan Ilmu Linguistik dalam Memajukan Pendidikan Bahasa

Oleh: Vina Fathira, S.Pd., M.Hum*

 

Filsafat sangat berperan dalam kehidupan manusia terlebih lagi dalam ilmu pendidikan. Pendidikan yang dimaksud secara tidak langsung ke kehidupan adalah tentang pembelajaran bahasa dan ilmu linguistik. Dalam aspek filsafat, aspek ontologi yang merupakan aspek pertama adalah mencari jawaban tentang “what” dari pembelajaran bahasa dan ilmu linguistik. Selanjutnya,  aspek filsafat yang kedua adalah menemukan jawaban dari pertanyaan “how to do” dari pembelajaran bahasa dan ilmu linguistik. Aspek yang ketiga adalah aspek aksiologis, yang menjawab pertanyaan tentang makna, nilai dari suatu ilmu, yang dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam mencari “what for” pembelajaran bahasa dan ilmu linguistik.

Aspek aksiologis ilmu kebahasaan atau linguistik dalam pembelajaran bahasa sangat diperlukan karena pembelajaran berkaitan secara tidak langsung dengan linguistik. Ketika di dalam pembelajaran bahasa, teori tentang konsep bahasa tertentu akan memudahkan dalam menyusun rancangan pembelajaran, metode pembelajaran, dan lain sebagainya. Dalam  mengajarkan suatu bahasa diperlukan di dalam pembelajaran bahasa ilmu kebahasaan karena ilmu kebahasaan merupakan alat yang diperlukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis bahasa. Hal ini termasuk di dalamnya teori-teori ilmu bahasa, seperti fonologis, semantics, syntax dan morfologi. Seperti dalam mempelajari bahasa Inggris, ilmu kebahasaan akan memberikan pengetahuan tentang diri bahasa Inggris itu sendiri dan proses penggunaannya. seperti sociolinguistics dan pragmatics serta lain sebagainya.

Hakikat aksiologis Ilmu linguistik itu memiliki cakupan yang besar sekali dalam hal ilmu pendidikan terutama bagi guru bahasa. Sebagai seorang guru yang mengajar di bidang bahasa perlu ilmu linguistik umum agar guru tersebut dapat mengajarkan secara jelas unsur-unsur yang berkaitan dengan semantics, penyusunan dalam suatu kalimat, kosakata, bunyi dan pengucapan yang di dalamnya termasuk simbol bunyi, nada, tekanan suara dan lain sebagainya.  Selanjutnya, ilmu linguistik diperlukan oleh seorang guru dalam mengajar di depan kelas tentang pengetahuan yang berhubungan dengan cara berbicara pada suatu masyarakat tertentu, bahasa yang dipergunakan dalam ucapan apakah termasuk sopan atau bisa saja mengancam wajah lawan tutur, yang dalam hal ini berhubungan dengan sociolinguistic dan pragmatics. Terakhir, ilmu linguistik diperlukan dalam pengajaran agar seorang guru yang mengajar di depan kelas memahami tentang cara mengajarkan bahasa dalam hal ini berhubungan dengan psycholinguistics

Dalam perkembangan bahasa, ada tahapan yang harus diketahui, yakni belajar bahasa, belajar melalui bahasa, dan belajar tentang bahasa. Pada tahapan pertama, yakni belajar bahasa dari para guru/dosen yang memiliki kemampuan linguistik, sehingga siswa atau peserta didik nya memiliki tahapan dalam belajar bahasa. Tahapan kedua, yakni belajar melalui bahasa. Dengan arti kata, seseorang mendapatkan pengalaman atau pengetahuan melalui bahasa, seperti melakukan interaksi tanya jawab. Tahapan ketiga, yakni belajar tentang bahasa. Misalkan saja seorang pemelajar bahasa, ahli linguistik, peneliti bahasa melakukan serangkaian pembelajaran tentang seluk beluk dan masalah-masalah dalam hal kebahasaan.

Agar dapat mengungkapkan hakikat aksiologis dari bahasa, ilmuwan bahasa mempelajari beberapa poin berikut. Pertama, memerikan dan menggambarkan fitur-fitur lahiriah bahasa. Ilmuwan akan mempelajari ciri-ciri dari bawaan bahasa itu sendiri. Misalkan saja apakah bahasa Melayu Indonesia itu merupakan bahasa yang memiliki kekerabatan dengan bahasa Melayu di Malaysia atau tidak. Para ilmuwan akan menggambarkan fitur-fitur atau ciri-ciri pembeda dari bahasa Melayu di kedua Negara dengan jelas dan rinci. Kedua, menjelaskan dan memaparkan fenomena bahasa. Ilmuwan akan memaparkan fenomena bahasa yang terjadi baik itu fenomena di bahasa itu sendiri (mikro), atau fenomena di luar bahasa (makro). Misalkan fenomena adanya penghilangan bunyi “r” di akhir suku kata pada Bahasa melayu di Bengkalis Riau. Fenomena di luar bahasa adanya pengaruh bahasa Mandailing karena posisi wilayah yang saling berdampingan yang terjadi di bahasa Melayu di Kabupaten Rokan Hulu, Riau.

Ketiga, menggali dan menemukan hal-hal khusus dalam bahasa. Ilmuwan bahasa dalam mempelahari bahasa akan fokus mencari dan menggali hal-hal khusus dalam bahasa misalkan saja, variasi bunyi r pada bahasa Melayu di Kabupaten Bengkalis-Riau. Contoh kata “segar” berbunyi /sega:/, kata “segar” berbunyi /sega:/. Keempat, mengaitkan bahasa dengan fenomena lain di luar bahasa. Ilmuwan bahasa tidak selalu mempelajari dan membahas tentang bahasa dan fenomena alam yang berdiri sendiri yang lebih dikenal dengan istilah linguistik mikro. Misalnya fonologi akan membahas tentang ciri-ciri bunyi bahasa, system bunyi dalam suatu bahasa. Akan tetapi, ilmuwan bahasa juga mempelajari dan membahas kaitan bahasa dengan fenomena lain di luar bahasa yang lebih dikenal dengan istilah linguistik makro. Misalkan saja sosiolinguistik, ilmuwan akan mengaitkan suatu bahasa dengan faktor sosial (usia, status, gender, budaya dan lain sebagainya). Kasus studi tentang penggunaan bahasa gaul pada anak muda di kota Padang.

Kelima, membuat politik bahasa, merencanakan bahasa, dan mengembangkan bahasa. Ilmuwan sebagai orang yang memberi kontribusi dalam bidang bahasa juga ikut membuat politik bahasa dari hasil penelitian di lapangan sehingga politik bahasa pun bisa tercipta. Politik bahasa ini bisa dikatakan sebagai perencanaan bahasa agar bahasa yang berkembang di masyarakat bisa direncanakan untuk dijadikan kosakata baru dengan adanya perkembangan zaman dan teknologi. Lalu bahasa tersebut semakin berkembang dengan adanya ilmuwan bahasa bahasa ini dalam mendalami bahasa dan mengungkapkan hakikat bahasa. Misalnya kata download yang sering muncul di internet, dijadikan sebagai suatu politik bahasa, merencanakan dan akhirnya mengembangkan ke bahasa yang lebih berterima yakni unduh yang diserap dari bahasa yang ada di Indonesia, yakni bahasa Jawa, dengan mengadakan riset sebelumnya. Kelima, menjadikan bahasa sebagai lambang kebanggan dan jati diri penuturnya. Setiap ilmuwan bahasa yang mempelajari bahasa tertentu dan mengungkapkan bahasa tertentu adalah bahasa apapun yang sedang ilmuwan pelajari akan mengamati kelebihan dari segala jenis upacara, peristiwa, kegiatan adat pada suatu bahasa sebagai suatu bentuk kebanggaan dan turut melestarikan bahasa tersebut yang menjadi kekhasan atau ciri khas bahasa tertentu sebagai jati diri penutur bahasa tertentu tersebut. Seperti halnya penutur bahasa Minang, banyak petatah petitih yang menjadi lambang kebanggaan dengan selalu menggunaakan petatah petitih tersebut dalam kegiatan upacaar adat Minangkabau, sebagai seseorang yang berasal dari Minang sekaligus sebagai jati diri penutur bahasa Minang.

 

*Mahasiswa S3 UNP, dosen di Sekolah Tinggi Bahasa Asing Persada Bunda Pekan Baru.


Tag :#Opini #Didaktika @Vina Fathira

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com