HOME SOSIAL BUDAYA KOTA PADANG

  • Sabtu, 6 Agustus 2022

DPD Satu Pena Sumbar Bedah Buku Jurnalistik

Bedah Buku Jurnalistik Satu Pena Sumbar: Dari kiri ke kanan: Ernita Arif, Hasanuddin, Yurnaldi, dan Armaidi Tanjung
Bedah Buku Jurnalistik Satu Pena Sumbar: Dari kiri ke kanan: Ernita Arif, Hasanuddin, Yurnaldi, dan Armaidi Tanjung

Padang (Minangsatu) - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Satu Pena Sumbar menyelenggarakan kegiatan Bedah Buku Pengantar Jurnalistik Panduan Praktis Bagi Pemula karya Armaidi Tanjung, pada Sabtu (6/7), bertempat di Grand Basko Hotel Padang. 

Ketua DPD Satu Pena Sumbar, Satri Yunizzarti Bakry menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah dalam rangka Go to The International Minangkabau Literacy Festival 2023.

“Kegiatan IMLF akan dilaksanakan pada 22 - 27 Februari 2023 dengan lokasi di Padang, Padang Panjang, dan Baso-Bukittinggi. Kegiatan tersebut akan berisi seminar, workshop, pertunjukan kesenian, pameran buku dan kuliner, dan wisata literasi budaya Minangkabau. Beberapa pembica kunci (keynote speaker) luar negeri dan dalam negeri sudah memberikan konfirmasi kesediaan. IMLF itu sendiri bertema “Membangun sinergi dalam mengembangkan kompetensi sosio kultural di era globalisasi”. 

Kegiatan tersebut dibuka oleh Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Sumbar , Nofrial SE, MA, Ak.  Dalam kata sambutannya, mantan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan juga mantan Kepala Dinas Pariwisata itu menyampaikan bahwa ada tiga komponen yang berkaitan dengan media yakni pasar media, info atau berita apa yang harus disiapkan, dan siapa yang menyiapkan. 

Menurutnya, pasar media di Sumbar berdasarkan fakta kependudukan adalah penduduk menetap 5,6 juta dan penduduk singgah sekitar 1,2 jutaan. Selain itu, berdasarkan fakta kepariwisataan, calon pasar media itu adalah wisatawan Nusantara sebanyak 8,1 juta. Mereka itulah calon pembaca berita atau pasar media kita. 

“Pertanyaan utama kita adalah, ‘Apa yang ingin diketahui orang tentang Sumatera Barat’? Berdasarkan survey kepariwisataan, wisatawan yang datang ke Sumbar terdistribusi kepada tiga segmen utama, yakni: 24 persen ingin tahu budaya, 17% ingin tahu kuliner, dan 11 % untuk melihat alam Sumbar yang indah. Fakta ini harus menjadi pertimbangan”, katanya. 

Hal yang tidak kalah penting, menurutnya, adalah fakta bahwa orang Sumbar tidak suka membaca. Sebab, TGM (Tingkat Kegemaran Membaca) Sumbar hanya 61,15 (nomor 6 dari 10 provinsi dai Sumatera) baik baca buku atau gesekan gaget, yang penting membaca. Di samping itu, fakta ketiga adalah bahwa IPLM (Indeks Pembangunan Literasi Manusia) Sumbar hanya 14,17, berada pada papan tengah dari 34 provinsi. Fakta-fakta itu perlu diperhitungkan untuk memotivasi kita dalam memilih profesi jurnalistik. 

Acara bedah buku jurnalistik tersebut dimoderatori oleh Dr. Hasanuddin, M. Si. (Dosen Sastra Minangkabau dan Kajian Budaya FIB Universitas Andalas) dengan dua orang narasumber, yakni Dr. Ernita Arif, M.Si. (Ketua Program Studi Magister Komunikasi Universitas Andalas) dan Yurnaldi (Wartawan dan Sastrawan senior). Peserta dibatasi berjumlah 50 orang yang berasal dari dosen, guru, mahasiswa, wartawan, dan umum. 

Dr. Ernita Arif, M.Si. menyampaikan empat catatan tentang buku Pengantar Jurnalistik Panduan Praktis Bagi Pemula karya Armaidi Tanjung yang dibedah saat itu. Pertama, dari segi tampilan warna dan ilustrasi cover buku, buku itu menarik. Kedua, dari segi isi, penulis mampu menggiring pembaca ke substansi jurnalisme sampai ke kode etik. Hal itu mampu membekali dan memotivasi pembaca untuk mampu atau kompeten menulis berita sesuai dengan kaidah 5W+1H dan kode etika dan perilaku jurnalistik (2E+1S). Ketiga, buku ini bisa dijadikan referensi akademik untuk mata kuliah jurnalistik di perguruan tinggi. Keempat, buku ini bisa dicerna oleh masyarakat umum agar cerdas literacy, agar tidak mudah termakan hoax. 

“Buku ini sangat layak dan perlu dibaca oleh siapa pun. Karya-karya jurnalistik tidak hanya memberikan informasi tetapi harus mampu  mengubah peradaban menjadi lebih baik” pesannya.

Yurnaldi mengulas bahwa acara ini sangat jarang di Sumatera Barat, dalam 5 tahun terakhir tidak ada bedah buku tentang jurnalistik. Buku-buku bertema jurnalistik juga tidak banyak ditulis, hanya 12-15 judul saja per tahun di Indonesia dan diterbitkan dalam jumlah terbatas dalam rangka memperingati hari pers. 

“Fakta yang menarik, jumlah media massa di Indonesia ada 47.000. Jumlah media massa cetak ada 2000-an, radio 674 dan televisi sebanyak 523 buah. Media daring saat ini justru ada sekitar 44.000 media. Persoalannya, media yang begitu banyak tidak pernah mengapresiasi kebutuhan pembaca. Dalam sepuluh tahun terakhir, di Sumbar tidak pernah dilakukan survey kebutuhan pembaca”, urainya. 

Menurut wartawan profesional dengan kompetensi Wartawan Utama (No ID 3823) itu adalah wajar kalau banyak keluhan terhadap media saat ini. Fakta bahwa pembaca membutuhkan informasi tentang budaya, kuliner, dan pariwisata misalnya, ternyata tidak didukung oleh kepedulian media atasnya. Media tidak pernah memandu pembaca untuk kunjungan wisata. 

Banyak media daring sekarang yg dikelola oleh kawan-kawan yang tidak menguasai teknik-teknik jurnalistik. Akibatnya, tidak heran kalau banyak ditemukan berita yang seragam karena berasal dari sumber yang sama, yakni press realease dari unit Humas sebuah instansi. Bahkan, foto pun seringkali sama antara satu media dengan media lain. 

Yurnaldi menyadari bahwa media daring lebih fleksibel. Oleh sebab itu, diperlukan panduan yang mengakomodasi berbagai kebutuhan dan tuntutan pembaca atau pemirsa atas media itu. Menurutnya, ini peluang bagi penulis dan Institusi Pers untuk mengembangkan materi dan aturan agar ke depan media daring juga dapat tertata dengan baik. 

Dalam sesi diskusi berkembang wacana tentang banyaknya media online yang tidak memungsikan editor dalam produksi berita. Hal itu diduga karena kurangnya kemampuan wartawan dan kepedulian media. 

Wartawan sekarang jarang ke lapangan. Padahal, banyak persoalan masyarakat yang memerlukan uluran tangan wartawan. Sebagai contoh, kasus gizi buruk tahun 1998 menjadi heboh dan akhirnya melahirkan kebijakan bantuan susu dan sembako untuk warga, semua itu berkat kinerja jurnalistik. 

Demikian pula kasus-kasus mahasiswa yang tidak mampu membayar UKT di perguruan tinggi. Jika jurnalis mau mengungkap, tentu akan ada alternatif kebijakan yang dapat ditelurkan sebagai solusi. Oleh sebab itu, wartawan dan media perlu mengambil inspirasi dari kasus-kasus seperti itu.

Salah seorang peserta, Syamsul Bahri, turut urun rembug tentang dunia profesi kewartawanan dan dan value yang dapat dipetik untuk dirinya sendiri dan masyarakat. Menurutnya, ada banyak informasi di dalam media sosial saat ini tetapi belum tentu memiliki values. Di samping itu, mungkin diperlukan pula kemampuan membaca peluang pasar dan peningkatan kualitas media dan jurnalis.

Yulia Fitrina dari BRIN dan Norma Novita (guru) menyoroti peran jurnalis dan media dalam dunia pendidikan. Dalam semangat Kurikulum Merdeka yang memberi ruang bagi pembelajaran mauatan lokal, peneliti dan pendidik  itu berharap media dan jurnalis memainkan peran signifikan pula untuk memajukan pendidikan karakter berbasis muatan lokal. Dengan begitu, keberadaan media akan tetap bermanfaat bagi dunia pendidikan. Pertanyaannya, mungkinkah guru dapat mengambil peran untuk mengisi konten-konten pendidikan itu di media?  

Bapak Khalid dari Baso malah berharap media dan jurnalis mengambil peran dalam masalah yang lebih luas, misalnya persoalan lingkungan, keagamaan, dan lainnya. 

Yasmi Aini, Mahasiswa STAI Padang Panjang STAI mengklarifikasi bahwa saat ini anak-anak memang jarang baca buku, novel, juga berita dan itu mungkin salah satu penyebab turunya kemampuan literasi generasi muda. 

Bedah buku yang berlangsung hangat dan akrab tetapi kritis itu berlangsung sampai waktu Ashar. Sebagai catatan akhir, moderator mencatat beberapa poin di antaranya: media masih diharapkan menjadi sumber informasi multidimensi, tetapi sayangnya media saat ini tidak mengapresiasi tuntutan pembacanya. Perkembangan teknologi media belum menyeimbangkan aspek kuantitatif dengan kualitatif. Preskripsi media adalah menampung dan memotivasi daya inovasi dan kreasi sehingga berperan dalam transformasi peradaban dan kebudayaan menjadi lebih baik ke masa depan.

Dalam kata penutupnya, Hasanuddin selaku Modertor mengatakan bahwa semua peserta sengaja diambangkan dalam ketidakpuasan berdikusi dengan rasa penasaran karena begitu luas dan peliknya dinamika jurnalisme dan media saat ini. Untuk itu, mari baca tuntas buku Pengantar Jurnalistik Panduan Praktis Bagi Pemula karya Armaidi Tanjung ini, lalu kita bertemu dalam diskusi-diskusi berikutnya dengan catatan ada output kreatif yang dihasilkan dari diskusi-diskusi itu kelak. 

Di akhir acara, panitia dari Satu Pena Sumatera Barat membagikan 13 buah buku seabgai door prize bagi peserta aktif.(*)


Wartawan : Hasanuddin Dt Tan Patih
Editor : Benk123

Tag :#satupena

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com