- Senin, 7 Juli 2025
OR Arbastra BRIN Ungkap Peran Perdagangan Rempah Dalam Pembentukan Identitas Kota Padang
.jpg)
Padang (Minangsatu) – Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra) – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) baru saja menyelesaikan Riset Rumah Program Budaya Berkelanjutan yang berlangsung dari 25 Juni hingga 4 Juli 2025 di Kota Padang. Program tersebut bertujuan untuk meneliti lebih dalam mengenai Perdagangan Rempah dan Terbentuknya Masyarakat Majemuk di Kota Padang, Sumatra Barat.
Penelitian yang diketuai oleh Iim Imadudin, S.S., M.Hum. dari Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN, dengan anggota tim peneliti yang terdiri dari Lia Nuralia, S.S., M.Hum (Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN), Dra. Zusneli Zubir, M.Hum (Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban BRIN), Dr. Astyka Pamumpuni (Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung), dan Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan (Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas), telah menggali berbagai aspek sejarah dan budaya yang membentuk identitas sosial Kota Padang.
Jejak Perdagangan Rempah dan Masyarakat Majemuk
Iim Imadudin menyampaikan kepada awak media pada Senin (7/7/2025) bahwa penelitian tersebut bertujuan untuk menelusuri jejak perdagangan rempah di Kota Tua Padang, mengidentifikasi pengaruh perdagangan terhadap terbentuknya masyarakat majemuk, serta menganalisis interaksi budaya yang terjadi akibat perdagangan rempah. Dampaknya terhadap struktur sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Padang pun menjadi fokus utama. Bagian Kota Padang yang dulunya menjadi pusat perdagangan kini dikenal sebagai Kota Tua Padang atau Padang Lama, yang terletak di sepanjang tepi Sungai Batang Arau, lokasi yang sangat strategis untuk aktivitas perdagangan masa lalu.
Secara administratif, kawasan Kota Tua Padang mencakup dua kecamatan: Kecamatan Padang Barat dan Kecamatan Padang Selatan. Selain menjadi saksi perkembangan ekonomi, kawasan tersebut juga menjadi titik pertemuan berbagai budaya dan etnis yang membentuk identitas sosial Kota Padang. Kelompok etnis seperti Minangkabau, Nias, Cina, India, Eropa, dan Jawa berkembang di kawasan tersebut, beriringan dengan sejarah perdagangan rempah di Nusantara yang menjadikan Padang sebagai salah satu pusat interaksi antarbangsa.
Perdagangan Rempah: Pemicu Masyarakat Majemuk
Perdagangan rempah memiliki peran penting dalam terbentuknya masyarakat majemuk di Padang. Melalui studi tentang migrasi, kolonialisme, dan interaksi budaya, diketahui bahwa perdagangan rempah tidak hanya membawa komoditas, tetapi juga mendorong migrasi dan pencampuran budaya yang kompleks. Studi tersebut mengungkapkan bahwa pluralitas etnis di Padang, meskipun dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan politik kolonial, telah menciptakan identitas sosial yang unik di kota tersebut.
Keberagaman etnis tersebut dapat dilihat melalui berbagai tinggalan budaya material (tangible culture) dan non-material (intangible culture) yang ditemukan di kawasan Kota Tua Padang. Tinggalan budaya material, seperti bangunan tua sebagai rumah ibadah, rumah tinggal, bekas gudang perdagangan dan kantor administrasi, serta artefak lain seperti peralatan rumah tangga, perlengkapan sembahyang, koin kuno, dan manuskrip tua, menjadi saksi bisu dari interaksi berbagai kelompok etnis dan budaya. Bangunan-bangunan tua tersebut menggambarkan gaya arsitektur khas masing-masing kelompok etnis, sedangkan artefak-artefak lainnya menambah bukti nyata keberadaan mereka di wilayah tersebut.
Pendekatan Etnoarkeologi dan Penemuan Menarik
Pendekatan etnoarkeologi dalam penelitian OR Arbastra – BRIN tersebut memberikan wawasan yang mendalam tentang integrasi dan asimilasi budaya dalam masyarakat majemuk. Studi tersebut menjelaskan bagaimana artefak dan pola perilaku yang teridentifikasi menunjukkan pengaruh lintas budaya serta adaptasi lokal terhadap pengaruh eksternal. Selain itu, warisan budaya bersama turut membentuk identitas kolektif Kota Padang yang terus hidup hingga saat ini.
Selama riset di Kota Tua Padang, tim OR Arbastra – BRIN menemukan berbagai artefak menarik yang mencerminkan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat masa lalu. Temuan tersebut antara lain termasuk peralatan rumah tangga, alat musik, perlengkapan sembahyang, patung dewa, koin kuno, guci, paspor tahun 1926, bukti pembayaran pajak tahun 1921, surat nikah, kotak kayu tempat piring hingga koper baju kuno. Sebagian besar artefak-artefak tersebut masih disimpan oleh warga setempat sebagai warisan keluarga, menunjukkan keterikatan emosional yang kuat dengan sejarah mereka.
Pelestarian Sejarah dan Budaya Kota Tua Padang
Hasil diskusi OR Arbastra – BRIN dengan para pemangku kepentingan, seperti tokoh masyarakat, akademisi, pengelola cagar budaya, dan pemerintah kota, menekankan pentingnya pelestarian sejarah dan budaya Kota Tua Padang. Dalam hal tersebut, pendekatan partisipatif yang melibatkan komunitas lokal sebagai subjek utama pelestarian menjadi sangat penting. Kota Tua Padang bukan hanya kawasan situs perkotaan secara fisik yang penuh dengan jejak budaya bernilai sejarah, tetapi juga ruang hidup yang sarat dengan narasi sejarah dan interaksi antaretnik yang membentuk wajah kota hingga kini.
Beberapa catatan penting dalam sejarah dan dinamika kebudayaan Kota Tua Padang adalah sebagai berikut:
- Perdagangan Rempah sebagai Fase Krusial
Perdagangan rempah menjadi fase penting dalam sejarah Kota Padang, yang menjadikannya titik temu berbagai kelompok etnik dan budaya, termasuk Minangkabau, Nias, Tionghoa, India, Eropa, dan Jawa. Perdagangan tidak hanya membawa komoditas ekonomi, tetapi juga mempertemukan ideologi, sistem kepercayaan, dan cara hidup yang berbeda-beda, yang kemudian membentuk struktur sosial yang heterogen.
- Pencampuran Budaya yang Khas
Interaksi antara komunitas-komunitas yang berbeda budaya menghasilkan akulturasi yang khas, yang tercermin dalam arsitektur, bahasa, seni pertunjukan, kuliner, dan praktik keagamaan. Hal tersebut menunjukkan bagaimana komunitas yang beragam beradaptasi menciptakan harmoni sosial dalam konteks pluralitas.
- Kota Padang sebagai Persemaian Toleransi
Kota Padang juga menjadi contoh nyata dari toleransi etnik yang tumbuh secara organik. Masyarakat yang hidup berdampingan selama berabad-abad menunjukkan adanya kesadaran kolektif untuk menjaga kedamaian dan solidaritas meskipun ada perbedaan keyakinan, adat istiadat, dan bahasa.
- Transisi dari Pluralitas ke Multikulturalitas
Proses transformasi dari pluralitas menuju multikulturalitas di Kota Padang menggambarkan interaksi dan penghargaan aktif terhadap keberagaman. Perubahan tersebut terjadi melalui dialog sosial, pendidikan lintas budaya, dan negosiasi sosial antar komunitas.
Tim peneliti OR Arbastra – BRIN mengharapkan Kota Tua Padang dapat terus melestarikan warisan budaya dan sejarahnya. Mereka juga ingin Kota Tua Padang dapat menjadi contoh nyata dalam membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis.
Editor : Fadli
Tag :or abastra,brin,riset,kota tua padang,
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
LAGU “FAJAR” KOLABORASI TANITA DAN NUGIE JADI OST FILM BIOSKOP SERIBU BAYANG PURNAMA
-
ADITYA YUSMA “MAS NDARU” BERSAMA KAPOLRI DAN PJU MABES POLRI MERIAHKAN CFD DALAM RANGKAIAN HUT BHAYANGKARA KE-79
-
BAKE TO ME AJAK 50 PEREMPUAN KEPALA KELUARGA KOTA CIMAHI MENGEMBANGKAN USAHA KULINER DENGAN MODAL MINIM
-
PT KAFFAH SENTRAL INDONESIA LAHIRKAN INOVASI TEPUNG PRAKTIS UNTUK KUE DAN ROTI BERKUALITAS PREMIUM
-
APJI TEGASKAN PERAN STRATEGIS JASA BOGA DALAM KETAHANAN PANGAN NASIONAL
-
DINAKHODAI ARISAL AZIZ, OPTIMISTIS MATAHARI KEMBALI BERSINAR TERANG DI SUMBAR
-
TRANSFORMASI PSIKOLOGI ANAK MELALUI PENDIDIKAN INKLUSIF DAN HUMANISTIK
-
PSIKOLOGI HUMANISTIK PADA TOKOH YASUAKI YAMAMOTO DALAM NOVEL “TOTTO-CHAN GADIS KECIL DI PINGGIR JENDELA” KARYA TETSUKO KUROYANAGI
-
MANARI DI LADANG URANG: ANTARA KEBEBASAN DAN KESADARAN SOSIAL DALAM BINGKAI KEARIFAN MINANGKABAU
-
BARA KATAJAM LADIANG,LABIAH TAJAM MULUIK MANUSIA: SEBUAH PRIBAHASA MINANGKABAU