HOME SOSIAL BUDAYA PROVINSI SUMATERA BARAT

  • Jumat, 30 Agustus 2019

Tentang Peluang Penerapan Hukum Adat Minangkabau, Ini Kata Pakar Hukum Adat

H. Gamawan Fauzi Dt. Rajo Nan Sati
H. Gamawan Fauzi Dt. Rajo Nan Sati

Bukittinggi (Minangsatu) - Terkait dengan akan diadakannya Diskusi Duduak Baropok Aplikasi Hukum Adat Minangkabau (HAMk) oleh Mahkamah Adat Alam Minangkabau (MAAM) di Istana Bung Hatta Bukittinggi, Minggu (1/9) mendatang, berbagai opini bermunculan perihal peluang penerapan Hukum Adat Minangkabau (HAMk).

Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) H Gamawan Fauzi Dt Rajo Nan Sati berpandangan
Hukum Adat Minangkabau (HAMk) bisa diberlakukan di Sumatera Barat, khususnya di tingkat suku/kaum dan nagari, sepanjang tidak diatur dengan tegas oleh hukum positif. 

 "Hukum adat berlaku sepanjang tidak diatur dengan tegas oleh hukum positif, misalnya soal hak-hak perdata adat. Tapi kalau hukum pidana, berlaku hukum positif/nasional," tutur Gamawan Fauzi Dt Rajo Nan Sati.

Dalam hal penerapannya, tukuk Dt Rajo Nan Sati, diserahkan pada kewenangan hakim. 
"Tapi mestinya hakim bijaksana dalam memutus. Prinsip The living law of the people mesti diperhatikan. Itu salah satu tugas hakim," ujarnya. 

Apakah HAMk bisa diformalkan dalam pengertian tidak hanya sebatas peran hakim saja, terutama jika merujuk pada pasal 18b ayat 2 UUD 45 yang mengakui kesatuan masyarakat adat sepanjang masih ada, Gamawan Fauzi Dt Rajo Nan Sati menilai peluang itu sudah dibuka sebagaimana diatur dalam UU 6/2014 tentang desa. 
"Itu sudah dijawab di UU Desa. Kecuali hukum pidana yang ada mau berubah dengan memasukkan aspek hukum adat, bila ada keinginan dari pemerintah," pungkasnya.

Saat ini UU 5/2014 hanya memberi pilihan (opsional) kepada masyarakat adat untuk memilih sebagai "desa pemerintahan" atau "desa adat", sehingga timbul dilema manakala yang dipilih adalah "desa adat" lantaran operasional pemerintahan dikerjakan oleh pemangku adat. Untuk itu perlu jalan tengah, yakni apabila dipilih "desa pemerintahan"  tetapi adat dan budaya serta hukum adat bisa pula secara legal diterapkan.
 "Ini bisa dipilih keduanya, seperti di Bali. Tergantung sikap pemprov. Diatur melalui Perda Provinsi saja," pungkas Gamawan Fauzi Dt Rajo Nan Sati. 

Di sisi lain, pakar hukum Universitas Andalas (Unand), Prof Yaswirman menyebutkan kalau hukum adat diformalkan tentu bukan hukum adat lagi. Karena bentuk aslinya (hukum adat) hukum tidak tertulis. 

"Sepertinya kalau diformalkan maka keaslian hukum adat akan hilang. Karena itu cara-cara rekognisi dan akomodasi yang harus dilakukan adalah memasukkannya ke dalam produk hukum perundang-undangan. Nilai-nilai universalnya yang harus digali. Misalnya dalam bidang hukum keluarga, tanah, waris, pengelolaan SDA, termasuk sanksi sosial dalam tindak pidana," ujar Prof Yaswirman memberi usul.


Wartawan : Rivo Septian
Editor : melatisan

Tag :#hukum adat

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com