HOME OPINI OPINI

  • Sabtu, 1 April 2023

Tionghoa:Hilir Mudik Menghidupi Dan Dihidupi Budaya

Opini Tionghoa oleh Zpra
Opini Tionghoa oleh Zpra

Tionghoa:Hilir Mudik Menghidupi Budaya dan Dihidupi Budaya

By; Nofri Duino Zora

(Lembaga Surau Intellectual for Conservation (SURI))

 

Eksistensi etnis Tionghoa di Indonesia sangatlah penting, mereka adalah salah satu kelompok etnis yang besar di Indonesia. Meskipun sejarah hubungan antara etnis Tionghoa dan pemerintah Indonesia pernah diwarnai oleh konflik dan diskriminasi. Konflik antara etnis Tionghoa dan pemerintah Indonesia yang terjadi di masa lalu, seperti pada saat kerusuhan Mei 1998 yang menargetkan orang Tionghoa, tetapi saat ini mereka telah memainkan peran penting dalam berbagai aspek kehidupan di Indonesia. 

Namun, meskipun ada beberapa tantangan, eksistensi etnis Tionghoa di Indonesia masih sangat penting dan menjadi bagian penting dari keanekaragaman budaya dan ekonomi Indonesia. Etnis Tionghoa memiliki eksistensi yang cukup lama di Padang, Sumatera Barat. Sejarah keberadaan orang Tionghoa di Sumatera Barat dapat ditelusuri hingga masa kolonial Belanda, ketika banyak orang Tionghoa yang datang ke daerah ini untuk bekerja di perkebunan dan tambang.

Di era modern, masyarakat Indonesia semakin menghargai keberadaan etnis Tionghoa dan berusaha untuk memperbaiki hubungan antara mereka. Banyak orang Tionghoa juga telah memperkuat identitas budaya mereka, misalnya dengan mempertahankan bahasa Tionghoa, menjaga tradisi, dan mempromosikan seni dan budaya mereka di seluruh Indonesia. Usaha mereka berhasil, dapat dilihat dari beberapa event Tionghoa yang menarik perhatian, baik dari etnis sendiri maupun tidak.

Beranjak ke masa lalu, di Sumatera Barat sejak zaman kolonial Belanda, etnis Tionghoa telah menjadi bagian penting dari masyarakat Indonesia. Mereka terlibat dalam perdagangan, industri, dan ekonomi secara umum, dan terus memainkan peran penting dalam hal itu sampai saat ini. Beberapa tokoh Tionghoa juga telah memberikan kontribusi signifikan dalam bidang-bidang seperti seni, budaya, olahraga, sains, dan politik. Di Sumatera Barat, pada masanya tokoh Tionghoa memberikan sumbangsih dalam dunia kesusastraan, goresan tinta itu terekam dalam majalah “Doenia Baroe” terbit 1 Januari-30 November 1930. Majalah ini berisi berita-berita terkini, cerpen, feuilleton, dan syair ditulis oleh kaum Tionghoa. Dalam penelitian skripsi Risa Junita Sari (2019) menyebutkan bahwa adapun sebab kemunculan karya sastra dari pemikiran kaum Tionghoa tidak terlepas dari mentalitas pada zamannya, karya tersebut menyesuaikan dengan modernitas lingkungan namun tidak menghilangkan identitas pengarang. Ia juga menambahkan bahwa berbagai karya yang diterbitkan tidak semerta-merta cerminan sosial, namun juga politik identitas (Risa, 2019). Terlepas dari itu, karya sastra orang Tionghoa pernah subur pada masanya sebelum kemerdekaan, yang pada waktu itu tidak mudah untuk mudah untuk memuat sebuah karya sastra.

Di Padang, orang Tionghoa terutama berdiam di daerah sekitar pondok, Banda Olo, belakang tangsi dan sekitarnya. Mereka memiliki peran yang cukup penting dalam perekonomian daerah ini, terutama di sektor perdagangan. Banyak dari mereka yang memiliki toko-toko dan bisnis kecil lainnya di sekitar kota. “Apa yang dibutuhkan pasti ada di Pasa Cino”, ungkapan ini penulis rasa tidak terlalu berlebihan jika dilihat dari ragam yang dijualnya, memang begitu maju dan ulet perkara jual beli daerah itu. Pedagang di pasar itu dipenuhi dengan etnis Cina. Pasar Cina ibarat google, segala kebutuhan manusia sehari-hari tersedia di Pasar Cina. Begitu kira-kira jika dimisilkan pasar cina, mereka memiliki prinsip dan tahan banting. Menciptakan sesuatu yang baik, butuh usaha lebih dalam mengupayakannya.

Selain itu, orang Tionghoa juga memiliki keberadaan yang kuat dalam budaya dan tradisi masyarakat Padang. Mereka berasimilasi dengan budaya Minangkabau, turut berpartisipasi dalam berbagai acara adat dan keagamaan (toleransi), dan terlibat dalam organisasi-organisasi sosial dan keagamaan di daerah ini. kendati pun demikian, sambut baik juga datang dari etnis Minangkabau, dalam pergelaran kebudayaan Tionghoa (Cap Go Meh, Gong Xi Pa Cai) setiap tahun ramai dikunjungi masyarakat Minangkabau. Hal demikian menjadi bukti bahwa kerukunan antar budaya memberikan dampak positif, menerima budaya lain tanpa menghilangkan identitas diri sekaligus menjadi salah satu media interaksi sosial masyarakat. Berangkat dari sikap positif tersebut mendatangkan pengetahuan luar biasa. Bentuk dari pembiasaan orang Tionghoa dengan budaya Minangkabau, terlihat dari bahasa yang digunakan, di sana (daerah pecinaan) mereka juga menggunakan bahasa Minangkabau sebagai bahasa sehari-hari dengan logat Mandarin. Terlepas dari mereka tidak bisa lagi berbahasa Mandarin, akan tetapi hal itu bisa terjadi saja disebabkan lingkungan. Etnis Tionghoa yang lahir di Sumatera Barat 90% tidak bisa lagi berbahasa Mandarin, berbagai faktor yang melatarbelakangi, seperti lingkungan tempat tinggal, dan banyaknya etnis Tionghoa yang menikah dengan etnis Minang (Dewi, 2018).

Meskipun demikian, ada juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu yang mengancam eksistensi orang Tionghoa di Padang, seperti kerusuhan dan diskriminasi rasial. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara masyarakat Tionghoa dan masyarakat setempat semakin harmonis dan toleran.

Beberapa isu terkini yang berkaitan dengan etnis Tionghoa di Indonesia antara lain:

  1. Diskriminasi rasial: Masih terjadi kasus diskriminasi rasial terhadap orang Tionghoa di Indonesia, baik dalam bentuk pelecehan verbal, tindakan diskriminatif di tempat kerja, maupun penyerangan fisik. Hal ini seringkali terjadi di media sosial dan juga di beberapa wilayah di Indonesia. Isu-isu ini berkemungkinan hadir dalam pembahasan masayarakat, dapat menjadi sebuah perdebatan panjang, lebih lagi isu ini berciprat di media sosial. 
  2. Kebijakan diskriminatif: Beberapa kebijakan pemerintah juga dianggap diskriminatif terhadap etnis Tionghoa, seperti larangan menggunakan huruf Tionghoa di media massa, pelarangan bahasa Tionghoa di sekolah. Di Kota Padang sendiri etnis Tionghoa dapat merayakan hari kebesarannya dengan tenang, Bahkan mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan pemerintah. Adapun perselisihan (jika ada) dengan orang Minangkabau dapat terselesaikan dengan musyawarah. 
  3. Konglomerasi: Beberapa kelompok etnis Tionghoa di Indonesia memiliki bisnis yang cukup besar dan berpengaruh, sehingga muncul kekhawatiran akan adanya konglomerasi etnis Tionghoa yang akan mengancam stabilitas ekonomi dan politik. Meskipun hal itu hanya segelintir orang yang berpandangan sempit tapi dikhawatirkan merembes ke khalayak ramai. Sementara itu menilik dari sudut pandang ekonomi antar etnis Tionghoa dan Minangkabau ada hal yang menarik, yakni sama-sama memiliki jiwa pedagang. Mereka memiliki prinsip dan cara masing-masing dalam mengelola bisnis (berdagang). Minangkabau juga terkenal dengan jiwa pedagangnya, baik di rantau maupun di kampung halaman.
  4. Identitas dan budaya: Orang Tionghoa di Indonesia masih mengalami kesulitan dalam mempertahankan identitas dan budaya mereka. Seiring dengan semakin modernnya gaya hidup, banyak orang Tionghoa yang mulai kehilangan tradisi dan budaya mereka, dan mulai beralih ke budaya yang lebih universal. Sementara itu, etnis Tionghoa yang berdiam diri di Sumatera Barat menurut padangan penulis telah keluar dari isu ini. Hal itu terlihat dari perayaan/kegiatan yang dilakukan oleh etnis Tionghoa di Kota Padang.

Dengan demikian menurut hemat penulis perlunya bagi etnis Tionghoa memperhatikan kembali hal itu. Melihat bahwa perkembangan zaman dan teknologi yang semakin pesat, segala sesuatu bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Meskipun hanya isu akan tetapi seharusnya menjadi perhatian lebih bagi etnis Tionghoa. Kekhawatiran bagi etnis Tionghoa atau barangkali menjadi tanda tanya, itu sudah bentuk kepedulian kecil (pedul). Tentu sebagai masyarakat baik tidak hanya sebatas itu, melainkan ikut memperkuat eksistensi, menyemarakkan budaya sendiri. Dewasa ini perpaduan budaya di Minangkabau sudah menjadi akrab, tidak hanya sebatas dengan etnis Minangkabau, tetapi termasuk etnis lain. Mempertahakan budaya merupakan tugas mulia. Sesuatu yang penting pada masanya, penting pula di masa yang akan datang.



 


Tag :#Opini #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com