HOME OPINI OPINI

  • Senin, 24 Juni 2024

Tirih Nan Datang Dari Lantai: Simbol Kenaikan Dan Kesuksesan

Penulis Andika Putra Wardana
Penulis Andika Putra Wardana

Tirih Nan Datang dari Lantai: Simbol Kenaikan dan Kesuksesan

Oleh: Andika Putra Wardana

Orang di luar budaya Minang, dan bahkan beberapa orang Minang sendiri, menggunakan ungkapan "Tirih nan datang dari lantai" untuk menggambarkan seseorang yang naik pangkat atau meningkatkan status sosialnya. Ungkapan ini sering dipahami sebagai pernyataan positif tentang seseorang yang berhasil mengubah nasibnya dari posisi rendah menjadi tinggi melalui kerja keras dan tekad.

Struktur sintaksis peribahasa Minangkabau beragam bentuknya. Salah satunya adalah struktur anomali. Ungkapan "Tirih nan datang dari lantai" termasuk dalam kategori peribahasa yang anomali. Peribahasa ini dikatakan anomali karena pada ungkapan tersebut ditemukan pelanggaran terhadap keselarasan kategori atau makna elemen pembentuknya. Jika dipahami secara literal, "tirih" (seorang yang tertindas atau tertekan) tidak mungkin berada di lantai, karena biasanya berada di posisi rendah atau di bawah.

Dalam bentuk dasar, peribahasa ini bermakna seseorang yang berusaha keras untuk keluar dari kondisi yang tertekan atau rendah. Seseorang yang datang dari lantai, memulai dari bawah, sering kali diartikan sebagai seseorang yang memulai dari nol dan berhasil mencapai posisi yang lebih tinggi atau lebih baik melalui usaha yang gigih dan tekad yang kuat.

Sebagai contoh dalam masyarakat, seorang anak petani yang bekerja keras dan belajar dengan tekun dapat menjadi seorang dokter atau insinyur. Anak ini memulai hidupnya dari bawah, namun dengan ketekunan dan kerja keras, ia berhasil meraih posisi yang lebih tinggi dalam masyarakat. Normalnya, seseorang akan dihormati dan dihargai jika berhasil mengubah nasibnya menjadi lebih baik melalui usaha yang sah dan terhormat.

Dalam bentuk turunannya, ungkapan "Tirih nan datang dari lantai" sering dipahami sebagai pernyataan positif yang menggambarkan semangat juang dan optimisme. Ungkapan ini mengajarkan bahwa setiap orang, keluarga, masyarakat, dan bahkan bangsa harus berjuang untuk keluar dari kondisi yang tertekan dan rendah. Orang miskin harus punya harapan dan keyakinan bahwa mereka bisa menjadi kaya, dan orang yang kurang berpendidikan harus rajin belajar dan percaya bahwa mereka bisa menjadi pintar.

Pokoknya, peribahasa ini mengandung ajaran bahwa setiap orang harus memiliki semangat dan keyakinan untuk mengupayakan dirinya keluar dari segala tekanan dan keterpurukan. Orang tidak boleh percaya bahwa kemiskinan dan kehinaan adalah sesuatu yang diwariskan. Ajaran ini bersumber dari ajaran Islam yang dinyatakan dalam Al-Qur'an. Dalam salah satu ayat Al-Qur'an dinyatakan bahwa "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri" (Surat Ar-Ra’d: Surat ke 13 Ayat ke 11). Dari ayat ini dapat ditangkap bahwa manusia dapat mengupayakan perubahan nasibnya.

Inilah dasar utama yang membuat orang Minang memiliki optimisme bahwa mereka dapat mengupayakan segala sesuatu untuk menjadi lebih baik di masa depan dalam segala hal. Hamka menegaskan pula bahwa adalah hak setiap orang untuk mencapai kemuliaan (Hamka dalam bukunya Lembaga Hidup: 22/23).

Dalam mencapai atau mencari tempat yang lebih baik, juga ada panduannya: harus mengikuti prosedur yang benar. Upaya tidak boleh dilakukan secara sembarangan atau menghalalkan segala cara. Bagaimana cara yang bermartabat dalam memperoleh semua yang diinginkan juga dinukilkan dalam peribahasa Minangkabau: Nak pandai rajin baguru, nak kayo kuek mancari, nak mulie batabua urai ‘Supaya pintar rajin belajar, supaya kaya rajin bekerja, supaya mulia bermurah hati’.

 

(Penulis Mahasiswa Sastra Minangkabau, Universitas Andalas Padang)


Tag :#Artikel #Tirih Nan Datang dari Lantai

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com