HOME OPINI OPINI

  • Selasa, 19 Agustus 2025

Hapus Mata Pelajaran Sejarah

PenulisL Irwan Setiawan, S.Pd. Guru SMK Negeri 1 Baso
PenulisL Irwan Setiawan, S.Pd. Guru SMK Negeri 1 Baso

Hapus Mata Pelajaran Sejarah

Oleh : Irwan Setiawan, S.Pd.
(Guru SMK Negeri 1 Baso)

Perubahan adalah suatu keniscayaan yang tak akan dapat ditolak. Karena hakikat dari kehidupan adalah perubahan itu sendiri. Hal itu juga dialami oleh dunia pendidikan. Dunia pendidikan yang dinamis dan selalu mengalami perkembangan dan perubahan sudah seharusnya diikuti dengan perubahan dan kedinamisan kurikulum. Jadi, adanya perubahan dan pemutakhiran kurikulum tak perlu ditanggapi secara berlebihan atau bahkan menjadi polemik yang berulang. Karena perubahan akan terus berjalan. Perubahan tak akan menunggu anda untuk siap menghadapi. Namun ia akan terus bergulir seiring perjalanan waktu.

Dalam dunia pendidikan di negeri ini ada hal menohok yang selalu menjadi kerisauan para guru sejarah ketika wacana penyempurnaan dan perubahan kurikulum mulai dihembuskan. Dalam beberapa kali perubahan dan penyempurnaan kurikulum belakangan ini, mata pelajaran ini nyaris menjadi bulan-bulanan dan bahkan hampir hilang di beberapa jenjang pendidikan. Sebagai contoh kasus, keluarnya PP No 4 Tahun 2022 pada pasal 40 ayat 2, Sejarah Indonesia, yang sebelumnya menjadi salah satu mata pelajaran wajib, kemudian tidak tercantum. Hanya menampilkan narasi ilmu pengetahuan sosial yang didalamnya ada mata pelajaran sejarah. Berkaca dari keadaan itu apakah menghapus mata pelajaran sejarah akan menjadi jalan keluar penyederhanaan kurikulum?.

Apakah memang sebegitu tidak pentingnya mata pelajaran ini sehingga dengan mudah dipindah-pindahkan dalam struktur kurikulum nasional?. Banyak hal berseliweran di kepala bila mengulas hal ini. Namun coba kita sedikit lebih tenang dan mencoba merefleksi diri dan melihat fenomena bangsa tercinta ini dalam beberapa dekade terakhir. Bagaimana nilai-nilai persatuan, nasionalisme, keindonesiaan, cinta tanah air, keinginan untuk berdaulat demi Indonesia maju apakah semakin menyala atau semakin meredup. Mari renungkan dan pikirkan.

Baiklah, saya akan coba memulai tahap kontemplasi ini dengan sebuah kondisi nyata dimana Indonesia yang memasuki usia ke 80 tahun, sebenarnya sedang menghadapi PR besar terhadap keutuhan bangsa. Pekerjaan rumah yang semakin hari semakin banyak dan menumpuk yang belum menemukan formulasi untuk menyelesaikannya. Sebelum merujuk ke peristiwa masa lalu tentang fenomena perpecahan bangsa, kita coba lihat kejadian yang masih hangat dibahas dalam beberapa minggu terakhir. Menjelang peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia, pengibaran bendera bajak laut dari serial anime One Piece menjadi tren dan memicu perdebatan.

Beragam tanggapan dilontarkan, mulai dari kelompok yang menilai itu sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Bahkan ada yang khawatir terhadap potensi perpecahan bangsa. Saya sendiri lebih cendrung melihat ini adalah sebuah hal yang menghawatirkan bagi keutuhan bangsa. Hal semacam ini bukanlah suatu yang remeh temeh sehingga tidak menjadi perhatian serius. Bila berbagai bentuk kritik itu bermuara pada tindak anarkisme tentu banyak hal yang lebih membahayakan akan terjadi. Sebagian anak muda mungkin masih berfikir bahwa inilah saatnya menyamaikan ekspresi kekecewaan sehingga terluput dari mengawasi bahaya yang lebih besar bernama perang.

Maka pahamilah bahwa bahaya peperangan itu akan lebih menakutkan dibanding apa yang engkau takutkan dari pemerintah hari ini. Maka belajarlah dari sejarah, disana akan kita temui diantara bahaya peperangan. Bahaya yang nyata dan membuat kita menggigil adalah: kerusakan fisik dan hilangnya nyawa, ini tentu tidak memandang bulu. Peluru tidak akan memilih sasarannya apakah sipil atau militer, semua menjadi korban.

Bahkan ada juga luka psikologis dan traumatik yang berkepanjangan. Krisis kemanusiaan yang menakutkan. Perang menciptakan pengungsian massal, kelaparan, dan kekurangan akses terhadap kebutuhan dasar seperti air bersih dan layanan kesehatan. Pelanggaran hak asasi manusia, seperti kekerasan, penyiksaan. Dampak lainnya akan terlihat dari kerusakan lingkungan, dampak ekonomi dan sosial, dan berbagai macam penyebaran penyakit. Jadi jangan sampai kita hanya sibuk ditataran ide namun luput dari menganalisa dan mengkaji dampak dan bahayanya.

Maraknya konten terkait radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di ruang digital dihantarkan langsung ke tangan pemilik gadget. Apalagi kalau kita rinci pada masalah konflik-konflik ril yang terjadi di beberapa daerah. Mulai dari peyerobotan lahan warga oleh perusahaan sawit atau oleh perusahaan tambang, dan sebagainya. Kalau kita beranjak ke periode yang lebih lama, ada konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menguras waktu panjang untuk menyelesaikannya.

Masalah gerakan separatis Papua yang masih membahayakan, bahkan polisi dan tentara menjadi korban. Anak-anak bangsa yang ingin mengenyam pendidikan menjadi terancam dengan kekerasan dan pembakaran sekolah serta fasilitas lainnya. Hal itu makin menambah suram kajian akan keIndonesiaan, persatuan, kesatuan dan cinta tanah air. Ini semua bahaya laten yang mengkhawatirkan.

Hal itu ditambah lagi dengan minimnya figur pemimpin ideal yang ada di zaman ini. Sulitnya kita sekarang menemukan keteladanan dan integritas yang utuh dalam seorang sosok pemimpin. Korupsi makin meraja, permainan politik dan usaha mencapai kuasa yang semakin gila. Maka sudah sepatutnya kita mencoba mencari dan mempelajari bagaimana manusia-manusia ideal, pribadi-pribadi teladan dan berintegritas yang figurnya pernah ada di negeri ini.

Mereka memberi contoh nyata, mereka pernah hidup dan berbuat untuk negeri ini. Bagaimana para bapak bangsa mendedikasikan dirinya untuk negeri ini agar kemerdekaan bisa dicapai dan dipertahankan. Bagaimana perjuangan dan kegigihan itu mereka wujudkan. Sikap rela berkorban itu mereka perlihatkan. Dan pesan-pesan itu bisa sampai pada generasi muda bangsa dalam mata pelajaran sejarah.

Persamaan nasib yang menghadirkan keinginan untuk hidup bersama sebagai sebuah bangsa, mulai dari masa kerajaan, penjajahan, era perjuangan, sampai kemerdekaan. Dari sini jelas bahwa Negara Indonesia terbentuk karena proses sejarah. Sejarah telah menjadi perekat bangsa ini. Namun kita juga tetap harus sadar untuk selalu menjaga ketuhan bangsa ini dikarenakan faktor pendukung munculnya perpecahan itu masih ada dan sangat nyata, seperti : kondisi keragaman Indonesia.

Wilayah Indonesia yang begitu luas, terdiri dari ribuan pulau dengan karakteristik yang berbeda. Sehingga potensi suatu daerah ingin memisahkan diri bisa saja terjadi, apalagi bagi daerah yang memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sangat mungkin munculnya sikap etnosentrisme yang menonjolkan budaya sendiri dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. Melemahnya nilai-nilai budaya bangsa akibat pengaruh budaya asing yang tak sesuai dengan kepribadian bangsa. Faktor-faktor ini masih ada dan sangat nyata terpampang di depan mata. Lalu sebagian petinggi dibidang pendidikan memunculkan wacana penyederhanaan kurikulum dengan memangkas mata pelajaran sejarah.

Di tengah tantangan menjalin persatuan, kesatuan, cinta tanah air, dan nasionalisme yang dalam masa-masa kritis. Maka marilah berfikir panjang, keutuhan bangsa ini perlu dijaga, dipupuk dan dipelihara. Jangan sampai ide-ide untuk membonsaikan mata pelajaran sejarah terjadi lagi dimasa mendapatang. Jangan sampai pemikiran akan dunia hari ini mencerabut akar-akar keindonesiaan yang dijaga oleh mata pelajaran sejarah.

Di ruang-ruang kelas para guru telah mengajarkan bahwa manfaat belajar sejarah itu sangat luas dan banyak, namun diantarnya yang perlu dipahami oleh semua kalangan bahwa mata pelajaran ini mengambil porsi utama pada :

1. Memberikan kesadaran waktu. Masa lalu bagi seseorang pasti akan menjadi pengalaman hidup, apalagi kejadian penting bagi sebuah bangsa. Dengan adanya sejarah, manusia tersadar bahwa ia hidup dalam dimensi waktu yang berbeda-beda, masa lalu, masa kini, dan menatap masa yang akan datang sehingga manusia seharusnya tidak menyia-nyiakan waktunya.

2. Sejarah memberikan dan mengajarkan keteladanan. Tiap peristiwa yang terjadi tentu di dalamnya akan ada tokoh atau pelaku sejarahnya. Tokoh-tokoh ideal, figur-figur protagonis akan menjadi sosok yang dapat diteladani, baik dari pemikiran, tindakan, atau keteladanan sikapnya bagi masyarakat dan bangsa.

3. Sejarah mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Analisis peristiwa sejarah melibatkan kemampuan berpikir kritis, interpretasi, dan penalaran. Sehingga kemampuan menalar dan menganalisa bisa akan terasah dari belajar sejarah.

4. Sejarah mengajarkan identitas bangsa. Sejarah adalah kumpulan pelajaran berharga, sejarah menyajikan peristiwa masa lalu yang baik dan yang buruk. Dari situ kita dapat belajar, sehingga kesalahan yang pernah dibuat jangan terulang di masa depan. Dan kejadian baik dan bermanfaat agar selalu diasuh dan dijaga.

5. Sejarah memperkokoh identitas bangsa. Sejarah membantu dalam memahami akar budaya dan identitas kita. Sejarah membuka jendela ke masa lalu nenek moyang kita, menjelaskan tradisi, bahasa, dan norma yang membentuk kita saat ini. Tanpa pemahaman sejarah, kita mungkin kehilangan perspektif penting tentang siapa kita.

6. Sejarah menanamkan rasa nasionalisme. Suatu bangsa yang terbentuk karena adanya kesamaan sejarah akan menjadi ingatan kolektif dan mampu menumbuhkan rasa nasionalisme. Walau kita tak sama dalam suku bangsa dan warna kulit, pulau tempat tinggal yang berjauhan, bahasa yang beragam, budaya yang bermacam bahkan agama yang berbeda namun ketika berbicara tentang rasa nasionalisme menjadi bangsa Indonesia, maka semangat kita akan membuncah menjadi satu karena kesadaran akan kesamaan sejarah.

7. Sejarah sebagai sumber inspirasi. Pengalaman sejarah telah merekam berbagai ide, gagasan, pemikiran, maupun tindakan yang pernah dilakukan oleh manusia di masa lampau. Sehingga dari sejarah kita akan lebih menghargai inovasi dan perubahan positif serta menjadikan hal itu sebagai sumber inspirasi demi perubahan, kebaikan dimasa depan.

8. Untuk sebagaian kalangan, sejarah telah menjadi sarana rekreasi baginya. Dengan belajar sejarah pembaca yang mengkonsumsi bacaan dari berbagai buku atau karya dan tulisan masa lampau hingga ia merasa bawah hal itu telah menjadi objek rekreasi yang mengasikkan sehingga dinikmati dan dihayati.

Setelah menjabarkan bagimana pelajaran sejarah itu memiliki arti penting bagi sebuah bangsa dan sebuah generasi, mari kita coba kita lihat pula nilai urgensi sejarah untuk setiap zaman dan setiap periode pemerintahan. Nilai-nilai sejarah bila dikaitkan dengan target besar pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang berusaha pencapaian visi besar “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”. Hal ini sangat relevan dan saling keterkaitan dengan sejarah.

Mulai dari memahami sejarah secara umum, maupun memasukkannya dalam dunia pendidikan. Bersatu menyiratkan bagaimana pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia yang terdiri dari beragam suku, agama, dan budaya harus tetap bersatu dan utuh dalam semangat gotong royong. Persatuan adalah kunci untuk menjaga keutuhan negara demi mencapai tujuan bersama, dan perekat dari persatuan itu adalah sejarah. Berdaulat, menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang merdeka dan berhak menentukan arah dan kebijakannya sendiri tanpa campur tangan pihak luar. Dalam hal ini kedaulatan adalah hak mutlak yang harus dijaga dan dipertahankan.

Makin jelas bahwa kajian tentang kedaulatan ini akan bisa kita susur dengan mempelajari sejarah bangsa tercinta ini. Sedangkan rakyat sejahtera, sebagai sebuah usaha pemerintah untuk fokus memastikan kesejahteraan masyarakat tentu akan bisa dipahami dengan bagaimana pemerintah mengambil pelajaran dari keberagaman budaya, tradisi dan potensi bangsa. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus bekerja sama untuk meningkatkan taraf hidup rakyat, memenuhi kebutuhan dasar, serta menciptakan keadilan sosial. Dan Indonesia maju, sebagai sebuah harapan untuk cita-cita bersama, Kemajuan ini mencakup berbagai aspek, termasuk ekonomi, pendidikan, teknologi, dan sumber daya manusia. Hingga menjadi negara maju demi target besar Indonesia Emas.

Di tengah krisis ideologi bangsa yang sedang menjadi sorotan. Kekhawatiran akan perpecahan dan disitegrasi yang menggerogoti serta berbagai bahaya yang sedang mengancam keutuhan NKRI. Ditambah lagi dengan sulitnya memupuk rasa persatuan, kesatuan dan nilai kegotong royongan. Dan dikaitkan dengan tema besar “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju” Akankah masih ada gaung dan suara-suara yang berbunyi “Hapus Mata Pelajaran Sejarah” terjadi lagi?. Dirgahayu Indonesiaku, tanah tumpah darahku, doa terbaik untuk pemimpin negeri dan bangsaku. Semoga harapan mulia demi kemajuan dan kebaikan bangsa segera menjadi nyata.

17 Agustus 2025, 80 Tahun Republik Indonesia “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”.

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis essai antar guru se Cabang Dinas Wilayah 1 Sumatera Barat (Bukittinggi -Agam-Padang Panjang).


Tag :#Opini #Mata Pelajaran Sejarah

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com