HOME OPINI OPINI

  • Jumat, 6 Desember 2024

“BINGUNG”

Suasana belajar pada sebuah sekolah
Suasana belajar pada sebuah sekolah

“BINGUNG”

Oleh: Putri Nilam Sari  

Dari salah satu sudut kelas, “ Ndi, panek se den sakolah ko ah, ndk ciek alah ngarati den pelajaran ko do ah, rencana den kabaranti sakolah lai mah, cari karajo lai”.

Awak iyo lo mah kawan, ndak ado termotivasi wak untuak sakolah ko do ah, urang gaek susah loh”.

Dari sisi sudut kantor, sembari  menghela nafas,”Baa lah anak anak-wak ko, dikelas lalok se, tugas ndk dikarajoannyo, di cubo model pembelajaran yang beragam, tetap juo indak ado perubahan”.

“Iyo, baa lah caro memotivasi anak-anak ko untuk bersemangat sakolah, lah dicubo menyentuh dengan bahasa yang halus, ingek urang tuo kalian, targetkan masa depan kalian,  tetap juo indak mampan doh, lah bantuak aia lalu se wak di buek nyo”.

Ya, itulah kondisi nyata yang sedang terjadi saat sekarang ini yang sedang dirasakan oleh perserta didik dan begitupun yang sedang kami rasakan sebagai seorang pendidik. Kurangnya motivasi sekolah dan motivasi belajar anak-anak saat sekarang ini dan ketidak mampuan guru memberikan motivasi untuk belajar mereka. Entah proses apa yang hilang dalam hal ini yang menimbulkan kebingungan.

Sangat sulit sekali memunculkan motivasi sekolah kepada peserta didik saat sekarang ini. Kesulitan-kesulitan ini menjadi tumpang tindih pihak terkait dalam mencari alasan kenapa, mengapa, dan bagaimana hal itu bisa terjadi. Tidak jarang juga beberapa pihak menekankan dan mematok bahwa peserta didik tidak termotivasi untuk sekolah karena seluruhnya faktor kesalahan dan kekurangan guru.

Peserta didik tidak suka cara belajar guru, peserta didik tidak tertarik dengan beberapa mata pelajaran tertentu, dan masih banyak alasan lain yang menjadikan guru adalah aktor utama antagonis yang harus bertanggung jawab terhadap motivasi sekolah siswa.

Namun, disisi lain, sangat sedikit yang menyadari bahwa motivasi sekolah peserta didik lemah karena disebabkan oleh peserta didik itu sendiri. Motivasi adalah sesuatu yang lahir dan berasal muasal dari dalam diri sendiri. Tidak akan bisa faktor eksternal luar diri mampu memabangkitkan motivasi diri seseorang tanpa seseorang itu menghidupkan dan mengalirkan motivasi itu sendiri terlebuh dahulu didalam dirinya.

Kebanyakan saat sekarang ini peserta didik merasa lemah dengan kondisi dan keadaan sekitar mereka. Mulai dari kondisi keluarga yang dipicu karena persoala sosial ekonomi, pergaulan, dan tidak tertutup kemungkinan kemajuan teknologi dan informasi yang mereka kuasai bukan membuat mereka membuka dan mengembangkan pola pikir semangat bekerja keras, akan tetapi malah dengan penguasaan tekonologi dan infromasi meninggikan sifat malas yang berlebihan untuk berfikir bagaimana dan akan seperti apa mereka dala hal ini adalah peserta didik 3, 5 , sampai 10 tahun yang akan datang.

Kondisi keluarga broken home memicu lemahnya motivasi sekolah peserta didik. Tidak jarang keluarga yang diharapkan menjadi garda terdepan dalam memunculkan motivasi pesera didik malah menjadi “ tungkek pambawo rabah” yang sering disebut dalam istilah minang.

Kurangnya perhatian dalam bentuk kasih saying moril dan materil yang banyak kita temui terhadap peserta didik kita, tidak disalahkan kenapa peserta didik menjadi tidak bersemangat untuk sekolah. Namun, ketika itu menjadi alasan mereka, para guru telah berupaya untuk mendorong dan memotivasi mereka jadikan kondisi keluarga tersebut seharusnya menjadi lecutan untuk bekerja keras dalam menempuh pendidikan.

Jika hari ini tidak kamu peroleh perhatian tersebut, akankah hal yang sama akan kamu lakukan untuk keluargamu esok hari. Tentu dengan pendidikan inilah salah satu jalan untuk merubah kondisi yang sekarang sedang kalian hadapi. Akan tetapi sampai pada bahasa ini sangat sedikit bisa menyentuh pesera didik.

Pergaulanpun tidak jarang menjadi tempat peserta didik berubah arah dan tidak jelas tujuan. Lingkungan pertemanan yang seharusnya saling memotivasi malah saling membawa pada kondisi pelemahan motivasi.

untuak apo sakolah di ang, aden sakolah jd pengangguran jo den nyo, bakuli jo den nyo, jd anak buah urang jo den nyo, caliak siapo tu di ang a, sarjana, sakolah lah jauah-jauah, satahun talok dipaja marantau nyo, sudah tu batani jo baliak di kampuang nyo”.

Doktrin-doktrin seperti ini masih terngiang-ngiang dalam beberapa kesempatan menguping pembicaraan beberap pihak. Di lain sisi, kalimat-kalimat tersebut didalam alam bawah sadar akan menjadi urat untuk menemukan pembenaran tanpa fakta dan data yang pasti bagi pesera didik.

Proses perkembangan teknologi dan informasi adalah alat yang seharusnya menjembatani terbukanya pola pikir dan pematangan diri peserta didik,  namun malah menjadi salah satu alat yang berdedikasi untuk menghancurkan motivasi generasi bangsa. Kehadiran games yang menyita waktu, aplikasi pengolah kata yang melemahkan daya pikir.

“Pakailah teknologi yang ditangan kalian tu untuk hal-hal positif, o, suko main game, cubo-cubolah mambuek game, jan jadi pengguna sajo, kamakai AI, pakailah untuak acuan, bukan menggantikan isi kapalo”. Sudah sampai pada tahap Bahasa yang disampaikan namun belum menjadikan peserta didik paham bahwa guru sedang berusaha memberikan motivasi.

Tidak juga kami pungkiri, beribu kelemahan pesera didik, berpuluh ribu kelemahan guru. Namun, yang tidak terlihat kentara adalah bagaimana dalam berpuluh ribu kelemahan guru, guru tetap selalu dalam bahasa lisan dan tulisan menjadi garga terdepat dalam memberikan dan memunculkan motivasi peserta didik.

Tidak pernah kami membiarkan kondisi siswa yang apa adanya dan kemudian tanpa daya guru mendiamkan begitu saja. Guru terima segala kritikan dan saran, guru berusaha menambah segala yang kurang dalam bentuk pelatihan, akan tetapi bagaimanapun kisi-kisi terbaik yang guru berikan dalam model belajar dan mengajar, tidak akan memberikan hasil maksimal terhadap motivasi peseta didik jika motivasi itu sendiri yang tidak peserta didik munculkan secara sadar dari dalam diri mereka.

Pada akhirnya, peserta didik adalah anak-anak yang perlu diarahkan, namun, jangan tumpukan pada sekolah dan guru. Keluarga perlu mengambil peran terbaik bagaimanapun kondisi keluarga. Jangan lagi ada pemikiran, urusan rumah peserta didik bukan menjadi urusan sekolah, karena dari sinilah lemah dan kuatnya motivasi itu lahir dn berkembang.

Lingkungan pergaulan dan pertemanan untuk secara sadar sama-sama memotivasi bahwa kerja keras adalah satu langkah untuk menuju kesuksesan. Dan jika bisa, bolehlah membatasi bentuk-bentuk games dan alikasi dalam sistem informasi dan teknologi. Jika diperlukan buatkanlah sistem pembelian games dan aplikasi dengan harga fantastis yang tidak semua orang mampu memilikinya.

Dan, kami para guru juga akan berusaha semaksimal mungkin bagaimana agar pesera didik kami yang akan kami lepas menjadi generasi yang akan menetukan arah masa depan bangsa ini menjadi generasi yang siap dan mumpuni, dan kebingungan-kebingungan yang selama ini meresahkan bisa dihilangkan.

(Penulis adalah Guru SMK Negeri 1 Baso)

 


Tag :#Opini #Bingung

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com