HOME OPINI OPINI

  • Selasa, 8 Januari 2019

Debat Capres Dan Arah Pembangunan Indonesia

AG Sutan Mantari
AG Sutan Mantari

Saya termasuk orang yang tidak setuju pembangunan Indonesia hanya berdasarkan visi dan misi presiden, yang kalau kita mau jujur disiapkan dengan serba instan dalam waktu yang sangat singkat, disemangati oleh keinginan untuk berbeda dari konsep lawan, bahkan kadang-kadang dengan semangat asal beda, dan hanyalah bersandarkan pada tafsiran eksklusif elite politik tanpa pernah dimintakan persetujuan kepada rakyat.

Visi dan misi presiden itu sangat jelas, yakni tinggal merujuk kepada Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu sebenarnya yang seharusnya membuat visi dan misi pembangunan Indonesia, sebagai salah satu syarat calon presiden, bukanlah timses masing-masing kubu.

Sebuah konsep pembangunan yang baik seharusnya dibuat oleh lembaga negara yang terdiri dari para expert terbaik di berbagai bidang yang dimiliki oleh bangsa ini. Dimana kedudukan lembaga negara itu seharusnya sejajar dengan Mahkamah Konstitusi.

Lalu hasil kajian lembaga negara itu kemudian diperdalam dan dielaborasi bersama MPR yang menjadi perwakilan dari rakyat untuk selanjutnya barulah disahkan sebagai TAP MPR tentang Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. 

Kalau perlu dalam penetapan konsep pembangunan itu, juga mendapatkan "guidance" dan masukan dari MK sehingga tidak ada poin-poin yang menyalahi UUD 1945. Sehingga tidak terjadi kasus-kasus belakangan ini dimana banyak UU dan Peraturan Pemerintah yang KO akibat dijudicial review oleh berbagai elemen masyarakat ketika disidangkan di MK karena melanggar semangat konstitusi.

Tugas presiden dan wakil presiden terpilih hanyalah melaksanakan hasil dari rumusan yang tetap dikuatkan status hukumnya sebagai TAP MPR itu. Dalam kata lain, presiden hanyalah "Alat Negara" untuk mewujudkan tujuan negara dengan target-target tertentu yang telah diamanahkan oleh rakyat.

Penilaian tentang berhasil atau tidaknya seorang presiden bisa diukur dari parameter-parameter yang telah dimandatkan oleh TAP MPR tentang Pembangunan Nasional Berkelanjutan itu.

Dengan pola pikir di atas tidak akan terjadi lingkaran setan - "ganti rezim ganti konsep dan arah pembangunan" - yang sering membuat bangsa ini jalan di tempat dan tak pernah merampungkan sebuah konsep pembangunan. Karena ada semacam alergi bagi rezim yang baru untuk meneruskan program dari rezim yang lama. Meskipun kebanyakan perubahan itu hanyalah pergantian nama saja tanpa ada perubahan yang subtansial.

Presiden terpilih hanyalah pelaksana dari konsep pembangunan jangka pendek menengah dan jangka panjang Indonesia yang telah dirumuskan jauh-jauh hari sebelum Pilpres. Makanya, kehebatan capres dan cawapres bukanlah menyampaikan visi dan misi, karena visi dan misi Indonesia sudah jelas.

Kehebatan capres dan cawapres adalah membuat gagasan kebijakan implementatif pembangunan yang sesuai dengan amanah konstitusi dan mampu membuat kebijakan hingga ranah teknis yang tidak menyalahi Pancasila dan UUD 1945.

Adu strategi konsep dan implementasi pembangunan itulah sebenarnya yang mesti dielaborasi oleh capres dan cawapres dan di sanalah sebenarnya tampak ideologi dan kecerdasan mereka.

Misalnya di poin tujuan negara dalam Pembukaan UUD 1945, "Memajukan Kesejahteraan Umum". Semua capres dan cawapres pasti sepakat bahwa kesejahteraan rakyat Indonesia adalah poin tugas utama seorang pemimpin. Malahan demi merayu rakyat seringkali kemiskinan dijadikan sebagai alat pukul oposisi dan data-data keberhasilan dijadikan alat legitimasi dari petahana. 

Yang jadi persoalan sebenarnya adalah apakah solusi-solusi pemberantasan kemiskinan sudah sesuai dengan kaedah ekonomi kerakyatan yang digariskan oleh UUD 1945. Jika masing-masing kandidat malah menyandarkan diri kepada hutang dan konsep-konsep ekonomi liberal, dengan membiarkan koorporasi swasta menjadi pengendali dan memonopoli ekonomi Indonesia maka sesungguhnya mereka sudah sama-sama melakukan sesat pikir konstitusional.

Bagi saya debat capres dan cawapres seharusnya bukan diarahkan pada debat-debat adu retorika di antara pasangan yang ada. Konsekuensinya, yang dibutuhkan bukanlah pertanyaan dadakan kemudian membuat para kandidat tampak kebinggungan untuk menjawab di depan audiens dan sorotan kamera. Kemudian penonton yang berada di gedung debat dan yang menonton lewat saluran telisi ketawa-ketiwi melihat capres dan cawapres melongo seperti orang bodoh disaksikan ratusan juta orang di Indonesia dan jutaan pemirsa dari seluruh dunia.

Debat capres dan cawapres seharusnya dibawa pada presentasi program apa yang akan dilakukan oleh masing-masing kandidat. Kemudian bagaimana program itu dianalisis dan dielaborasi oleh para panelis untuk ditunjukkan kelemahan dan kesulitan implementasinya secara ilmiah. Masukan-masukan dari tim panelis menjadi catatan berharga ketika kandidat itu terpilih.

Presiden yang sudah terpilih pun sebenarnya bukanlah seorang superhero yang tahu segala-galanya secara detail dan teknis. Makanya dalam tugas-tugas kenegaraan mereka dibantu oleh para menteri dan para staf ahli.

Setiap presiden hendak membuat kebijakan maka dilakukan Rapat Kabinet untuk mendengarkan paparan dari menteri-menteri terkait agar pemahaman presiden bisa lebih luas sebelum mengambil keputusan.

Menurut saya, sosok menteri dan staf ahli yang berbobot lah yang akan menggiring seorang presiden mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang baik bagi rakyat. Sehingga yang diperlukan selain presiden yang cerdas, juga menteri-menteri yang jenius yang bekerja demi kepentingan Indonesia.

Banyak persoalan yang terjadi di negeri ini karena penguasa sekarang terjerat dalam kubangan lumpur yang telah dibuat oleh rezim-rezim sebelumnya yang mengharuskan langkah-langkah cerdas dalam rangka mengembalikan kekayaan nasional dengan cara yang elegan dan tidak memancing kemarahan dunia internasional.

Jadi menurut saya, debat presiden tidak bisa disamakan dengan ujian mahasiswa di perguruan tinggi karena cara kerja mahasiswa untuk bisa lulus dengan cara kerja presiden dalam mengambil keputusan sangatlah.

Yang diperlukan untuk memperbaiki negeri ini bukanlah kehebatan debat atau retorika seorang presiden. Tetapi bagaimana program-program yang ia sampaikan dielaborasi secara kritis oleh panelis terkait kelebihan dan kekurangannya serta hambatan apa yang bisa membuat program kerja seorang presiden bisa terbengkalai.


Tag :kolomAGSutanMantari

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com