HOME SOSIAL BUDAYA RANTAU

  • Rabu, 13 April 2022

BNPT Dan FKPT Kepri Gelar ToT Guru Pelopor Moderasi Beragama

Suasana Training of Trainer (ToT) Guru Pelopor Moderasi Beragama di Sekolah, di Aula SMAN 4, Jalan Pemuda Nomor 30 Tanjungpinang, Rabu (8/4/2022).
Suasana Training of Trainer (ToT) Guru Pelopor Moderasi Beragama di Sekolah, di Aula SMAN 4, Jalan Pemuda Nomor 30 Tanjungpinang, Rabu (8/4/2022).

Kepri (Minangsatu) - Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) RI bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menggelar Kegiatan internalisasi Nilai-Nilai Agama, Sosial, Ekonomi dan Budaya melalui Training of Trainer (ToT) Guru Pelopor Moderasi Beragama di Sekolah, di Aula SMAN 4, Jalan Pemuda Nomor 30 Tanjungpinang, Rabu (8/4/2022).

Kegiatan juga diikuti peluncuran Lomba Pembuatan Bahan Ajar Berupa Video Pendek Sosiodrama Moderasi Beragama bagi anak didik dan tenaga kependidikan yang ada di wilayah Provinsi Kepri.

Kegiatan menghadirkan pembicara Ketua BNPT RI diwakili Kasubdit Kontra Propaganda BNPT RI, Drs Sujatmiko. Pembicara lainnya Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pemerintah Provinsi Kepri, Dr Ir Lamidi, MM dan Dosen FIP Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sholehuddin, M.Pd.

Dalam pemaparannya, Sujatmiko mengatakan ancaman terorisme dan radikalisme itu nyata. Dalam praktiknya secara langsung menyebar lewat buku-buku yang berisi pemahaman dalil yang mengarahkan penyimpangan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Salah satu buku yang telah menyebar di tengah lapisan masyarakat adalah terorisme sebagai langkah Islam.

''Kita juga menemukan di media sosial adanya ajakan berisi tentang paham terorisme. Ini menandakan bahwa terorisme dan paham radikalisme nyata. Tidak bisa dianggap enteng karena bisa merusak tatanan kehidupan bernegara,'' katanya.

Data Penelitian di lapangan Sujatmiko, melanjutkan akar dari radikalisme berawal dari  permasalahan. Salah satu bersumber ajaran agama, dimana agama dijadikan ideologi. ''Dalam agama Islam, kitab suci Alquran bersumber wahyu yang sangat mulia, agung dari Yang Maha Kuasa. Namun, ada pihak tertentu mencoba memutar balikkan ajaran ini. Sangat naif jika dijadikan distorsi hanya untuk kepentingan politik,” ujarnya.

Di beberapa tempat, ada kejadian fenomenal yang ditemui. Tahun 2018, ada kejadian paham menyimpang dilakukan pihak tertentu, untuk melaksanakan bom bunuh diri bersama keluarga. “Teori konspirasi sering dimunculkan untuk mengalihkan isu terorisme. Karena bisa mengorbankan semua nyawa dalam keluarganya. Ini meski diantisipasi,” katanya.

Selanjutnya ada Bom Sibolga tahun 2018. Begitu ironisnya, dimana suaminya meledakan diri. Istrinya ketakutan serta akhirnya menyerahkan diri. Tidak sampai disitu, bahaya laten radikalisme juga ditemui di bahan ajar. Ada temuan kata-kata memicu seperti saya rela mati jika agama saya dizolimi. Ini tentu tidak benar karena agama tidak mengajarkan demikian. Kata-kata ini memicu anak-anak untuk mengarah kepada perubahan sikap.

''Kita juga menemukan doktrin wadah oraganisasi tertentu, yang meminta anggota melakukan sikap tidak terpuji yang mengarah tindakan terorisme dan radikalisme. Salah satu ditemukan di organisasi HTI. Meski lembaga ini sudah dibubarkan, namun kita harus waspada setiap saat,'' pintanya.

Lebih jauh Sujatmiko, menguraikan hasil Survei dilakukan tim kajian tentang toleransi dari siswa SMA di Bandung. Survei toleransi menyimpulkan 7,30 persen bersikap intoleransi. Menanamkan pikiran intoleran pasif menanggap orang lain kafir, intoleran aktif 2,3 persen. Inilah kelompok yang bergerak.

''Temuan lain, juga dilihat dari butiran peraturan perundangan-undangan sparatis Papua. Masih mengarahkan kepada aktifitas terorisme, paham kilafahisme, komunisme, leninisme. Tentu ini juga dianggap ancaman terorisme,'' katanya.

Jadi motif  utama berkembangnya terorisme dan radikalisme tentu mengarah paham ajaran agama. Dimana pemahaman agama didistorsi yang dangkal, bercampur paham agama dari luar misalkan ISIS, atau paham lain dari mana saja, akan memberikan warna sikap yang merusak warna bangsa. Ini meski cepat di redam,” katanya lagi.

Sementara, pembicara Kepala Badan Kesbangpol Pemerintah Provinsi Kepri, Dr Ir Lamidi, MM, memaparkan moderasi beragama itu salah satu contohnya memberi kebebasan orang lain melaksanakan dan menjalankan agamanya, mengembangkan telorensi, menghargai agama lainnya. ''Artinya, kita menganut agama bukan ikut-ikutan keluar masuk rumah ibadah atau ikut-ikutan agama orang lain,” ujarnya.

Toleransi antaragama sejak dini paling penting dikembangkan dan diajarkan kepada anak-anak. Faktor penyebab berkembangnya radikalisme dan terorisme antara lainnya, sisi ekonomi, kecemburuan sosial, pemerataan sosial ekonomi dan pemerataan kesejahteraan sosial masyarakat.

Faktor lainnya ketersediaan lapangan kerja. ''Jika faktor ini tidak terayomi secara baik, maka akan terjadi perpecahan, hasutan dan pemikiran yang negatif yang akhirnya jadi bibit-bibit paham tidak baik,'' katanya.

Pondasi paling kuat membatasi berkembangnya radikalisme dan terorisme yang disebabkan ekonomi sesuai UUD 1945, katanya masyarakat wajib menikmati. ''Masyarakat diedukasi untuk bisa menyampaikannya keluhan dengan santun.

Beberapa langkah pencegahan terorisme, yang perlu dilakukan jika terdeteksi dini lingkungan tentang keberadaan terorisme dan radikalisme, Lamidi minta laporkan ke RT/RW setempat. Hindari kesenjangan sosial di lingkungan masing-masing. Peran guru sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat sangat dibutuhkan.

Langkah lainnya, terbuka dengan lingkungan, tumbuhkan semangat gotong royong. Kemudian teknik pencegahan adalah tanamkan adat dan budaya setempat, filterisasi budaya dari luar, melestarikan adat dan budaya setempat serta menghargai kearifan lokal Budaya setempat.

Peserta Kegiatan internalisasi Nilai-Nilai Agama, Sosial, Ekonomi dan Budaya melalui Training of Trainer menjadi Guru Pelopor Moderasi Beragama di Sekolah ini berasal dari kalangan guru Taman Kanak-kanak (TK), Pendidkan Anak Usia Dini (PAUD), SD/MI, SMP/MTs serta SMA/MA/MAK.

Ketua FKPT Kepri, Fauzi, mengatakan bahwa kegiatan TOT dapat menambahkan khasanah ilmu dan bisa diterapkan di lingkungan sekolah dan mendorong pendidik menerapkan pencegahan terorisme dan radikalisme, terutama bagi peserta didik khususnya, masyarakat umumnya.


Wartawan : Rilis/Bnpt
Editor : ranof

Tag :#Moderasi beragama #Merawat keberagaman #Radikalisme #Terorisme #Fkpt kepri #Fkpt sumbar

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com