- Sabtu, 12 Februari 2022
Minat Ekonomi Oleh: All Amin
Dikalahkan oleh dominasi opini. Baru sedikit yang melirik.
Seketika terlintas Hari Raya Kurban. Teringat belasan gelondong utuh jeroan sapi yang dibuang begitu saja. Sebab dipandang tak berharga.
Ingatan itu muncul ketika saya membaca berita; Ilmu Ekonomi Islam termasuk kelompok jurusan yang sepi peminat. Pada penerimaan mahasiswa baru tahun 2021 kemarin.
Sayang. Namun, begitulah adanya. Di negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.
Keduanya ada kemiripan. Sama-sama kurang diminati. Penganalogian sekenanya.
Dipersepsikan jeroan itu kelasnya jauh di bawah daging. Propagandanya; tak sebanding. Jadilah beda kasta.
Padahal, bila jeroan itu diserahkan ke amai-amai di Ranah Minang. Yang paham cara memasaknya. Maka itu akan disulap menjadi kalio babat. Gulai tambunsu. Cicipilah, rasanya tak kalah enak dibandingkan wagyu.
Seabad silam Kekaisaran Usmaniyah runtuh. Kerajaan Ottoman itu menjadi Daulah Islamiah yang terakhir. Wilayah kekuasaannya yang kala itu hampir separo dunia, dibagi-bagi oleh para pemenang perang. Terpecah menjadi puluhan negara. Dinasti Kekhalifahan Islam redup sejak masa itu.
Lihat batas negara-negara pecahan Turki Usmani itu. Banyak yang berupa garis lurus. Mungkin, itu cara membaginya seperti memotong kue di atas nampan.
Ketika komposisi penguasa berubah. Kiblat peradaban pun berubah. Cerita sejarah tentu berubah pula. Karena sejarah seringkali dikondisikan oleh pemenang.
Sebelumnya, selama kurang lebih 13 abad Kekhalifahan Islam yang menguasai dunia.
Bermula dari masa Rasulullah di Madinah. Mulai tahun satu Hijriah yang bertepatan dengan 622 Masehi. Setelah Rasulullah wafat, pemimpin umat Islam dilanjutkan secara bergantian oleh empat sahabat.
Masa Khalifah Umar bin Khatab perluasan wilayah Islam mulai signifikan. Penaklukkan Baitul Maqdis dan Persia terjadi di masa Khalifah Umar.
Pascamasa Khulafaur Rasyidin. Dilanjutkan Daulah Bani Ummayah. Lalu Daulah Bani Abbasiyah. Dan berakhir di Istanbul tahun 1922. Runtuhnya Turki Usmani itu.
Digdaya memimpin peradaban dunia selama 1.300-an tahun, pastilah konsep pemerintahan Islam itu hebat. Pun sistem ekonominya; pasti hebat.
Terutama di negeri ini. Kita berutang budi pada para Raja-raja Kerajaan Islam se-nusantara yang tak henti-henti melawan imperialisme barat. Dan itu karena terpatrinya falsafah jihad fi sabilillah yang diajarkan oleh agama Islam. Sebab perjuangan para syuhada itulah, kita tetap bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Sampai hari ini.
Seandainya tidak ada perjuangan gigih dari Raja-raja dan para Ulama pahlawan itu. Bisa jadi nasib kita serupa suku Indian di Amerika. Atau orang Aborigin penduduk asli benua Australia. Yang keberadaan mereka sudah digantikan oleh bangsa lain--yang semula penjajah dari Eropa itu.
Ganasnya imperialisme barat telah mengubah semuanya di sana. Budaya, agama, bahasa, juga orangnya. Penduduk asli sudah setengah punah. Tersisa seadanya, dan tersingkir di tanah sendiri.
"Kita dijajah selama 350 tahun" rasanya narasi ini perlu dikoreksi. Yang benar; Bangsa ini tak pernah berhenti melawan penjajahan selama 350 tahun. Perspektifnya mesti dibalik. Menyesuaikan dengan realitas sesungguhnya.
Sejak kedatangan Portugis pertama kali, yang dipimpin Alfonso De Alberqueque menyerang Malaka tahun 1511. Kesultanan Demak di bawah pimpinan Sultan Pati Unus langsung bereaksi. Putra Mahkota Demak itu bekoalisi dengan Kesultanan Cirebon, Banten, Palembang, Jambi, Aceh untuk menggempur Portugis ke Malaka.
Jihad melawan kolonialisme itu tak pernah putus. Berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Para mujahid muncul silih berganti, bertukar dari generasi ke generasi.
Sultan Iskandar Muda. Sultan Mahmud Badaruddin. Tuanku Imam Bonjol. Fatahillah. Pangeran Diponegoro. Pangeran Antasari. Sultan Hasanuddin. Semua orang mengenal nama-nama itu.
Sejak zaman Pati Unus di Demak, sampai dengan Bung Tomo 10 November di Surabaya. Semangat perjuangan mengusir penjajahan digelorakan dengan falsafah keislaman.
Satu lagi yang luar biasa, seluruh Raja-raja itu mau menerima konsep Republik yang mulai digagas pada awal abad ke-19. Semuanya bersuka rela disatukan. Kekuasaan mereka dileburkan. Dan, klimaks bahagianya adalah lahirnya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kolonialisme barat telah berhasil dikalahkan. Penjajahnya sudah pergi. Namun, sebagian warisannya tetap tertinggal. Terus digunakan. Satu di antaranya adalah; konsep ekonominya. Sistem ekonomi kapitalis.
Semoga di masa-masa mendatang terus semakin banyak yang turut menyuarakan keindahan konsep ekonomi Islam. Berjemaah saling menguatkan keyakinan, bahwa semua risalah yang dibawa oleh Rasulullah pastilah yang terbaik untuk umatnya.
Sistem ekonomi Islam merupakan kaidah syariah yang mesti dipedomani dalam bermuamalah maliyah. Tak boleh diabaikan. Serupa jeroan sapi kurban.
Tag :#Opini
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
PERKEMBANGAN TERKINI PENGGUNAAN BIG DATA DI SISTEM E-GOVERNMENT
-
MERASA PALING HEBAT, JANGAN MAIN LABRAK SAJA
-
PEMANFAATAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK E-GOVERNMENT
-
ANGGOTA DEWAN JANGAN SEKADAR JADI TUKANG SALUR PROYEK
-
PERKEMBANGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK
-
PERKEMBANGAN TERKINI PENGGUNAAN BIG DATA DI SISTEM E-GOVERNMENT
-
MERASA PALING HEBAT, JANGAN MAIN LABRAK SAJA
-
KALA NOFI CANDRA MENEBUS JANJI KE TANAH SUCI
-
PEMANFAATAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK E-GOVERNMENT
-
ANGGOTA DEWAN JANGAN SEKADAR JADI TUKANG SALUR PROYEK