HOME NASIONAL RANTAU

  • Senin, 14 Januari 2019

Ini Alasan Skema Kontrak Blok Migas Beralih Ke PSC Gross Split

Arcandra Tahar
Arcandra Tahar

Jakarta (Minangsatu) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali membuat gebrakan dengan mengalihkan skema kontrak enam blok minyak dan gas (migas) menjadi Production Sharing Cost-Gross Split (PSC-GS). Jika perubahan skema ini sudah dilaksanakan, maka akan ada 42 blok migas dengan skema yang sama.

Dengan kebijakan baru itu, menurut Wakil Menteri (Wamen) ESDM Arcandra Tahar negara diuntungkan karena berpotensi memperoleh penerimaan lebih besar dari blok-blok migas. 

Sedangkan skema kontrak sebelumnya, PSC Cost Recovery (PSC-CR), ternyata berpotensi mengurangi pendapatan negara lantaran apapun biaya-biaya investor dalam hal pengoperasian blok tersebut dibebankan pada pemerintah (Cost Recovery/CR).

"Dana dari APBN kecil sekali. Banyak basin kita tidak tereksplorasi karena tidak cukup dana dan (skema) kontrak (yang) lama (PSC CR) tidak efisien," tutur Arcandra Tahar.

Dikatakan, dengan skema PSC CR sebagaimana yang diterapkan selama ini, dari kontrak kerja blok migas yang bervariasi, misalnya 88 persen untuk pemerintah dan 12 persen untuk investor, ternyata setelah dikeluarkan CR angkanya justru merugikan pemerintah lantaran total penerimaan bersih ada yang di bawah 10 persen.

Terkait skema baru itu, Nofrins Napilus, pengamat migas yang selama lima tahun pernah bekerja di perusahaan migas Arco Oil & Gas, memuji keberanian Kementerian ESDM untuk menegosiasikan perubahan skema kontrak itu. 

Sebab, kata Nofrins, jika dipakai skema PSC-CR mempunyai konsekwensi apapun biaya yang dikeluarkan investor, dihitung dan dibebankan ke pemerintah nanti. "Sehingga skema yang katanya 88 : 12 itu, tidak murni negara dapat 88 persen. Malah katanya hasil hitung-hitungan di total secara keseluruhan, bisa dibawah 50 persen," katanya.

Apalagi pembebanan biaya itu tidak pula selektif. "Mungkin saja ongkos untuk jalan-jalan keluar negeri, dimasukkan ke cost recovery itu," beber Nofrins Napilus. 

Tetapi, imbuh Nofrins, dengan skema PSC-GS, hitungan buat negara jelas persentasenya. Investor harus berani ambil resiko. "Kalau biaya operasinya tinggi dan untung mereka jadi kecil, ya itu resiko investor, sedangkan untung buat negara tidak berubah. Oleh karena itu, investor harus berhemat dalam operasinya. Bagian untuk negara tetap angkanya," kata Nofrins Napilus kepada Minangsatu, Senin (14/1).

Perihal keuntungan negara dengan perubahan skema itu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi, kepada Minangsatu, Senin (14/1) mengatakan dengan skema PSC GS, penerimaan negara lebih pasti. Karena split atau pembagian hasil produksi ditetapkan diawal, tidak ada lagi cost recovery yang membebani APBN.

"Sehingga negara tidak beresiko menggantikan biaya operasi yang tak pasti, efisiensi dan percepatan dalam proses procurement hulu migas sehingga penemuan cadangan dan produksi migas juga bisa lebih cepat," tukasnya.

Sebelumnya, dalam siaran pers Kementerian ESDM, diberitakan bahwa dalam dua minggu kedepan akan ada tambahan enam blok minyak dan gas bumi (migas) produksi dan eksplorasi yang mengalihkan skema kontraknya dari Production Sharing Cost Cost Recovery (PSC-CR) menjadi Production Sharing Cost Gross Split (PSC-GS).

Keenam blok tersebut yakni Blok Duyung, Blok Muralim, Blok Tanjung Enim, Blok North Arafura, Blok Bungamas dan Blok Sebatik.

"Dua minggu lagi akan berubah dua dan kemarin meeting ada empat yang mau berubah (dari Skema cost recovery menjadi gross split). Jadi hingga pertengahan bulan Februari akan bertambah 6 blok yang menggunakan skema gross split, sehingga total blok yang menggunakan skema gross split menjadi 42 blok," ujar Arcandra, Jumat (11/1).

Enam blok yang akan mengalihkan skema kontraknya dalam waktu dekat tersebut yakni, Blok Duyung-Conrad, Blok Muralim, Blok Tanjung Enim-Dart Energy, Blok North Arafura-Madura Oil, Blok Bungamas-Bunga Mas International, Blok Sebatik-Star Energy.

"Blok Tanjung Enim merupakan blok migas unkonvensional pertama yang akan menggunakan skema gross split dengan split disesuaikan dengan Peraturan Menteri yang ada, sekitar 16% kalau saya tidak salah. POD dan PSC nya inshaa Allah akan kita setujui seperti ENI, POD dan PSCnya kita setujui 1 bulan. Dan saya minta 090219, selesai," jelas Arcandra.

Arcandra mengungkapkan alasan mereka mengalihkan kontraknya menjadi gross split adalah mempertimbangkan keuntungan menggunakan skema gross split yakni, efisien, proses yang tidak berbelit-belit, simple (sederhana) dan lebih memiliki kepastian, dimana parameter pembagian insentif jelas dan terukur.

"Karena alasan-alasan itu mereka mengalihkan kontraknya menjadi gross split," ungkap Arcandra.

Dengan bertambahnya enam blok yang mengalihkan skema kontraknya menjadi gross split, total blok migas yang menggunakan skema gross split menjadi 42 blok. Hal ini menurut Arcandra menunjukkan bahwa sejak diterapkan pada 2017 lalu, skema Production Sharing Contract (PSC) gross split telah membawa dampak positif terhadap perkembangan investasi minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia.

Pemerintah optimis tren positif hulu migas ini terus berlanjut dengan lakunya blok-blok migas yang ditawarkan, baik itu blok baru, maupun blok terminasi. (rel/te)


Wartawan : te
Editor :

Tag :Skema kontrak Blok Migas PSC-GS

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com