- Senin, 24 Februari 2025
Nagari Tuo Pariangan: Titik Awal Peradaban Minangkabau

Nagari Tuo Pariangan: Titik Awal Peradaban Minangkabau
Di kaki Gunung Marapi, Sumatera Barat, terdapat Nagari Tuo Pariangan, nagari tertua yang diyakini sebagai cikal bakal peradaban Minangkabau. Sebagai permukiman pertama nenek moyang Minangkabau, nagari ini menjadi fondasi tatanan sosial, budaya, dan sistem nagari (desa otonom) yang khas. Berdasarkan tambo (historiografi tradisional Minangkabau) dan bukti arkeologis, Pariangan telah lama dianggap sebagai saksi awal mula pembentukan identitas Minangkabau bahkan sebelum pengaruh Islam mulai merambah wilayah ini.
Asal Usul dalam Tambo Minangkabau
Tambo adalah karya sastra sejarah yang merekam kisah-kisah legenda yang ada di Minangkabau dalam bentuk prosa. Tambo mempunyai arti yaitu "manuruik ambo" atau " Menurut saya", yang berarti Tambo adalah cerita legenda yang di ceritakan dan ditulis oleh para nenek moyang Minangkabau menurut pandangan mereka.
Tambo Minangkabau mengisahkan bahwa nenek moyang orang Minangkabau pertama kali menetap di Nagari Tuo Pariangan, di lereng Gunung Marapi. Menurut beberapa pandangan, asal-usul masyarakat Minangkabau dalam tambo juga dikaitkan dengan kisah Banjir Nabi Nuh. Seperti yang dikatakan oleh MUCHLIS AWWALI S.S., M.Si, dosen di Universitas Andalas, "Gunung Marapi diyakini sebagai tempat pertama kali mereka mendarat setelah banjir besar di masa Nabi Nuh".
Setelah menetap di Pariangan, mereka mulai mengembangkan sistem sosial dan adat yang menjadi cikal bakal struktur masyarakat Minangkabau. Beberapa elemen penting yang diyakini berasal dari masa ini antara lain:
1. Pendirian Nagari: Pariangan menjadi pusat peradaban pertama, di mana sistem pemerintahan adat mulai terbentuk dengan pemilihan penghulu dari setiap suku.
2. Sistem Matrilineal: Masyarakat Minangkabau mewarisi garis keturunan ibu, suatu sistem yang berkembang dari pemukiman awal di Pariangan.
3. Pembentukan Empat Suku Awal: Di Pariangan, empat suku utama mulai dikenal, yaitu Koto, Piliang, Bodi, dan Caniago. Suku-suku ini kelak menjadi dasar sistem sosial Minangkabau.
4. Musyawarah di Balai Adat: Konsep musyawarah dan mufakat dalam pengambilan keputusan adat sudah diterapkan sejak masyarakat awal di Pariangan.
Tambo juga menjelaskan bahwa setelah komunitas Pariangan berkembang pesat, sebagian warganya mulai mencari daerah baru untuk membuka permukiman. Mereka menyebar ke berbagai wilayah di Sumatera Barat, membentuk nagari-nagari baru yang tetap menjunjung adat Minangkabau. Inilah sebabnya Pariangan disebut sebagai Nagari Tuo atau nagari tertua dalam budaya Minangkabau.
Kisah ini diperkuat dengan pantun klasik Minangkabau:
"Dari mano asa titiak palito,
Di baliak telong nan batali,
Dari mano asa niniak moyang kito,
Dari lereang Gunuang Marapi."
Sejarah nagari Paringan yang disebutkan dalam tambo bukan hanya sekadar cerita lisan saja, tetapi juga merefleksikan filosofi adat Minangkabau yang menekankan keseimbangan antara manusia, adat, dan alam. Tapi, Pariangan hidup tidak hanya melalui cerita lisan itu saja, melainkan juga melalui bukti-bukti arkeologis yang mendukung keberadaannya sejak abad ke-9 Masehi. Di antara temuan-temuan tersebut yaitu:
1. Situs Batu Basurek dan Struktur Terasering:
Di kawasan Biaro Pariangan, ditemukan batu prasasti dengan pahatan yang diyakini berasal dari masa Hindu-Buddha. Meskipun beberapa aksara telah rusak, struktur batu ini menyerupai candi kecil atau tempat pemujaan. Selain itu, sistem terasering kuno di sekitar Pariangan menunjukkan bahwa masyarakat telah mengembangkan metode pertanian berkelanjutan sejak sebelum abad ke-10.
2. Bata Kuno dan Jejak Permukiman Awal:
Beberapa titik di Pariangan menyimpan bata berukuran besar (sekitar 30x20x7 cm) yang menyerupai bata era Sriwijaya (abad ke-7–13 M). Temuan ini mengindikasikan kemungkinan adanya interaksi budaya dengan kerajaan maritim pada masa itu, serta menguatkan bukti keberadaan permukiman awal.
3. Penelitian Balai Arkeologi Sumatera Barat:
Pada tahun 2016, tim arkeolog menemukan struktur batu berundak di lereng Gunung Marapi yang diduga digunakan untuk keperluan ritual atau pertahanan. Analisis karbon pada artefak kayu di sekitar situs ini menunjukkan aktivitas manusia sejak abad ke-9 Masehi.
4. Pariangan Sebelum Masuknya Islam
Sebelum Islam menyebar di Minangkabau (sekitar abad ke-14), masyarakat Pariangan menganut kepercayaan animisme dan dinamisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang terbatas. Ciri khas dari kepercayaan ini salah satunya yaitu pemujaan kepada gunung Merapi. Gunung ini dianggap suci dan merupakan sumber kehidupan, sehingga dihormati sebagai entitas yang memberikan berkah bagi masyarakat.
Hingga saat ini, warisan budaya nagari Pariangan masih terlihat jelas melalui berbagai situs bersejarah yang terdapat di sana. Beberapa warisan itu antara lain:
1. Rumah Gadang Surau Tuo:
Diperkirakan berusia sekitar 300 tahun, rumah adat ini masih digunakan untuk upacara adat dan sebagai simbol keabadian budaya Minangkabau.
2. Kompleks Makam Kuno:
Makam Datuak Bandaro Hitam, tokoh adat legendaris, menjadi salah satu situs ziarah yang mengingatkan akan kejayaan masa lalu.
3. Pengakuan Internasional:
Sejak 2015, Nagari Tuo Pariangan telah masuk dalam daftar Tentative World Heritage Site karena nilai sejarah, budaya, dan arsitekturnya yang unik.
Nagari Tuo Pariangan adalah bukti autentik peradaban Minangkabau yang lahir dari kearifan lokal dan adaptasi terhadap lingkungan alam. Sebagai titik awal pembentukan identitas Minangkabau, nagari ini menawarkan gambaran utuh tentang sistem sosial, adat, dan pertanian yang menjadi fondasi masyarakat Minangkabau. Melestarikan warisan ini tidak hanya berarti menjaga situs sejarah, tetapi juga meneruskan nilai-nilai budaya yang telah membentuk karakter Minangkabau hingga masa kini dan masa depan.
Editor : melatisan
Tag :#Nagari Tuo Pariangan #Minangkabau
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
GALA: GELAR ADAT YANG MENJADI IDENTITAS MASYARAKAT MINANGKABAU
-
PERAN IBU DAN MAMAK DALAM KELUARGA MINANGKABAU: MENGAPA AYAH HANYA TAMU?
-
SISTEM KEKERABATAN MATRILINEAL MINANGKABAU: MENGAPA LAKI-LAKI MENJADI PILAR KOMUNIKASI ANTAR SUKU?
-
PERAN HARIMAU NAN SALAPAN DALAM PERANG PADRI: KONFLIK YANG MENGUBAH MINANGKABAU
-
SYARAK MANGATO, ADAT MAMAKAI DI MINANGKABAU
-
TRADISI MAANTA PABUKOAN KE RUMAH MINTUO DI PESISIR SELATAN: WARISAN BUDAYA RAMADAN MINANGKABAU
-
TRADISI PACU KUDO: AJANG SILATURAHMI DAN TRADISI BERKUDA DI PAYAKUMBUH
-
MERAJUT KEBERSAMAAN DALAM KERAGAMAN: REFLEKSI DARI TADARUS PUISI & PAMERAN PUISI EKSPERIMENTAL
-
BEBERAPA MITOS YANG DIPERCAYAI MASYARAKAT MINANGKABAU SEBELUM MENINGGALNYA KERABAT/ORANG TERDEKAT
-
SIKAP TOLERANSI DAN RASA TOLONG MENOLONG DI BULAN SUCI YANG PENUH BERKAH