- Sabtu, 11 September 2021
Membumikan Nilai-Nilai Pancasila Dari Langit (3)

Membumikan Nilai-Nilai Pancasila Dari Langit (3)
Oleh Taufik Effendi
Dalam pengejawantahan nilai-nilai Pancasila itu, atau belakangan disebut pembumian Pancasila, ada sejumlah permasalahan yang menjadi faktor penghambat.
Pertama, kesepakatan tekstual berkenaan dengan butir-butir pengaplikasian nilai-nilai luhur Pancasila pasca berakhirnya orde baru belum kongkrit.
Bahkan bisa jadi bukan merupakan hal yang prioritas lagi.
Mungkin ada anggapan bahwa hal-hal yang terkait dengan kepancasilaan sudah kurang relevan dengan semangat reformasi. Sehingga narasi perihal pengejawantahan nilai-nilai Pancasila jarang terdengar.
Akibatnya gaung Pancasila mulai lengang. Nyaris tak terdengar ada tokoh publik yang menyebutnya. Apalagi mengaku meneladankan nilai-nilai Pancasila.
Lantaran kesepakatan tekstual dimaksud tak kunjung muncul, khalayak pun menganggap Pancasila sebagai teks formal yang begitu saja adanya. Hanya laku dibaca saat upacara. Tanpa pemaknaan yang semestinya.
Nilai-nilai Pancasila seperti menjadi pusaka. Ibarat bendera pusaka yang diletakkan dalam peti yang dibuka saat-saat tertentu saja.
Padahal, sebagai ideologi, nilai-nilai tersebut mesti muncul dalam peri kehidupan anak bangsa. Walau zaman berubah, ideologi mestinya tak punah.
Walau ada dinamika budaya, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila tak tertelan perubahan. Melainkan selalu menemukan ruang untuk pengejawantahannya.
Tetapi, ketika dari hulu (baca: penyelenggara negara) tidak mengaktualkan nilai-nilai itu, maka hingga ke muara (baca: anak bangsa) menganggap hal itu sudah tidak perlu.
Memang peradaban dibangun oleh nilai-nilai luhur yang muncul dari kristalisasi kebudayaan dimana peradaban itu berada. Tetapi, nilai-nilai luhur tersebut akan tergerus sendiri apabila tokoh-tokoh sentral di pusat peradaban tak lagi menggaungkannya!
Kedua, dinamika budaya bersamaan dengan mulai berperannya generasi Y (kaum milenial)--ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Di sebagian besar belahan dunia, pengaruh mereka ditandai dengan peningkatan liberalisasi politik dan ekonomi--ikut memudarkan perhatian terhadap Pancasila.
Apatah lagi bila aplikasi nilai-nilainya pula yang diharapkan?
Dinamika budaya--terutama arus deras informasi dan digitalisasi--yang bersamaan dengan berperannya generasi milenial di setiap sisi kehidupan berpotensi memunculkan nilai-nilai baru. Pada akhirnya akan lahir ideologi baru!
Memang adalah sebuah keniscayaan saja terjadi perubahan budaya dan--bahkan--perubahan peradaban. Namun, sebagai sebuah bangsa yang sudah punya jati diri, sudah memiliki ideologi, mestinya indikasi perubahan itu harus diantisipasi sejak dini.
Tag :#Pancasila #PembumianPancasila #Milenial #BPIP
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
TRANSFORMASI PSIKOLOGI ANAK MELALUI PENDIDIKAN INKLUSIF DAN HUMANISTIK
-
MANARI DI LADANG URANG: ANTARA KEBEBASAN DAN KESADARAN SOSIAL DALAM BINGKAI KEARIFAN MINANGKABAU
-
BARA KATAJAM LADIANG,LABIAH TAJAM MULUIK MANUSIA: SEBUAH PRIBAHASA MINANGKABAU
-
BUKAN CUMA REBAHAN: CARA PRODUKTIF MENGISI LIBURAN SEMESTER
-
4 LAGA BERSAMA PATRICK KLUIVERT, INDONESIA MASIH MENCARI JATI DIRI.
-
TRANSFORMASI PSIKOLOGI ANAK MELALUI PENDIDIKAN INKLUSIF DAN HUMANISTIK
-
PSIKOLOGI HUMANISTIK PADA TOKOH YASUAKI YAMAMOTO DALAM NOVEL “TOTTO-CHAN GADIS KECIL DI PINGGIR JENDELA” KARYA TETSUKO KUROYANAGI
-
MANARI DI LADANG URANG: ANTARA KEBEBASAN DAN KESADARAN SOSIAL DALAM BINGKAI KEARIFAN MINANGKABAU
-
BARA KATAJAM LADIANG,LABIAH TAJAM MULUIK MANUSIA: SEBUAH PRIBAHASA MINANGKABAU
-
BUKAN CUMA REBAHAN: CARA PRODUKTIF MENGISI LIBURAN SEMESTER