HOME OPINI OPINI

  • Rabu, 9 September 2015

DISKRESI

Taufik Effendi
Taufik Effendi

Hingga Agustus 2015, sekitar Rp 267 Triliun, uang masih mengendap di kas daerah (propinsi, kabupaten/kota) di negara ini. Terang saja berdampak pada perlambatan ekonomi negara ini. Belum lagi penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Ternyata, sebagian besar pangkal balanya adalah karena ketakutan sebagian besar aparatur untuk melaksanakan anggaran. Ini dipicu oleh semakin banyaknya aparatur negara yang terdampar di kandang situmbin lantaran tersandung kasus korupsi.

Sebagian justru tersandung kerikil sangat kecil, yakni kelalaian yang menyebabkan kerugian negara. Namun, dimata hukum, yang bersangkutan tetap saja diganjar hukuman kurungan dan denda, kendati tidak serupiahpun uang negara dikemplangnya!

Nah, ke depan, ada pengecualian untuk kasus seperti ini. Seperti diberitakan Padang Ekspres, Selasa (8/9), dengan headline berjudul Kapolda-Kajati tak Pidana Diskresi. "Jangan ada kriminalisasi, apalagi sampai mengganggu sistem investasi di daerah. Ini hendaknya menjadi perhatian bagi aparat hukum di daerah," ujar Kajati Sumbar Sugiyono, yang dikutip Padang Ekspres.

Sementara Kapolda Sumbar Bambang Sri Herwanto, sebagaimana dilansir Padang Ekspres menegaskan bahwa bila ada penyidik atau Kapolres mengekspose status tersangka padahal perbuatan hukumnya belum jelas.

Di halaman depan Singgalang, Selasa (8/9), mengutip bahwa Bambang juga akan menindak tegas Kapolres yang mencari-cari kesalahan proyek. Dilanjutkan Singgalang bahwa pihak kepolisian tidak akan mengkriminalisasi kebijakan yang mendorong percepatan penyerapan anggaran dengan benar.

Sementara di Haluan, Selasa (8/9), berita terkait ini tidak menjadi headline. Namun, di halaman dua, Haluan menulis judul Dorong Percepatan Serapan Anggaran. Koran ini lebih banyak mengutip presentasi Penjabat Gubernur Sumbar Reydonnyzar Moenek yang merilis data serapan anggaran nasional dan Sumbar yang masih di bawah seharusnya.

Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri ini, seperti dikutip Haluan, mengatakan bahwa lambannya penyerapan anggaran disebabkan beberapa faktor. Antara lain karena lambannya penetapan APBD, dan kekuatiran para pejabat di daerah akan tersangkut masalah hukum.

Mengingat kondisi demikian, maka patut diacungkan jempol buat Pj Gubernur Reydonnyzar Moenek yang menginisiasi diselenggarakannya pertemuan itu. Donny, demikian Pj Gubernur ini disapa, bahkan akan mengeluarkan edaran terkait apa yang dibahas dalam pertemuan itu.

Tentu saja ini angin segar buat para pejabat pengelola keuangan di daerah. Bukan berarti para pejabat itu diberi keleluasaan untuk sekehendak hati membuat kebijakan. Tetapi sepanjang kebijakan itu tidak merugikan keuangan negara, apalagi untuk memperkaya diri sendiri, ada diskresi (pengecualian) yang bisa menggaransi mereka untuk tidak langsung berhadapan dengan penegak hukum.

Apalagi perihal diskresi ini juga diatur dalam UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Memang cukup besar harapan untuk penerapan diskresi ini. Setidak-tidaknya tidak akan ada lagi pejabat yang divonis terlibat korupsi, hanya lantaran kelalaian belaka, tanpa sepeserpun duit negara ditilepnya.
Masalahnya, sejauh mana pernyataan Pj Gubernur, Kapolda dan Kajati diimplementasikan sesuai yang dikatakan beliau-beliau itu. Kita tunggu saja.


Tag :#opini #Taufik Effendi

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com