HOME OPINI OPINI

  • Selasa, 19 Maret 2019

Nasehat Hidup Dari Kacang Balimbiang

Muhammad Nazri Janra
Muhammad Nazri Janra

Nasehat Hidup dari Kacang Balimbiang (Psophocarpus tetragonolobus (L) D.C)


Oleh: Muhammad Nazri Janra


Bahwasanya manusia adalah makhluk yang paling keras kepala dan paling susah untuk dinasehati, itu sudah lama menjadi pengetahuan umum kita semua. Tidak usahlah jauh-jauh mencari contoh, lihat saja anak, kemenakan atau yang kecil-kecil di sekitar kita. Disuruh A, yang dilakukannya malah B. Diminta pergi ke hilir, malah ke mudik dia berjalan. Dibilang jangan pegang, justru itu betul yang dia genggam di tangan. Orang Minang itu betul yang mereka pahami: perkara menasehati orang lain pantang memakai bahasa langsung, selalu menggunakan kiasan, perlambang atau yang dalam sistem ketatabahasaan sekarang disebut dengan personifikasi. 

Tata cara menasehati ini, yang kemudian menjadi bagian dari adat istiadat dengan menggunakan pantun dan bahasa kias, menggambarkan betapa tingginya kebudayaan yang telah lama berkembang di Minangkabau. Untuk dapat memberi dan menerima nasehat berkelas ini, orang-orang Minang harus menggunakan pikirannya untuk dapat menghasilkan bentuk kiasan atau pantun yang cocok dan sesuai untuk membawa pesan tertentu. Tidak heran, dengan sistem yang seperti ini, tanah Minangkabau sejak dahulu dikenal sebagai penghasil para pemikir dan filsuf yang banyak berperan untuk bangsa ini. 

Kembali ke pantun yang sebelumnya telah kita bahas sebagian dari sampirannya. Secara lengkap, pantun ini disampaikan oleh sejawat saya “Abah” Bahren yang menjadi pengajar di Jurusan Sastra Minang Unand:

Kaluak Paku Kacang Balimbing
Tampuruang lenggang lenggokkan
Baok Manurun ka saruaso
Anak dipangku kamanakan dibimbiang
Urang kampuang dipatenggangkan
Tenggang nagari jan binaso

Sama seperti paku air yang sedikit kita ungkap kemaren, kacang balimbiang juga menyimpan hikmah yang tak kalah besarnya. 

Mungkin diawali terlebih dahulu dengan menjawab sedikit penasaran, kenapa kacang balimbiang yang dipilih di dalam sampiran pantun ini. Kenapa bukan kedelai (Glycine max), kacang padi (Vigna radiate), kacang panjang (Vigna unguilata) atau buncis (Phaseolus vulgaris) yang jauh lebih popular digunakan untuk menyampaikan nasehat di dalam pantun ini

Jawaban mudahnya, tentu saja karena masalah pertimbangan kesamaan rima dan bunyi kata pada sampiran dan isi pantun tadi. Tapi kalau mau ditelisik lebih jauh, tentu juga terkait dengan masalah domestikasi atau budidaya kacang balimbiang yagn menurut hemat saya lebih dahulu dilakukan oleh masyarakat Minangkabau dibandingkan dengan jenis-jenis kacang yang disebutkan belakangan. 

Kemudian sampai di kajian manfaat kacang balimbiang ini lagi. Tidak jauh dari masalah perut juga sebenarnya. Polong kacang balimbiang yang masih muda sangat enak dijadikan sayur dengan manfaat kesehatan antara lain mengurangi asam urat (penyebab rematik), mengikat molekul lemak jahat  penyebab kegemukan, menyuplai asam folat yang bagus untuk pembentukan fisik janin di dalam kandungan, serta mengandung antioksidan. Hal apalagi yang paling indah di dunia ini kalau bukan makan kenyang dan setelahnya menjadi sehat dan bugar?

Kacang balimbiang yang telah tua pun enak digulai, dengan kandungan protein nabati yang sangat baik untuk kesehatan. Beberapa penelitian ilmiah pun meyakini kalau kacang balimbiang yang sudah matang sebenarnya sangat tepat untuk menggantikan kacang kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe dengan manfaat yang lebih besar.

Di tengah popularitas makanan organik yang digandrungi masyarakat kita sekarang, tempe berbahan kacang balimbiang merupakan alternatif makanan sehat. Terlebih, karena sekarang ini, dalam rangka untuk memenuhi permintaan produksi kacang kedelai yang makin meningkat, petani justru semakin banyak menggunakan pupuk dan pestisida kimia yang ujung-ujungnya justru malah merugikan kesehatan orang yang mengkonsumsi kedelai tersebut. 

Satu lagi manfaat dari kacang balimbiang ini adalah sifat tumbuhnya. Kita sudah tahu kalau kacang balimbiang tumbuh menjalar menggunakan batangnya, tetapi mungkin jarang orang melihat bagaimana akar (urek) yang ada di dalam tanah. Kalau ada yang pernah mencabut akar kacang balimbiang ini, pasti juga pernah melihat ada bintil-bintil di antara akar yang ada. Bintil-bintil ini, yang juga lazim ditemukan pada jenis tumbuhan lain di keluarga Leguminoceae, merupakan bentuk persenyawaan antara kacang balimbiang dengan sejenis bakteri baik di alam bebas untuk mengikat senyawa Nitrogen dari lingkungan sekitarnya.

Kalau kita pernah belajar kimia, Nitrogen ini adalah senyawa kimia yang menjadi dasar pembuatan pupuk. Artinya, tumbuhan kacang balimbiang bisa menyuburkan tanah di sekitarnya secara mandiri, tanpa harus ditambah-tambah dengan pupuk kimia. 

Apa pelajaran yang bisa kitar tarik?
Kalau kembali kepada kaji tentang bagaimana masyarakat Minangkabau menasehati anak kemenakannya melalui bahasa kias dan pantun, penggunaan kacang balimbiang ini bisa secara luas diartikan sebagai anjuran. Anjuran kepada anak-anak generasi penerus kita bahwa di masa muda ataupun di masa dewasa (dan tua), harus dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan lingkungan sekitar.

Secara halusnya, kepada anak-anak kita dianjurkan untuk melihat hikmah pelajaran dari kacang balimbiang, yang mudanya dimanfaatkan orang, yang tuanya juga digunakan orang serta selama hidupnya memberikan kesuburan kepada tanah sekitarnya. 

Bukankah ini nasehat yang baik?


Tag :opiniMNazriJanra

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com