- Selasa, 25 Juni 2024
Minangkabau Dan Larangan Pernikahan Sasuku
Minangkabau dan Larangan Pernikahan Sasuku
Oleh; Nurul Fadila
Pernikahan adalah salahsatu bagian dari siklus hidup yang dilewati oleh manusia. Pernikahan menjadi suatu momen untuk mempersatukan tidak hanya dua pribadi, akan tetapi dua keluarga menjadi satu ikatan. Pembentukan tali kekerabatan melalui pernikahan ini tentulah bukan suatu hal yang remeh dan asal asalan.
Dalam memilih pasangan hidup, seorang pribadi harus memperhatikan beberapa hal dalam menentukan pasangan seumur hidupnya. Agama kepercayaan dan juga adat istiadat menjadi pegangan dalam menentukan pasangan hidup.
Adat dan tradisi Minangkabau mengatur larangan kepada masyarakatnya untuk melakukan pernikahan sesuku. Pernikahan sesuku di Minangkabau adalah hal yang tidak baik dalam pandangan adat. Pernikahan sesuku dianggap sebagai pernikahan yang ganjal oleh masyarakat. Ada berbagai hal yang mendasari lahirnya aturan untuk melarang pernikahan sesuku pada Masyarakat Minangkabau.
Jika ditilik dari kisah sejarah terbentuknya nagari di Minangkabau, masyarakat Minangkabau mulai membentuk nagari dimulai dari tingkat taratak. Taratak dibentuk dari manaruko sebuah lahan kosong yang tidak memiliki pemilik. Taratak adalah fase awal permukiman masyarakat yang juga menjadi tempat perladangan bagi keluarga manaruko taratak tersebut. Taratak biasanya terletak jauh dari pemukiman penduduk yang lain, dengan jumlah keluarga yang sedikit.
Pemimpin taratak adalah seorang tuo. Taratak menjadi bakal berdirinya nagari saat sebuah taratak berkembang. Perkembangan penduduk taratak ini tentunya karena penduduknya yang melakukan pernikahan, lalu menghasilkan keturunan.
Pernikahan sedarah adalah pernikahan yang terlarang, yang mana disebutkan juga larangannya oleh agama Islam atau syarak. Hal ini yang mungkin menjadi perhatian oleh ninik mamak para pendahulu kita yang membangun minangkagar anak cucu dan kemenakannya tidak melakukan pernikahan sedarah. Adat Minangkabau kemudian membentuk larangan untuk pernikahan satu suku yang dikhawatirkan nantinya masih ada hubungan darah.
Disamping adanya sebuah larangan, tentu ada pula sebuah anjuran atau tuntunan bentuk pernikahan yang baik dalam perspektif adat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau memandang pernikahan dengan keturunan dari saudara perempuan ayah atau disebut induak bako adalah pernikahan yang ideal dan baik. Bentuk pernikahan ini kerap disebut sebagai pulang ka bako.
Pulang ka bako dipandang sebagai pernikahan yang baik karena hal ini menguatkan ikatan kekerabatan dua keluarga tersebut. Hubungan yang sebelumnya hanya induk bako dan anak pisang kini telah bertambah lagi status hubungannya yaitu minantu dan mintuo.
Dengan kuatnya hubungan ini, maka pernikahan dinilai bisa lebih langgeng dan permasalahan yang timbul dalam hubungan pernikahan tersebut dapat diselesaikan lebih mudah. Akan timbul rasa segan untuk membiarkan permasalahan yang berlarut terlalu lama.
Setiap peraturan dan tradisi ada yang kita jalani hingga kini merupakan suatu hal yang mengandung nilai kebaikan. Aturan dan larangan yang dibuat oleh adat tradisi ditujukan untuk kebaikan dari masyarakatnya.
(Penulis Mahasiswa Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Unand)
Tag :#Minangkabau #Larangan Pernikahan Sasuku
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
LEMBAH HARAU DAN POTENSI EKOWISATA YANG RAMAH LINGKUNGAN
-
PERJALANAN KOPI DARI TANAH MINANG
-
FENOMENA KEBANGKITAN SENI RANDAI DI KALANGAN GEN-Z SUMATERA BARAT
-
DINAMIKA KAHIDUPAN NALAYAN TRADISIONAL DI PASISIA SUMATERA BARAT
-
KENAPA NOFI CANDRA?
-
MENGAPA KULINER MINANGKABAU MENDUNIA? RAHASIA DI BALIK DAPUR MINANG
-
LEMBAH HARAU DAN POTENSI EKOWISATA YANG RAMAH LINGKUNGAN
-
PERJALANAN KOPI DARI TANAH MINANG
-
FENOMENA KEBANGKITAN SENI RANDAI DI KALANGAN GEN-Z SUMATERA BARAT
-
DINAMIKA KAHIDUPAN NALAYAN TRADISIONAL DI PASISIA SUMATERA BARAT