HOME OPINI OPINI

  • Jumat, 18 Januari 2019

Rajo Di Minangkabau Bukan Kekuasaan Struktur

Kekuatan kerajaan Minangkabau pada empat kluster kerabat di rantau. Artinya penyelenggaraan kerajaan dihidupkan energi badusanak baik ketahanan wilayah, ekonomi serta spirit gotonhroyong menciptakan kondisi dinamis seluruh aspek kehidupan antar kerajaan kerabat.

Betul sekali kawanku EC menyebut, rajo itu bukan selalu kekuasaan. Konsep rajo di Minangkabau,  pasca perjanjian bukit atar 1347 M,  tidak lagi kekekuasaan.  Justru Adityawarman yang mengklaim sebagai rajo Sri Maha Raja Diraja,  wakil tuhan di bumi,  namun tak boleh masuk nagari begitu saja tanpa kato putuih dari datuak pangulu pimpinan nagari membolehkan.  

Ke rantau pun begitu pula.  Rajo diberi makna payung,  memayungi inti kekuatannya empat kluster kerabat.  Kerabat yang berkembang di Rantau mendirikan kerajaan. Kerabat yang dimaksud adalah: (1) sapiah balahan,  turunan ibu atau dusanak perempuan di Rantau seperti kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu,  (2) kapak radai,  mekaran atau limpahan turunan ibu di Rantau seperti dikerajaan Banda X,  (3)  kerabat kuduang karatan, turunan mamak atau dusanak laki-laki di Rantau,  seperti Kerajaan Nagari Sembilan Malaysia atau Kerajaan Buansa Pilipina rajo Bagindo, dan (4) kerabat timbang pacahan,  mekaran atau limpahan turunan mamak di rautau,  seperti kerajaan kerabat kerajaan sulu (Solok?) di Pilipina,  didirikan anak minantu Rajo Bagindo. Tapi yang jelas mereka kerabat Minang di Rantau itu tidak menamakan kampuang Minangkabau. Inilah kata guru saya Prof.  Helmi,  keistimewaan dan kekuatan orang Minang,  yang mereka tidak eksklusif tapi inklusivisme. Mereka membaur dan beradaptasi. Identitas ini dikukuh nilai,  di mana bumi dipijak di situ langik dijujung.

Karenanya mereka tak menamakan kerajaan di Rantau dengan nama Minangkabau,  meski kerabat Minangkabau. 
Rajo-rajo kerabat di rantau yang lebih dari 150 kerajaan kerabat Minangkabau,  itu tidak pula struktur. Tapi kalau 150 kerajaan itu naik nobat raja baru yag rekrut calon rajanya secara terbuka,  pada pengkukuhnya pastilah yang mengukuhkannya adalah rajo pagaruyung. Dalam rekrut calon Raja itu, kalau tidak ada akan menjadi Raja di kerabat rantau,  mereka akan meminta ke Pagaruyung atau sebaliknya. Karena itu menjadi rajo itu kalau tak mamak,  pasti kamanakan nan lah gadang. 

Pengakuan dalam bahaso Tambonya begini,  "Syamsudin nan bajungguik... " rajo Alam Surambi Sungai Pagu itu dari pagaruyung juga dan melimpah ka Banda-X". Syekh Sulaiman al-Rasuli menyebut juga seperti itu dalam bukunya,  pertalian adat dan syara'. 

Intinya calon Raja termasuk Raja kerajaan kerabat, adalah dari garis ibu yang direkrut jadi calon rajo seperti disebut tambo Minangkabau. Dalam perjalan kerajaan kerabat tadi itu,  sekali lagi tidak ada inti kekuasaan struktur. Hanya memayungi saja,  baik wilayah maupun ekonomi. Dalam menyelenggarakan dengan identitas rasa kekeluargaan dan gotong royong untuk saling membesarkan antar kerajaan kerabat. Saya tulis dalam buku saya dkk, Kesultanan Pagarurung. Jejak Islam dari kerajaan-kerajaan Dharmasraya.


Tag :opini

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com